Kisah Raja Mataram Memberantas Korupsi dalam Catatan Wallace

Kisah Raja Mataram Memberantas Korupsi dalam Catatan Wallace
info gambar utama

Lombok, Nusa Tenggara Barat pada abad 19 merupakan salah satu penghasil beras terbesar di Hindia Belanda. Inilah komoditi ekspor utama yang memberikan pendapatan besar bagi masyarakat Lombok selain sapi, kuda, dan kopi.

Pada tahun 1855-1856, terdapat 13 kapal asing yang bersandar di Ampenan, seluruhnya datang untuk membeli beras. Dari Ampenan beras dikapalkan ke Hongkong, Singapura, hingga Australia.

Laporan Kontroleur Heylingers misalnya menyebut pada tahun 1883, Lombok mengekspor sekitar 24 ribu ton beras, jumlah yang besar saat itu. Ramainya aktivitas ekspor di Lombok membuat Raja Mataram disebut salah satu pribumi terkaya di Nusantara.

Namun melimpahnya hasil beras kerajaan bukan tanpa ancaman. Korupsi dari para pejabat kerajaan membuat pihak istana resah. Mereka memperkaya diri melalui jalur panjang distribusi gabah dari ladang petani hingga lumbung beras kerajaan.

Alfred Russel Wallace, naturalis Inggris yang berkunjung ke Lombok antara Juni-Juli 1856 memiliki cerita sendiri yang dimuat di The Malay Archipelago. Dia menuliskan mengenai upaya Raja Mataram yang memutus mata rantai korupsi di negerinya.

Fabio Quartararo Dapat Kehormatan Trofi Kerajinan Cukli dari Suku Sasak Lombok

Wallace pertama kali bertemu dengan raja Mataram di Ampenan. Ditulis olehnya, raja yang masih berusia 35 tahun ini mengenakan sarung dan jaket hijau. Raut wajahnya sangat ramah, dengan tampilan intelek digabungkan dengan kebimbangan.

Dirinya kemudian sempat berbincang dengan raja mengenai Eropa dan perang Rusia, hal yang cukup menarik perhatian pribumi. Pada kesempatan itu, raja cukup kagum melihat kemampuan Wallace mengawetkan burung dan serangga.

Dalam pertemuan itu, Wallace mengakui bahwa Raja Anak Agung adalah orang yang sangat tegas terutama perihal hukum. Salah satu yang mengganjal pikiran raja saat itu adalah masalah korupsi di negerinya.

Awalnya raja muda ini heran dengan laporan bendaharanya yang menyebutkan jumlah padi yang disetor terus merosot pada musim panen. Padahal kualitas panen setiap tahun terus membaik dan hampir tidak ada gagal panen.

Karena itulah, dirinya menurunkan tim investigasi rahasia dengan melakukan sensus penduduk. Akhirnya diketahui padi-padi tersebut banyak diselewengkan sehingga pejabatnya makin kaya namun jumlah yang disetor ke negara semakin menyusut.

“Raja Lombok adalah orang yang sangat bijaksana dan dia menunjukan kebijaksanaan itu dengan cara melaksanakan sensus,” paparnya.

Raja Mataram melacak korupsi

Wallace menyebut bahwa pendapatan utama raja berasal dari pajak beras, sejumlah kecil dibayarkan setiap tahun oleh para pria, wanita, dan anak di pulau itu. Setiap orang diyakini membayar pajak, karena pajaknya yang sangat ringan sedangkan sawah begitu subur.

Namun, pajak ini harus melalui banyak tangan sebelum sampai ke gudang kerajaan. Ketika panen usai para penduduk desa akan membawa beras mereka ke kepala kampung atau kepala desa yang kadang-kadang tidak memungut karena kasihan.

Selebihnya beras ini akan dibawa ke wedana yang jumlah tentu sangat sedikit. Para wedana juga mementingkan dirinya sendiri, sehingga diketahui jumlahnya menjadi berkurang setiap tahun daripada tahun sebelumnya.

Kadang penyakit di satu distrik dan kegagalan panen, tentu saja diakui sebagai penyebab menurunya jumlah pajak beras yang dikirim. Namun saat raja pergi berburu di kaki pegunungan, dia melihat desa-desa yang semua nampak cukup makan dan bahagia.

Selain itu, dia melihat keris milik pembantunya lebih bagus, pegangan keris yang dahulu terbuat dari kayu kuning kini diganti dengan gading, dan pegangan keris yang sebelumnya terbuat dari gading kini diganti dengan emas, berlian, dan permata berkilau.

“Raja tahu dengan baik kemana upeti beras itu pergi. Tetapi karena dia tidak dapat membuktikannya dia tetap diam,” tulis Wallace.

Dirinya berketetapan pada suatu hari akan melakukan sensus, sehingga bisa mengetahui jumlah rakyatnya. Sehingga pajak beras tidak akan dicuri lebih banyak lagi. Namun kesulitannya adalah dia tidak mungkin pergi sendiri ke setiap desa dan rumah.

Kearifan Lingkungan Dusun Sade Lombok, Rusak Hutan Bisa Didenda Seekor Kuda

Namun demikian, di satu pagi setelah merenung selama seminggu, raja memperoleh ide. Dirinya mengundang semua kepala pimpinan, pendeta, dan pangeran ke Mataram, ibu kota kerajaan, dan saat mereka telah berkumpul, raja pun berkata:

“Selama berhari-hari hatiku terasa sangat sakit dan aku tidak tahu mengapa, tetapi sekarang masalah itu sudah berlalu, karena aku telah bermimpi. Tadi malam roh “Gunung Agung” – gunung api besar - muncul di hadapanku, dan memberitahuku bahwa aku harus pergi ke puncak gunung, tetapi kemudian aku harus pergi sendiri, dan spirit agung akan menemuiku lagi dan akan mengatakan sesuatu yang sangat penting padaku dan pada kalian dan pada semua orang di pulau ini.”

Pada kesempatan itu raja juga menginstruksikan berita ini disebar ke setiap desa. Sehingga setiap desa bisa menyediakan orang-orang untuk membuka jalan bagi raja untuk menembus hutan dan naik ke gunung besar.

Pada hari kelima, raja akhirnya sampai ke puncak gunung. Raja kemudian memerintahkan para pangeran, pendeta, dan pembantunya untuk berhenti dan meninggalkannya sendiri. Raja akan bertemu dengan Roh Agung sendirian.

Raja berantas korupsi

Wallace menyebut para pengawal begitu setia menunggu raja yang begitu lama di puncak gunung. Banyak yang berpikir negatif, seperti raja yang tersesat sehingga tidak menemukan jalan turun.

Akhirnya mereka sangat gembira saat raja turun dari gunung, namun dengan muka serius, selayaknya orang yang baru menerima kabar maha penting. Dia tak berkata apapun, dan meminta semua pengiring untuk menemaninya pulang.

Setelahnya menjadi hari-hari yang paling ditunggu, karena banyak yang berpikir apa gerangan titah dari Sang Roh Agung kepada raja. Ini, catat Wallace menjadi perbincangan hangat di pasar, langgar, pura hingga alun-alun kota.

Tiga hari kemudian, raja mengumpulkan para pendeta, pejabat, dan pangeran. Inilah saatnya perintah dari Roh Agung itu disebarkan. Di hadapan para pembesar kerajaan yang telah hadir, raja mengatakan:

“O Raja! Banyak wabah penyakit dan bencana akan melanda bumi, melanda manusia, melanda kuda dan melanda ternak. Akan tetapi karena aku tahu kau dan rakyatmu mematuhiku serta telah datang mendaki gunung ku yang agung aku akan memberitahu cara menghindar dari malapetaka itu,” kata raja.

Tradisi Hindu, dan Kilas Balik Kedatangan Migran Bali ke Pulau Lombok

Setelah diam sejenak, raja kemudian memberitahukan bahwa Roh Agung meminta untuk dibuatkan 12 bilah keris. Bahan keris itu harus terbuat dari jarum sesuai dengan jumlah penduduk di setiap desa.

Maka setiap kepala desa harus mengumpulkan jarum sesuai dengan jumlah rakyat yang dipimpinnya. Kelak jika ada desa yang terkena wabah penyakit, sebuah keris itu akan dikirimkan ke desa tersebut sebagai penangkal.

Semua pangeran dan kepala desa segera mengabarkan berita tersebut. Dengan cepat kepala desa mengumpulkan jumlah jarum sesuai dengan jumlah penduduk. Raja pun tersenyum simpul melihat misinya berjalan lancar.

Raja kemudian mencatat jumlah penduduk dari jarum yang dikumpulkan. Data penduduk masing-masing desa akhirnya terkumpul. Jarum-jarum ini kemudian diserahkan ke empu pembuat keris untuk dilebur dan ditempa.

Setelah musim panen tiba, para kepala desa mengantar upeti masing-masing ke istana. Dari sinilah, raja mulai tahu jumlah upeti yang berkurang, bila jumlahnya berkurang sewajarnya dia mendiamkan, kalau berkurang setengah atau seperempat raja langsung menegur.

“Jarum yang kamu kirim dari desamu jauh lebih banyak dari desa lain, tetapi upetimu lebih sedikit dari upetinya. Kembalilah dan periksa siapa yang tidak membayar pajak,” kata raja.

Maka kini raja tahu apa yang harus dikatakan pada para kepala desa yang korupsi itu. Dengan strategi ini tahun-tahun berikutnya setoran upeti hasil bumi terus meninggi karena raja tahu siapa yang korupsi dan pelakunya akan dikenakan hukuman mati.

“Raja Lombok (Anak Agung) pun menjadi kaya raja, dia menambah jumlah prajurit. Membeli perhiasan emas untuk para istrinya. Membeli kuda hitam dari orang Belanda dan mengadakan pesta-pesta besar bila anaknya lahir atau menikah. Tidak ada raja atau sultan di kalangan orang Melayu yang dapat menandingi kebesaran Raja Lombok,” kata Wallace.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini