Memahami Dampak Limbah Beracun dan Berbahaya Serta Cara Pengolahannya

Memahami Dampak Limbah Beracun dan Berbahaya Serta Cara Pengolahannya
info gambar utama

Persoalan sampah di Indonesia tak hanya berasal dari perorangan dan rumah tangga, tetapi juga dari industri. Pun, tak melulu soal plastik dan sisa makanan, tapi ada juga limbah industri berupa bahan berbahaya dan beracun atau biasa disebut B3.

Dari data Kementerian LHK 2015-2020 menunjukkan adanya indikasi peningkatan kasus lahan terkontaminasi limbah B3. Limbah B3 terbanyak berasal dari sektor manufaktur dan tahun lalu terdapat 2.897 industri sektor manufaktur menghasilkan limbah B3.

Penyebabnya adalah kegagalan atau kelalaian saat saat beroperasi, kesengajaan dan ketidakpatuhan, bencana alam, serta kegiatan masyarakat dalam mengelola limbah B3. Pada tahun 2021, timbulan limbah B3 di Indonesia mencapai 60 juta ton.

“Rata-rata kejadian kedaruratan limbah B3 di Indonesia kurang lebih (berjumlah) 35 kejadian setiap tahun. Hal ini tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan kasus pencemaran baru,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati, seperti dilansir Kompas.com.

Apa yang dimaksud dengan limbah B3 dan bagaimana cara mengelolanya?

Bukan Hanya 3R, Pengelolaan Sampah di Indonesia Harus Bisa Atasi Masalah Iklim

Mengenali karakteristik limbah bahan berbahaya dan beracun

Limbah B3 | @KPixMining Shutterstock
info gambar

Pada dasarnya B3 adalah zat, energi, dan komponen lain yang sifat, konsentrasi, dan jumlahnya dapat mencemari dan membahayakan lingkungan hidup serta kesehatan manusia.

Beberapa jenis B3 yang memang boleh dipergunakan misalnya amonia, asam sulfat, asam klorida, formalin, metanol, asam asetat, asetilena, natrium hidroksida, dan gas nitrogen.

Ada juga B3 yang penggunaannya dilarang, yaitu aldrin, chlordane, dieldrin, endrin, mirex, heptachlor, dan PCBs. Sedangkan jenis B3 yang boleh digunakan secara terbatas seperti merkuri, lindane, parathion, dan beberapa jenis CFC.

Limbah B3 sendiri merupakan sisa usaha atau kegiatan yang mengandung B3 dan bisa dihasilkan dari sektor industri, pariwisata, layanan kesehatan, dan domestik rumah tangga.

Contoh limbah B3 yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari adalah pengharum ruangan, deterjen, pembersih kaca dan lantai, pemutih pakaian, baterai, lem, pembasmi serangga, hair spray, alat elektronik yang sudah tak terpakai, dan juga masker medis.

Untuk lebih memahami B3, ada beberapa sifat dan karakter yang menggambarkan limbah berbahaya ini. Pertama adalah mudah meledak karena menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi lewat reaksi fisika atau kimia sederhana.

Limbah ini sangat berbahaya karena bisa menyebabkan ledakan besar tanpa diduga, baik dalam penanganan, pengangkutan, hingga pembuangannya.

Limbah B3 juga bersifat pengoksidasi yang dapat melepaskan panas sehingga menimbulkan api saat bereaksi dengan bahan lainnya. Juga termasuk mudah menyala dan terbakar karena ada kontak dengan uudara, nyala api, air, atau bahan lain meski dalam suhu dan tekanan standar.

Limbah B3 juga beracun dan berbahaya. Kontak dengan manusia dan hewan bisa menyebabkan keracunan bahkan kematian. Selain itu, ia juga punya sifat korosif dan iritasi yang dapat mengiritasi kulit hingga membuat baja berkarat, serta menimbulkan peradangan.

Karakteristik B3 lainnya adalah berbahaya bagi lingkungan dan karsinogenik. Limbah dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan dan ekosistem, juga menyebabkan timbulnya sel kanker.

Limbah B3 yang dibuang begitu saja di lahan dapat merusak tanaman dan tanah sebagai media lingkungan hidup. Tanah atau lahan yang tercemar limbah B3 akan rusak karena kualitasnya akan berubah dan sulit untuk budidaya tanaman di sana.

Pencemaran ini tidak hanya menyebabkan tanaman sulit tumbuh, tetapi juga menyebabkan air tanah ikut tercemar dan dapat mendatangkan penyakit bagi makhluk hidup.

Kesehatan manusia juga dapat terganggu akibat limbah B3, mulai dari gangguan sistem pernapasan, pencernaan, kerusakan paru-paru dan hati, bahkan berdampak pada janin dan pertumbuhan bayi.

Mengenali Beragam Metode Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Bagaimana limbah B3 diolah dan dimanfaatkan

Limbah B3 | @Forance Shutterstock
info gambar

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, limbah B3 memiliki sifat yang berbahaya dan beracun, maka untuk pengelolaannya tak bisa dilakukan sembarangan. Setiap orang dan pelaku usaha yang menghasilkan limbah B3 wajib mengelolanya dengan baik.

Adapun pengelolaan limbah B3 terdiri dari penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan.

Pengelolaan limbah B3 juga wajib memiliki izin dari Bupati atau Walikota, Gubernur, atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ada beberapa metode pengelolaan limbah B3 yang umum dilakukan, salah satunya pengolahan dengan kimia.

Pada metode tersebut, pengolahan air buangan secara kimia dilakukan untuk menghilangkan berbagai partikel yang tak mudah mengendap, logam berat, senyawa fosfor, hingga zat organik beracun.

Umumnya proses kimia ini melibatkan stabilisasi atau solidifikasi, yaitu mengubah bentuk fisik atau senyawa kimia dengan menambahkan bahan pengikat atau zat pereaksi tertentu guna membatasi kelarutan, pergerakan, dan penyebaran daya racun dari limbah sebelum dibuang.

Bahan yang dapat digunakan dalam proses ini adalah semen, kapur, dan termoplastik. Kelebihan dari proses pengolahan kimia yaitu bisa menangani hampir seluruh polutin non-organik, tidak terpengaruh polutan beracun, dan tidak tergantung pada perubahan konsentrasi.

Kemudian, ada juga metode pengolahan limbah B3 secara biologi yang dikenal dengan istilah bioremediasi dan fitoremediasi. Metode ini akan menggunakan bakteri dan dan mikroorganisme lain untuk mengurai limbah dan menggunakan tumbuhan untuk untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah.

Selanjutnya adalah metode pengolahan secara fisik, salah satunya dengan insinerasi atau pembakaran dapat diterapkan untuk memperkecil volume limbah B3. Insinerasi dapat mengurangi sekitar 90 persen volume dan 75 persen berat limbah.

Namun, teknologi ini bukanlah solusi terakhir dalam pengolahan limbah karena hanya memindahkan limbah bentuk padat ke bentuk gas tak kasat mata.

Pengolahan limbah dengan cara insinerasi berfungsi untuk menghancurkan senyawa B3 di dalamnya agar menjadi senyawa yang tidak mengandung B3 dengan menggunakan alat insinerator yang memanfaatkan energi panas untuk pembakaran.

Energi panas ini mampu menghancurkan polutan dalam limbah dan mengurangi massa serta volumenya secara signifikan.

Selain itu, limbah B3 juga sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk bahan baku dan bahan bakar. Dari 60 juta ton limbah B3 yang dihasilkan, KLHK mencatat potensi yang dapat dimanfaatkan sebesar 48,6 juta ton atau sekitar 80,93 persen berdasarkan persetujuan teknis.

Namun, kenyataannya limbah B3 masih belum dimanfaatkan dengan maksimal. Menurut laporan KLHK, limbah B3 yang telah dimanfaatkan baru mencapai 13,26 juta ton saja.

Salah satu contoh pengelolaan limbah B3 seperti yang dilakukan oleh PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI). Perusahaan tersebut mengolah B3 menjadi bahan bakar sintetis (BBS). Menurut penjelasan Humas PPLI, Arum Pusposari, limbah dengan kalori tinggi dan mudah terbakar dapat diolah menjadi BBS.

Adapun bahan kalori tinggi (lebih dari 2.500) dan mudah terbakar antara lain pestisida, thinner,solvent, dansludge. BBS sendiri dapat dimanfaatkan untuk menjadi bahan bakar industri semen dan pengganti batubara.

Gerakan Pilah Sampah, Ence Adinda: Saya Akan Berikan Ruang pada Perempuan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

DA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini