Mengenal Lebih Dekat Tradisi Ziarah Ngabungbang di Desa Cimande, Jawa Barat

Mengenal Lebih Dekat Tradisi Ziarah Ngabungbang di Desa Cimande, Jawa Barat
info gambar utama

Cimande, apa yang terlintas di pikiran Kawan GNFI ketika mendengar nama desa ini? pijat patah tulang? pencak silat? Benar, keduanya menjadi ciri khas dari Desa Cimande. Desa yang berada di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini memang memiliki budaya yang beragam.

Di samping dua ciri khas tersebut, Cimande juga menyelenggarakan festival yang menarik minat para wisatawan untuk dikunjungi. Festival ini telah menjadi bagian dari tradisi turun temurun dan memberikan manfaat ekonomis bagi masyarakat Cimande. Lalu, festival apakah itu? Mari kita simak!

Ngabungbang, Tradisi Berziarah ke Makam Leluhur

Dalam pengertian terminologi, ngabungbang berasal dari gabungan kata 'nga', yang berarti bersatu, dan 'bungbang', yang mengandung makna membuang. Selain itu, bisa diartikan juga sebagai ritual penyucian yang menggabungkan elemen pikiran, perasaan, dan tekad untuk membersihkan diri dari segala hal yang tidak diinginkan dalam diri manusia.

Menurut masyarakat Cimande, tradisi ini telah dilakukan selama kurang lebih 100 tahun, bahkan beberapa menyebutkan telah dimulai sejak tahun 1930-an. Ngabungbang diadakan pada malam 14 Maulud (Maulid Nabi), di mana para muhibbin (santri) berziarah ke makam Kasepuhan di Cimande dengan tujuan memperoleh tabarukan (berkah).

Pada mulanya, tradisi ngabungbang sendiri digunakan sebagai latihan bela diri yang meliputi,

  • Silat Pepedangan (menggunakan batang bambu)
  • Bangkelid dengan tangan (latihan dari posisi duduk ke berdiri)
  • Selancar mursid (umumnya menggunakan drum)

Di Cimande sendiri memiliki arca kasepuhan dan tiap arca ini mempunyai santri dari berbagai wilayah Indonesia, salah satunya Banten. Jadi, santri dari berbagai daerah yang dipimpin oleh Kasepuhan Cimande ini akan hadir saat tradisi ngabungbang.

Mereka datang untuk menambah pengetahuan, melakukan latihan fisik, mandi di Sungai Cimande, dan mengunjungi makam-makam tokoh kasepuhan di Kampung Tarikolot. Karena terbuka bagi mereka di luar masyarakat Cimande, para peziarah diketahui telah mengikuti tradisi Ngabungbang sejak sekitar tahun 1950-an.

Menengok Tradisi Ziarah Kubur Masyarakat Adat Kampung Naga

Rangkaian Tradisi Ngabungbang

Secara umum, masyarakat mengetahui ngabungbang sebagai ziarah ke makam leluhur di makam Kasepuhan Cimande. Namun, ngabungbang tidak hanya tentang ziarah semata, tetapi juga melibatkan pawai, prosesi pembasuhan dan penyucian leluhur. Selain itu, sebagian Desa Cimande akan dihias dengan berbagai ornamen Islam untuk memeriahkan tradisi ini.

Terdapat tiga rangkaian dalam pelaksanaan tradisi ngabungbang, yaitu:

  1. Bagi keturunan Kasepuhan Cimande, diwajibkan untuk menjalani puasa selama tujuh hari sebelum melaksanakan tradisi ngabungbang pada tanggal 12, 13, dan 14 Maulid. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan diri dan melatih diri dari hawa nafsu. Pada malam hari tanggal empat belas, para keturunan mencuci dan merendam warisan keluarga menggunakan cai cikamalayan (air suci) yang diambil dari mata air Cimande. Terakhir, melakukan ziarah ke makam Kasepuhan Cimande, termasuk di antaranya makam Mbah Laseha dan Mbah Abdul Somad.
  2. Bagi para muhibbin yang datang, mereka akan melakukan aktivitas membasuh mata menggunakan daun sirih dan cai cikamalayan (air suci), meminumnya, serta mengoleskannya ke tubuh saat mandi. Saat disuci, mereka pun akan dibacakan sholawat Nabi di ruangan khusus. Terakhir, melakukan ziarah ke makam kasepuhan dan membacakan hadiyah, sholawat, dan berdoa kepada ahli khusyuk.
  3. Bagi masyarakat umum yang ingin mengikuti tradisi ngabungbang, mereka harus berada dalam keadaan yang suci, kemudian melakukan ziarah. Selain itu, ada juga acara duduk-duduk dan doa bersama.

Tujuan dan Dampak dari Tradisi Ngabungbang

Selain memohon berkah dari Tuhan melalui ziarah, tradisi ini juga bertujuan untuk memperkenalkan, menjaga, dan melestarikan budaya di Desa Cimande. Kemudian, tradisi ini juga menjadi ajang untuk berkumpul, menjalin silaturahmi, dan mempererat persaudaraan antara umat beragama dari berbagai daerah.

Bagi masyarakat lokal, keberadaan tradisi ngabungbang memberikan manfaat ekonomis. Ini karena masyarakat dapat menyewakan halaman depan rumah mereka sebagai tempat berjualan, dan permintaan untuk pengobatan pijat patah tulang juga ikut meningkat.

Riwayat Haji Naim, Legenda Tukang Pijat Patah Tulang Asli Cimande

Kehadiran tradisi ngabungbang memotivasi untuk meningkatkan semangat beribadah kepada Tuhan dan mengenalkan berbagai makam tokoh masyarakat Cimande kepada masyarakat. Tradisi ini juga bertujuan untuk menyatukan semua orang dalam suasana silaturahmi saat melakukan ziarah.

Di samping itu, tradisi tersebut dapat menjadi bagian dari agenda rutin nasional untuk lebih memperkenalkannya kepada khalayak internasional.

Referensi

Djunaid, I.S & Lumiwu, M.S. 2023. The Ngabungbang Cultural Festival as a Tourist Attraction in Cimande Village, Bogor Regency. Juwita Vol. 2 No.1

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini