Tatang Koswara dan Cerita Pertempuran Legendaris Sniper Kelas Dunia

Tatang Koswara dan Cerita Pertempuran Legendaris Sniper Kelas Dunia
info gambar utama

Pada setiap lintasan waktu, ketika peluru dari seorang sniper mengenai sasaran ada sejarah dunia yang berubah. Sniper memiliki prinsip satu peluru satu nyawa, tidak boleh ditawar bila nasib diri dan rekanya ingin selamat.

Peltu (Purn), Tatang Koswara juga memiliki prinsip itu, dirinya merupakan seorang penembak jitu dari TNI Angkatan Darat (AD). Tatang telah menjadi legenda dan menjadi kebanggaan TNI AD.

Namanya memang tidak tercatat pernah mengubah dunia dengan tembakan jitunya. Tetapi pria kelahiran Bandung ini sudah disejajarkan dengan nama-nama penembak jitu kelas dunia.

Pada buku Sniper Training, Techniques and Weapons karya Peter Brooke Smith, nama Tatang masuk dalam 14 besar Sniper’s Roll of Honour di dunia. Dirinya disejajarkan dengan sniper legendaris seperti Simo Hayha, Lyudmila Pavlichenko dan lainnya.

Apa yang dilakukan oleh Tatang di medan tempur sebenarnya tidak berbeda dengan yang dilakukan sniper lain. Satu tembakan pelurunya bisa mengubah jalannya pertempuran secara drastis.

"Satu peluru yang dilepaskan bisa menaikkan moril pasukan kawan, sebaliknya meruntuhkan moril pasukan lawan," tulis A Winardi dalam bukunya berjudul Satu Peluru Satu Musuh Jatuh.

Tatang memang lahir dengan DNA militer, ayahnya Abdurahman merupakan seorang anggota Kepolisian RI yang bertugas di Satuan Brigade Mobil (Brimob). Darah militer inilah yang kemudian menempa Tatang agar menjadi prajurit tangguh pada masa depan.

Pada buku itu ditulis, nama kecil Tatang adalah Habib Abdurahman. Sedangkan nama Tatang Koswara merupakan pemberian dari kakeknya setelah Habib mengalami masalah keluarga.

Sniper-sniper Terbaik Dunia. Satu dari Indonesia

Sejak kecil ternyata Tatang sudah memiliki kemampuan dalam urusan menembak. Misalnya ketika berburu dengan menggunakan bedil atau senapan locok, saat itu senapan ini masih diperbolehkan untuk digunakan demi kepentingan berburu babi hutan.

"Tatang sangat mahir menembak berkat teknik dan cara menembak tepat yang diajarkan oleh ayah tirinya," sebut Winardi dalam buku itu.

Saat berburu, pria kelahiran 12 Desember 1946 ini memiliki strategi yang secara alami membentuk dirinya sebagai seorang sniper sejati. Dirinya tidak pernah pergi beramai-ramai dengan warga menggempur babi hutan.

Tatang biasanya menunggu di tempat persembunyiannya yang aman, misalnya di atas pohon. Dengan sabar dirinya menunggu babi hutan itu menampakkan diri, ketika buruannya sudah kelelahan dan ketakutan, pada jarak 30 meter dirinya kemudian menembak.

"Ketika picu senapan locok ditarik, disusul tembakan tunggal menggelegar memecah kesunyiaan hutan, babi hutan yang dibidik Tatang pun jatuh menggelepar," tutur Winardi mengisahkan.

Tatang selalu tepat dalam membidik buruannya, semua babi hutan tidak mungkin selamat setelah dibidiknya. Namanya kemudian terkenal sebagai penembak jitu di kampungnya, suatu kemampuan yang akan segera mengguncang dunia.

Ditempa sebagai penembak jitu sejati

Foto Tatang Koswara (Wikipedia)

Tatang mendaftar sebagai calon Tantama TNI pada tahun 1960 an, saat itu sebenarnya dirinya hanya ingin mengantar temannya. Selanjutnya dirinya ikut dalam Pendidikan di Sekolah Calon Tantama (Secata) di Pengalengan, Bandung, Jawa Barat (Jabar).

Singkat cerita, setelah berpangkat Serda, dirinya tidak hanya bertugas di Pusat Kesenjataan Infanteri (Pussenif) tetapi juga di Pusat Pendidikan Infanteri (Pusdikif). Bandung sebagai instruktur menembak.

Tatang memang telah diakui memiliki kemampuan sebagai seorang penembak jitu, hal ini berkat pelatihan dan juga bakat alam. Kemampuan ini telah diakui oleh Komandan Pusdikif yang baru menjabat Letkol (Inf.) Eddy Sudrajat.

Dikisahkan dalam buku setebal 210 halaman ini, Eddy sempat memerintahkan diadakan pertunjukan kemahiran menembak. Sasaran tembaknya adalah sebuah balon yang ditiup sebesar kepalan tangan orang dewasa dari jarak 300 meter.

Saat itu hanya Tatang yang menyanggupi, bahkan meminta jarak tembaknya bisa ditarik sampai 600 meter dan lokasinya di dalam kota. Eddy saat itu sampai terperanjat, sebagai seorang yang pernah terlibat dalam operasi militer, dirinya sangat paham jarak 600 meter jelas sangat sulit. Apalagi ini di dalam kota, bila meleset bisa saja membahayakan warga sipil.

Ketika hari pelaksanaan, Eddy dan semua personil Pusdikif dilanda ketegangan. Tetapi Tatang sebagai pelaku penembak jitu tetap tenang, peluru kemudian ditembakan dan mengenai sasaran.

Apakah TNI Perlu Membeli Pesawat Canggih V-22 Osprey ini?

"Sewaktu anak peluru yang baru lepas dari hasil tembakan sudah berada di tangan Letkol Eddy Sudrajat, Komandan Pusdikif itu hanya geleng-geleng kepala," tulis Winardi mengisahkan peristiwa tersebut.

Tatang sempat mengikuti penggemblengan di Amerika Serikat (AS) bersama pasukan elite Green Barets. Di sana Tatang berlatih selama dua tahun, banyak hal yang dipelajarinya.

Seperti teknik bertempur di hutan, rawa, laut, perkotaan, teknik menyusup dan lain sebagainya. Pria dengan empat anak ini mengaku pelatihan menembak jitu di atas perahu yang paling sulit.

Tatang kemudian menjadi lulusan terbaik setelah dalam sesi menembak jitu 600 meter berhasil mengalahkan Kapten Conway. Memang ada semacam tradisi, siswa yang mengalahkan gurunya akan dianggap paling berhasil.

"Tatang kemudian mendapat salam salut dari Kapten Conway dan langsung memberikan medali penembak jitu dari 1 Special Forces Group, US Army yang telah dipersiapkan," ucapnya dalam buku tersebut.

Tatang dan misi yang menjadikannya legendaris

Pada 1975 ketika pecah konflik Indonesia dengan Timor Timur --kemudian menjadi Timor Leste--, pasukan TNI harus menghadapi pasukan geriliya yang terlatih. Pasukan reguler Fretilin saat itu merupakan mantan Tropas (Pasukan Portugis) yang telah memiliki pengalaman tempur di beberapa tempat.

Kekuatan Fritilin saat itu berjumlah 2.500 orang serta didukung masyarakat yang anti-integrasi dengan Indonesia. Senjata yang mereka miliki cukup baik, mulai dari senapan serbu G-3, spandau, dan peluncur mortir.

"Dengan demikian, ketika pasukan TNI melawan Timor Timur bukan hanya menghadapi peperangan parsial melawan para kombatan murni, tetapi peperangan total," ungkap Winardi.

Dicatat Winardi dalam bukunya itu, pada hari pertama pertempuran, sebanyak 35 anggota Brigif 18/Linud Kostrad gugur sementara 16 anggota Detasemen Tempur 1 Grup Parako/Koppasandha juga gugur, serta 6 orang lagi dinyatakan hilang.

Bedasarkan analisa, banyaknya korban yang gugur ini menunjukan adanya personil sniper di pihak musuh. Sebagai cara menghindari sniper, pangkat perwira dan komandan sengaja disembunyikan di dalam kerah baju.

Selama pertempuran ini juga muncul nama Perdana Menteri Fretilin, Nikolao Lobato yang terkenal memiliki pasukan kejam. Sosoknya inilah yang nanti paling diincar oleh TNI dan menjadi target berharga bagi para sniper Indonesia.

Akhirnya pada 1977, Tatang tiba di Timor Timur dengan membawa perlengkapan sniper seperti pakaian kamuflase, senapan andalan Winchester M-70 yang sudah dilengkapi peredam, teleskop untuk keperluan tempur siang malam, dan lain-lain.

Tatang kemudian terjun pada pertempuran di Kawasan Lautem, Laspalos Utara, yang masih juga mendapat perlawanan sengit dari Fretilin. Di sini pula, Tatang menembak mati orang pertama kali dalam sebuah pertempuran.

"Hal itu merupakan tembakan pertama yang sempat mengguncang jiwanya karena dirinya telah membunuh manusia," kata buku tersebut.

Kekuatan Militer Indonesia adalah yang Terbaik di Asia Tenggara, 15 Besar di Dunia

Tetapi menyadari bahwa di medan perang hanya mengenal doktrin membunuh dan dibunuh, saat menjatuhkan sasaran tembak berikutnya Tatang telah terbiasa. Salah satu catatan kehebatan lelaki yang menikah pada 1968 ini bisa dilihat dari aksinya menembak puluhan anggota Fretilin ketika bertempur di Remexio.

Saat itu tembakan jitu Tatang berhasil menghantam kepala targetnya sehingga menimbulkan suasana kacau musuh yang berjarak 300 sampai 600 meter. Saat itu diam-diam pengawalnya, Letnan Ginting mencatat dan merekam kehebatan dari Tatang.

Bedasarkan bahan inilah, Peter memasukan sosok Tatang sebagai sniper kelas dunia dengan catatan kills 41. Tetapi menurut keyakinan Wanardi, jumlahnya sebenarnya lebih dari itu.

"Jumlah kills 41 yang dicatat Peter (dalam bukunya) sebenarnya jauh dari hitungan sebenarnya, karena Tatang sendiri dalam pertempuran di Timor Timur mengaku telah menumbangkan sasarannya lebih dari 100 orang," beber Wanardi.

Pihak TNI akhirnya juga berhasil menemukan persembunyian Lobato, saat pasukan dipimpin oleh Kapten Inf. Prabowo Subianto. Setelah terjadi kontak tembak, Lobato kemudian tewas dengan luka di perut.

Gugurnya Lobato menjadi akhir dari Satgas Pamungkas, Tatang kemudian kembali ke Bandung. Setelah itu Kolonel Eddy Sudrajat pun meminta Tatang agar merahasiakan sepak terjangnya sebagai sniper di Timor Timur.

Tatang saat itu hanya bisa menjawab siap atas perintah dari komandannya. Dirinya memang khawatir bila statusnya sebagai sniper diketahui akan membahayakan bagi keluarganya.

Dirinya baru mau mengungkapkan sosoknya kepada dunia luas antara tahun 2014-2015. Hal ini juga bertujuan agar perjuangan dan keterampilannya sebagai sniper kelas dunia bisa diwariskan kepada generasi penembak jitu lainnya di TNI AD.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini