Ikatan Masyarakat Maros dengan Kelelawar untuk Jaga Keseimbangan Alam

Ikatan Masyarakat Maros dengan Kelelawar untuk Jaga Keseimbangan Alam
info gambar utama

Kelelawar merupakan hewan nokturnal yang biasanya banyak dijumpai di hutan lebat dan gua sepi pengunjung. Namun, berbeda bagi kelelawar yang berada di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

Masyarakat di salah satu kampung di Dusun Parangtinggia, Desa Je’ne Taesa, Kecamatan Simbang sudah puluhan tahun hidup dengan kelelawar. Bahkan daerah tersebut terkenal dengan sebutan kampung kelelawar.

Kehadiran kelelawar di kampung ini seakan menyatu dengan kehidupan warga setempat. Pasalnya, selain dipercaya sebagai penjaga kampung, kehadiran puluhan ribu kelelawar ini menjadi cikal bakal keramaian kampung yang dahulunya sepi.

Di jalan utama kampung, ada ribuan kelelawar menggelantung di cabang-cabang pohon, atau kabel listrik. Saat melintas di siang hari, suara berisik. Menjelang pukul 19.00-20.00, mamalia itu akan meninggalkan pohon.

Di Parangtinggia, kelelawar dapat diamati dari jarak dekat. Begitu jelas, mata melotot hitam, mengawasi gerakan. Matahari yang menerpanya memperlihatkan semburat urat-urat kecil, pada bagian dalam sayap yang seperti kulit tipis nan lembut namun elastis.

Mengungkap Misteri Ahool, Kelelawar Raksasa Penghuni Gunung Salak

Menukil dari Mongabay Indonesia, Sabtu (11/6/2022) di Kampung Parangtinggia, kelelawar yang menggelantung itu jenis Acerodon celebensis (kalong sulawesi). Kelelawar ini pemakan buah, memiliki bulu berwarna coklat dan beberapa bagian tubuh berwarna gelap hitam.

Eko Rudianto melihat tepat di halaman rumah terdapat sebuah pohon mangga yang biasanya menjadi tempat bersarang kelelawar. Sementara itu bau amoniak dari kencing dan kotoran kelelawar cukup menyengat.

“Warga di Parangtinggia sudah terbiasa dengan bau itu. Bagi mereka, kelelawar membawa manfaat,” tulisnya dalam artikel berjudul Mengenal Kelelawar, Satwa Penyerbuk Tanaman dan Pengendali Hama.

Ditulis olehnya pertama kali kelelawar itu dipelihara oleh seorang warga pada 1980 an. Ada tiga kelelawar yang kemudian beranak pinak. Warga juga percaya, kalau kelelawar itu memangsa hama perusak tanaman.

Acerodon merupakan jenis kelelawar pemakan buah. Beberapa kelelawar lain yang berukuran lebih kecil adalah pemakan serangga. Kelelawar, jelasnya juga menghasilkan kotoran yang bisa jadi pupuk bagi penduduk desa.

Penting bagi ekosistem

Kelelawar sering dikaitkan sebagai satwa perusak buah, bahkan ketika wabah Corona muncul dan menjangkiti hampir seluruh masyarakat dunia. Kelelawar dianggap sebagai biang kerok pembawa virus.

Karena alasan inilah membuat pemerintah kota memusnahkan kelelawar, misalnya di Pasar Depok, Manahan, Solo (13/Maret/2020). Di Kabupaten Luwu, beberapa warga menjaga kebun dengan memasang gantungan kaleng dengan tali untuk mengusir kelelawar.

Menurut peneliti biosistematika dari LIPI, Sigit Wiantoro mengusir atau memusnahkan kelelawar merupakan langkah keliru. Dirinya menyebut hal paling baik adalah tak memakan kelelawar dan tak merusak habitatnya.

“Memakan atau mengkonsumsi hewan liar, sebaiknya tidak dilakukan,” katanya.

Sigit menegaskan bahwa menjaga populasi kelelawar dan tak mengganggu habitat mereka adalah cara terbaik untuk mencegah penyebaran penyakit dan tetap menjaga keseimbangan dari ekosistem.

Meski Menjijikkan, 8 Kuliner Khas Indonesia Ini Punya Khasiat Khusus

Baginya kelelawar merupakan mamalia yang memiliki peranan penting dalam rantai ekosistem. Kawanan itu dapat menjadi penyerbuk alami beberapa jenis buah, terutama durian. Selain itu, kelelawar juga memangsa beberapa serangga hama.

Karena itulah di Kampung Parangtinggia, kelelawar bisa bertahan dalam lingkungan manusia karena saling memberikan manfaat. Pemukiman manusia dirasakan aman bagi kelelawar karena ular yang jadi musuh utamanya, juga jadi musuh bagi manusia.

Risma Illa Maulany, peneliti kelelawar dari Laboratorium Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin menyebut di daerah tropis kira-kira ada 300 tanaman yang pembuahannya tergantung kelelawar.

Peneliti lain juga menyebutkan, biji yang disebarkan kelelawar mempunyai tingkat perkecambahan lebih tinggi, dibandingkan dengan perkecambahan alami atau langsung tanpa bantuan satwa.

“Sedangkan kelelawar serangga banyak berperan sebagai agen dalam mengendalikan populasi serangga hama seperti wereng,” paparnya.

Aman dari corona

Di Karst Maros-Pangkep dengan luas mencapai 44.000 hektare, beberapa ceruk dan gua ditempati kelelawar. Ada juga di Gua Batu, juga dihuni beberapa kelelawar kecil yang bisa bermain dengan bebas.

Yudi salah seorang warga mengisahkan sebelum pandemi Covid 19, saat pengunjung atau wisatawan setiap hari mengunjungi gua, kelelawar terlihat lebih banyak menggelantung di atas plafon.

“Sepertinya wabah Corona ini membuat bahagia kelelawar. Tidak ada yang mengganggunya,” katanya.

Warga di Parangtinggia sepertinya tidak khawatir kelelawar akan mencelakakan mereka, terutama saat virus Covid 19 sedang ganas-ganasnya. Ketika di daerah lain coba memusnahkan kelelawar, mereka tetap hidup berdampingan.

Bahkan karena telah puluhan tahun hidup dengan kelelawar, warga sekitar menjadi tak takut tertular virus corona yang disebut berasal dari hewan ini. Selama bertahun-tahun warga hidup secara sehat walau kelelawar bebas berkeliaran.

Kelelawar, Jenis Makanan Manusia Prasejarah Bagian dari Kuliner Nusantara

“Tidak khawatir, karena kita hidup berdampingan tanpa menyentuhnya atau bahkan memakannya. Kami sudah hidup berdampingan selama puluhan tahun, dan tidak ada warga yang mengidap penyakit mematikan karena kelelawar,” tukas Kamaruddin yang dimuat dari Sindonews pada 2021 silam.

Namun kini karena semakin sempitnya hutan dan hilangnya beberapa gua di kawasan karst menyebabkan populasi kelelawar makin menurun. Salah satunya jenis Neopteryx frosti dari Sulawesi yang sangat jarang dijumpai.

Ancaman lain bagi kelelawar yang begitu masif adalah perburuan dan pertambakan. Di Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu, ketika lahan pertambakan makin masif di pesisir, kawasan mangrove, rumah kelelawar makin menyempit dan hewan ini menghilang.

“Kini, buah durian di Kecamatan Suli pun ikut berkurang,” jelas Sheherazade, Manager Program Progres.

Padahal menurutnya, kelelawar dapat mengunjungi 38 dari 43 bunga majemuk. Baginya dengan pendekatan bioekonomi, diperkirakan penyerbukan kelelawar bisa bernilai 117 dolar US per hektare per musim buah.

“Selain nilai ekonomi, poin pentingnya, upaya dalam mengenalkan konservasi kelelawar,” katanya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini