Gong Si Bolong, Warisan Budaya Takbenda Khas Kota Depok

Gong Si Bolong, Warisan Budaya Takbenda Khas Kota Depok
info gambar utama

Kota Depok yang masuk ke dalam aglomerasi Jabodetabekjur tidak hanya berupa kota metropolitan yang memiliki kepadatan penduduk tinggi semata. Kota yang masih tergabung ke dalam provinsi Jawa Barat itu juga memiliki kesenian khasnya tersendiri. Kesenian tersebut bernama gong si bolong.

Mengenal Gong Si Bolong

Gong si bolong merupakan warisan budaya khas Kota Depok. Sering disebut-sebut sebagai seni gamelan Depok, gong si bolong sendiri biasa digunakan untuk mengiringi pertunjukan tradisional seperti jaipong, wayang kulit Betawi, dan tari tayub. Gong si bolong merupakan perpaduan antara musik gamelan Betawi, gamelan Sunda, Melayu, dan Cina.

Penamaan gong si bolong sendiri berasal dari bentuk gong yang tidak memiliki pencon atau benjolan di bagian tengahnya, melainkan gong si bolong sendiri memiliki lubang di bagian tengahnya dan dalam bahasa Betawi disebut sebagai bolong.

Untuk instrumennya sendiri, gong si bolong terdiri dari beberapa waditra, di antaranya:

  • satu set gendang;
  • satu set kenong;
  • dua set saron;
  • satu set keromong;
  • satu set kedemung;
  • satu set kenong;
  • satu terompot;
  • satu set gong;
  • rebab;
  • dan gambang.

Sementara dalam keanggotaannya sendiri, gong si bolong dibagi ke dalam dua kelompok berdasarkan gender. Pihak laki-laki memiliki peran memainkan instrumen atau nayaga dan pihak perempuan memainkan peran sebagai penari nayuban dan sinden.

Mengenal Ikon, Tempat, dan Kesenian Kota Depok

Sejarah Gong Si Bolong

Gong si bolong kerap diidentikkan dengan unsur mistis. Kemistisan tersebut mengarah kepada sosok astral yang diyakini mampu mengabulkan permintaan atau permohonan dari siapapun yang memintanya. Gong si bolong dianggap sakti.

Sementara berdasarkan sejarah salah satu versi, gong si bolong ditemukan pada abad ke 17, tepatnya pada tahun 1750 M oleh Jimin ketika sedang mencari sumber suara gamelan yang terdengar pada waktu malam hari dan rupanya setelah ditelusuri, suara tersebut berasal dari seperangkat alat gamelan lengkap yang terdiri dari gendang, bende, dan gong. Bukan sekedar gong biasa, gong yang ditemukan oleh Jimin memiliki lubang dengan diameter 10 cm di tengahnya.

Kemudian, gong si bolong diwariskan kepada penerus, pemegang, dan pewaris selanjutnya. Pewarisan tersebut dilakukan agar gong si bolong tidak punah ditelan oleh zaman. Adapun pewaris setelah Jimin adalah Sanim, Galuh (Jerah), Saning, Nyai Asem, H. Bahrudin (Bagol), Kamsa S. Atmaja, dan Buang Jayadi.

Pewarisan Gong Si Bolong dari Masa ke Masa

Sejak pewarisan yang dipegang oleh Galuh (Jerah), gong si bolong dipadupadakan dengan musik gamelan Bali "Ajeng". Kemudian dilanjutkan oleh Saning yang merupakan anak dari Galuh (Jerah), gong si bolong mulai dikembangkan sebagai pengiring tari tayub dan tari jaipong.

Gong si bolong mengalami masa puncak kejayaan ketika diwarisi kepada Nyai Asem sebab pada masa itu, alunan musik yang dimainkan oleh instrumen gong si bolong sangat disukai oleh masyarakat. Tidak hanya itu, menariknya, muncul istilah "si gledek" untuk menyebut suara yang dihasilkan dari tiga waditra atau instrumen yang ditemukan dalam gong si bolong.

Namun, sepeninggal Nyai Asem gong si bolong meredup yang membuat H. Bahrudin mulai berupaya melakuka inovasi degan memadukan gong si bolong dengan wayang kulit Betawi dan tari jaipong. Sayangnya, upaya tersebut tidak sepenuhnya berhasil menaikkan nama gong si bolong kembali.

Kemudian oleh Kamsa S. Atmaja pada 18 April 2008, dilakukan upaya untuk mendongkrak kepopuleran gong si bolong dengan bergabung bersama dengan Dewan Kesenian Depok.

Dari situ, mulai banyak warga dan instansi yang memesan pertunjukkan gong si bolong kepada Buang Jayadi sebagai pewaris gong si bolong setelah Kamsa S Atmaja.

Mengenal Ragam Motif Batik Khas Kota Depok

Gong Si Bolong di Masa Sekarang

Hingga saat ini, gong si bolong masih cukup eksis sebagai warisan kesenian tradisional di Kota Depok. Gong si bolong dipertunjukkan dalam penampilan tari nayuban, jaipongan, lenong, hingga wayang kulit Betawi. Gong si bolong memiliki perpaduan antara budaya Betawi, Sunda, dan Bali "Ajeng" dalam musiknya.

Walaupun begitu, dalam lirik dan pesannya disampaikan lewat dialek dengan logat Betawi yang sangat kental dan khas.

Proses regenerasi keanggotaan gong si bolong terus dilakukan dari waktu ke waktu. Ragam inovasi pun dihadirkan guna membantu mengangkat kembali kepopuleran dari gong si bolong. Pemerintah Kota Depok juga turut hadir dalam pelestarian gong si bolong sebagai warisan budaya dengan membuat tugu gong si bolong sebagai bentuk upaya pelestarian aset kesenian tradisional khas Kota Depok.

Referensi:

  • Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya. Warisan Budaya Tak Benda: Gong Si Bolong. Diakses dari https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2353
  • Ramdhani, Wahyu, 2016. “Strategi Survival Komunitas Seni Tradisional di Era Modernisasi (Studi Kasus Komunitas Gong Si Bolong di Kota Depok)”, Skripsi, Program Sosiologi, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

PZ
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini