Kisah Pilu KNIL Maluku: Habis Manis, Sepah Dibuang di Belanda

Kisah Pilu KNIL Maluku: Habis Manis, Sepah Dibuang di Belanda
info gambar utama

Pasca Perang Dunia II, prajurit Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL) terpecah menjadi dua. Ada yang memilih bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), ada juga yang kembali ke Belanda untuk melanjutkan karir.

Dikutip Berita Beta, Minggu (12/6/2022) dari sekian tentara KNIL dari Maluku ada dua prajurit yang punya jalan cerita berbeda. Mereka adalah Yulias Sopacua yang memilih berjuang membela NKRI dan Mezach Pattikawa yang memilih bergabung ke Belanda.

Yulias yang berdarah Ambon itu bergabung ke Pasukan Aman Dimot setelah lari dari pasukan KNIL. Keputusan ini tidak mudah karena membuat Yulias menjadi buronan. Namun sebagai orang Indonesia dia lebih memilih dan membela Indonesia.

Yulius kemudian turut berperang bersama dengan masyarakat Gayo di Aceh. Bahkan saking dekatnya, dirinya diberi nama Ring Waring. Dirinya kemudian tewas bersama Aman Dimot setelah sempat ditawan hingga akhirnya dieksekusi Belanda di Sumatra Utara.

Mayat mereka semua kemudian dimakamkan di Tebing Tinggi, Sumut. Namun pada masa Orde Baru, makam non Sumatra dibawa ke Pulau Jawa, sehingga makam mereka tidak diketahui lagi.

Pihak keluarga sangat berharap kepada pemerintah Aceh untuk melacak kembali makam-makam pejuang tersebut. Karena perjuangan mereka di Medan Area adalah bagian sejarah besar orang Gayo dalam mempertahankan Republik Indonesia.

Kisah berbeda di alami oleh Mezach yang memilih kembali Belanda namun tidak pernah diberikan penghargaan. Cucunya Jeftha Pattikawa menulis sebuah surat berbahasa Belanda yang dikutip dari Javapost.nl.

Surat itu berisikan sebuah upaya seorang cucu untuk menghibur agar sang kakek melupakan medali dan pengakuan dari Kerajaan Belanda. Pattikawa memang tidak mendapat pengakuan dari pemerintah Belanda.

Medali dan penghormatan oleh Menteri Pertahanan Belanda Inspektur Jenderal Angkatan Bersenjata Hans van Griensven harusnya juga diberikan kepada Mezach atas jasa yang sudah dilakukannya.

Takut Air, Cerita Serdadu Belanda Jarang Mandi di Batavia

Kakek yang terhormat,

Kamu pasti tidak percaya ini. Saya membaca berita minggu lalu bahwa tentara KNIL Ambon terakhir yang masih hidup menerima penghormatan dan status veteran dari Kementerian Pertahanan dan medali yang menjadi hak mereka. Saya bertanya-tanya apakah itu pesan dari tahun lima puluhan karena NOS, yang membicarakan tentang ‘orang Ambon’.

Apakah saya melewatkan sesuatu? Di artikel tersebut saya sedang berada pada tanggal 30 Oktober 2017. Hampir 70 tahun setelah Anda tiba di Belanda. Saya bertanya-tanya apakah ada tentara KNIL Maluku yang hidup sama sekali.

Kakek pernah mengatakan kepada saya bagaimana bisa sampai di sini untuk bertugas dan menunjukkan surat pemecatan di tangan kakek. Bagaimana kakek bersama keluarga ditempatkan di sebuah kamp konsentrasi kosong dan tidak menerima gaji apapun, apalagi pensiun seorang veteran.

Ini pekerjaan menjadi sulit bagi kakek, karena selain tiga gulden pence per minggu yang diterima dari negara bagian, kakek dipaksa untuk mendapatkan penghasilan dari seorang petani blueberry. Padahal kakek berjuang banyak perang untuk Belanda untuk melindungi koloni tersebut.

Kakek juga mengatakan kepada saya bagaimana harus memindahkan kerikil pada lutut telanjang sebagai hukuman di kamp pengasingan Jepang dengan seberkas sinar di bahumu. Atau terpaksa berjalan di atas tricolor dan meludahi citra ratu. Jelas, ini berbalik dari kesetiaan kakek yang mendalam kepada kerajaan Belanda. Anehnya, kerajaan yang sama mengabaikan kakek di sini selama bertahun-tahun. Mereka meninggalkan kakek dalam kedinginan dan tidak melihatnya.

Jika Kementerian Pertahanan telah mengambil tanggung jawab pada saat itu, maka kemungkinan besar kakek akan menjadi guru matematika atau pemusik, seperti yang pernah kakek katakan kepada saya. Mozart Maluku yang pertama. Apakah kakek ingin menggantungkan pakaian tentara di pohon willow?

Waktu yang pudar dan keadaan yang tidak menguntungkan membuat kakek selamanya menjadi pahlawan perang yang terlupakan, tanpa pengakuan, jauh dari rumah. Betapa sialnya.

Di tempat barak kita sekarang bertingkat rumah dengan monumen di sudut jalan. Saya sendiri tidak lagi tinggal di lingkungan itu, tapi tetap suci bagi saya karena ini adalah tempat di mana kakek berhasil membangun eksistensi yang bermartabat dan terhormat meskipun semuanya ada. Terima kasih untuk waktu yang kakek berikan. Dan lupakan medali itu. Kita tahu lebih baik kan?

Dalam surat itu Jeftha menceritakan kisah perjalanan hidup Mezach yang meninggalkan Maluku demi KNIL dan menetap di Belanda hingga akhir hayatnya. Kisah Mezach adalah salah satu dari beberapa orang Maluku yang janjinya belum ditepati Belanda.

Janji Belanda

Ketika Indonesia merdeka tahun 1945, banyak kalangan orang Hindia Belanda sendiri tidak mau mengakui kemerdekaan itu. Orang-orang ini lebih memilih mempercayakan pemerintah di tangan Belanda.

Selain mereka lebih memilih setia pada Ratu, kondisi yang berkecamuk menjelang dan pasca kemerdekaan membuatnya memilih untuk migrasi ke Belanda. Banyak dari yang berpindah berasal dari kalangan KNIL dan mayoritas orang Maluku.

Lembaga militer tanah koloni ini telah berdiri sejak abad ke 19 dan dikenal dengan kesetiaannya kepada Belanda. Prajurit ini digunakan Belanda untuk menancapkan kembali koloninya di Indonesia setelah kekalahan Jepang di Perang Dunia.

“Pandangan ini membuat orang Maluku dipandang sebagai pengkhianat dan disamakan dengan orang Belanda yang menjajah,” tulis Afkar Aristoteles Mukhaer dalam Manis Diambil Sepah Dibuang Nestapa Prajurit KNIL Maluku di Belanda yang dimuat National Geographic.

Karena tekanan internasional, Belanda kemudian mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1949 lewat Konferensi Meja Bundar (KMB). Melalui konferensi ini juga dibentuk serikat agar memiliki otonomi tertentu, salah satunya Republik Maluku Selatan (RMS).

Serangan Umum 1 Maret: Titik Balik Perjuangan Kedaulatan Indonesia

Pihak Belanda melalui Mantan Perdana Menteri Belanda Pieter Sjoerds Gerbrandy berjanji kepada masyarakat Maluku Selatan agar mewujudkan kemerdekaan. Namun berulang kali janji itu dibuat, tetapi tidak pernah terwujudkan.

Ketika RMS memproklamasikan diri pada April 1950, Belanda tidak mengakuinya, seolah tidak memenuhi janji. Kondisi ini juga digambarkan oleh De Volkskrant edisi 13 Desember 1975 yang menulis.

“Pada tahun 1940 an, Maluku Selatan dimanfaatkan oleh Belanda dalam kebijakan terkutuk terhadap para pejuang kemerdekaan Indonesia atas Soekarno. Janji-janji yang tidak dapat dipenuhi setelah kebangkrutan kebijakan Indonesia. Orang Maluku Selatan kemudian berakhir dalam situasi tanpa harapan.”

Setelah proklamasi RMS, Soekarno kemudian membubarkan RIS. Pada 28 September tentara Indonesia menyerbu Maluku. mengalahkan pasukan KNIL dan kepala negaranya Chris Soumokil dieksekusi.

Orang-orang KNIL akhirnya mendapatkan jabatan sebagai Tentara Kerajaan Belanda (KNL) dan diperintahkan untuk pergi ke Belanda bersama kerabatnya. Sejak itu orang Indo, prajurit KNIL dan simpatisan Belanda lain meninggalkan Indonesia.

Janji yang terkhianati

Tahun 1951, sebanyak kira-kira 12.500 orang Maluku diusir ke Belanda. Orang-orang Maluku ini datang dengan menumpang 13 armada kapal laut yang kemudian tiba di pelabuhan Rotterdam.

Ketika orang-orang Maluku tiba di Belanda, mereka mengira kedatangan itu hanya untuk sementara. Mereka masih menganggap bahwa begitu situasi darurat berlalu, secepatnya mereka akan kembali lagi ke Indonesia.

Apalagi ketika itu pihak Belanda menjanjikan mereka akan kembali bisa menetap di Indonesia. Tidak heran, di masa itu masih banyak wanita Maluku yang tetap berkebaya. Mereka tidak perlu menyesuaikan diri dengan kultur belanda.

Dimuat dari Detik, mereka tetap mengajari anak-anaknya berbahasa Indonesia. Bahasa Belanda bagi mereka perlu, tetapi jangan sampai lupa bahasa ibu, karena kelak nanti akan kembali lagi ke Indonesia.

Selain itu mereka juga percaya perjuangan RMS akan didukung Belanda. Dengan begitu mereka akan bisa kembali ke kampung halaman, berkumpul dengan sanak saudara di Pulau Ambon dan punya republik merdeka yang berdiri sendiri.

Menurut Walentina Waluyanti, saat tiba di Belanda mereka ditempatkan di barak-barak kecil. Makanan dibagikan melalui dapur umum. Kondisi hidup dan tempat tinggal mereka, boleh dikatakan buruk dan primitif.

“Bahkan ada yang ditempatkan di kamp yang dahulu digunakan Jerman untuk menampung orang Yahudi. Mereka menerima biaya hidup yang sangat kecil jumlahnya. Padahal tidak sedikit keluarga Maluku itu punya banyak anak. Tentu butuh biaya tidak sedikit,” paparnya.

Sejarah Hari Ini (14 Februari 1946) - Peristiwa Merah Putih di Bumi Minahasa

Kekecewaan itu membuat teror bermunculan, seperti tujuh orang Maluku bersenjata yang sempat melakukan pembajakan kereta api di Wijster dan dilanjutkan dengan menyerang KBRI di Amsterdam, tahun 1970 an.

Mereka menuntut agar tahanan politik Maluku Selatan dibebaskan, dan mengadakan pertemuan antara Presiden Soeharto dengan pimpinan Maluku. Namun beberapa kali dibuat namun janji itu tak pernah dipenuhi.

Peristiwa itu malah semakin mengurangi simpati pemerintah belanda terhadap perjuangan RMS. Bahkan menimbulkan efek psikis bagi orang-orang Belanda yang muncul rasa tidak suka kepada orang asing.

Namun tahun demi tahun bergulir, kebijakan integrasi yang sudah digalakkan Pemerintah Belanda beberapa dekade, sedikit banyak mengubah generasi baru Maluku. Kini orang Maluku hidup lebih sejahtera di dalam alam integrasi.

“Ini juga mengubah ideologi generasi muda tentang cita-cita RMS. Memperjuangkan RMS sudah dilihat dengan kacamata lain. Mereka umumnya menyadari, separatisme tidaklah realistis,” bebernya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini