8 Tahapan Pernikahan dalam Adat Bugis-Makassar: Adat Pernikahan Termahal

8 Tahapan Pernikahan dalam Adat Bugis-Makassar: Adat Pernikahan Termahal
info gambar utama

Pernikahan tidak hanya penyatuan dua mempelai, tetapi sekaligus penyatuan dua keluarga besar mempelai. Oleh karena itu, pernikahan bagi orang Bugis-Makassar adalah acara yang sakral.

Sebagai bagian dari kekayaan budaya Bugis-Makassar, ada beberapa ritual/tahapan yang mesti dilalui oleh kedua belah pihak yang hendak menikah, diantaranya;

1. Ma’manu’ manu’: Tahap penjajakan calon mempelai wanita

Tahap Ma'manu' manu' adalah proses pendekatan oleh pihak laki-laki kepada orang tua/gadis yang akan dilamar.

Sebelum era kemudahan komunikasi seperti sekarang, proses ini dilakukan untuk menyelidiki status dari gadis yang hendak dipinang. Kegiatan tersebut untuk memastikan apakah gadis tersebut sudah terikat atau belum.

Selain itu, bibit bebet bobotnya dari si gadis juga diobservasi. Biasanya Mammanu'-manu' diwakili oleh perempuan dari keluarga laki-laki yang dianggap mampu untuk melakukan hal tersebut. Jika belum terikat, maka dilanjutkan proses penyampaian lamaran.

2. Madduta/Massuro: Penyampaian lamaran

Pada tahap, pihak laki-laki menyampaikan maksud lamarannya (Madduta=Bugis, Massuro=Makassar), jika diterima, dilanjutkan ke proses berikutnya yakni Mappetuada.

Saat ini, proses Mammanu'-Manu' dan Madduta seringkali dilakukan bersamaan agar lebih memudahkan.

3. Mappetuada: Peresmian Lamaran (Tunangan)

Mappettuada berasal dari kata "mappettu" yang berarti memutuskan dan kata "ada" yang berarti perkataan. Jadi mappettuada berarti memutuskan perkataan tentang pernikahan.

Proses ini adalah pembahasan paling menentukan lanjut tidaknya sebuah pernikahan, yakni uang Panai’ yang disebut dengan “Mappenre Dui” (Bugis) atau “Appanai Leko Caddi” (Makassar)

Pada tahap ini juga ditetapkan hari baik, konsep dekorasi, hiburan untuk acara pesta perkawinan yang merupakan kesepakatan kedua belah pihak.

4. Mappasili’/ Cemme Passih dan Mappasau botting: Prosesi siraman

Selanjutnya adalah mappasau botting, yakni merawat calon pengantin. Proses ini biasanya berlangsung selama tiga hari berturut-turut sebelum hari H.

Calon mempelai wanita menjalani perawatan tradisional seperti mandi uap dan menggunakan kosmetik alami.

Perawatan tersebut ditutup dengan Cemme Passih yakni mandi tolak bala agar perlindungan Tuhan senantiasa menyertai. Upacara ini umumnya dilakukan pada pagi hari, sehari sebelum hari H.

5. Ma’panre Temme dan Mappacci: Pembacaan Al-Qur’an dan Barazanji

Sehari sebelum hari “H” berlangsung, acara “malam pacar” yang disebut Mappacci (Bugis) atau “Akkorontigi” (Makassar) akan dilakukan.

Pada tahap ini, calon pengantin baik pria maupun wanita (biasanya mengenakan pakaian adat Baju Bodo) duduk bersila menunggu keluarga atau kerabat lainnya yang datang mengoleskan daun pacar ke tangan mereka sambil diiringi doa-doa untuk kebahagiaan mereka.

Selain itu, khataman Al-Qur'an dan pembacaan Barazanji juga dilakukan pada tahap ini.

6. Mappenre Botting/ Appanai Leko Lompo: AKAD NIKAH

Pengantin pria diberangkatkan dari rumahnya (Mappenre Botting = Bugis/ Appanai Leko Lompo = Makassar) yang diiringi oleh kerabat yang membawa barang seserahan “erang-erang‟ menuju rumah mempelai wanita.

Setibanya di rumah mempelai wanita, Akad Nikah pun dilangsungkan, mempelai pria mengucapkan ijab kabul dihadapan penghulu disaksikan oleh keluarga dan kerabat lainnya.

Setelah proses pernikahan selesai, para pengantar dipersilakan menikmati hidangan yang telah dipersiapkan dan tentunya salah satu lagu wajib Balo’ Lipa’ seringkali mengiringi.

7. Mappasikarawa: Sentuhan pertama suami pada istrinya untuk pertama kali

Selesai ijab Kabul, mempelai pria akan dibimbing untuk masuk ke kamar pengantin dan bertemu dengan istrinya secara resmi.

Sebelum memasuki kamar, biasanya ada ritual ketuk pintu. Ketuk pintu ini dimaksudkan untuk meminta ijin ke pihak keluarga mempelai wanita agar diperbolehkan masuk.

Setelah memasuki kamar, kemudian dilakukan ritual Mappasikarawa, yakni sentuhan pertama dari suami ke istrinya. Sentuhan ini biasanya dilakukan dengan menyentuh ubun-ubun, pundak, dada atau perut.

Biasanya sentuhan tersebut lebih disukai ke pundak yang melambangkan hubungan sejajar antara suami dan istri di dalam rumah tangga.

8. Mapparola: Kunjungan pihak wanita ke rumah pihak mempelai pria

Selanjutnya adalah Mapparola. Biasanya sehari atau sesuai kesepakatan kedua belah pihak untuk selanjutnya ke rumah mempelai pria dengan iring-iringan yang tak kalah meriahnya.

Di rumah mempelai pria juga diadakan pesta resepsi pernikahan yang mengundang para kerabat, tetangga dan teman - teman dari pihak keluarga pria.

Mengutip Buku Mempertahankan Tradisi di Tengah Krisis Moralitas (2020), dari 8 tahap di atas, ada beberapa tahapan yang tidak lagi dilaksanakan dengan berbagai alasan seperti faktor efisiensi ekonomi yang dirasa memberatkan.

Selain itu, beberapa ritual dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam dan tidak lagi relevan dengan zaman seperti tradisi Pakkio’ Bunting (menyambut pengantin pria dengan syair-syair Makassar)

Mengutip laman Kemenag Sulsel bahwa tradisi tersebut nyaris tak pernah lagi terlihat karena regenerasi pelantun tidak berjalan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Achmad Faizal lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Achmad Faizal.

Terima kasih telah membaca sampai di sini