Filosofi Boboko yang Dijual Rp500 Ribu di Islandia

Filosofi Boboko yang Dijual Rp500 Ribu di Islandia
info gambar utama

Ada lagi satu barang tradisional Indonesia yang dipasarkan ke luar negeri dan mencuri perhatian masyarakat, yakni boboko.

Sebenarnya penjualan barang atau karya kerajinan tanah air yang berhasil menembus pasar internasional sudah bukan hal baru. Namun hal tersebut kerap tetap ramai diperbincangkan, lantaran adanya perubahan harga drastis dari yang tadinya hanya berada di kisaran kurang dari Rp50 ribu, namun berubah menjadi 10 kali lipat atau lebih dari Rp500 ribu.

Seperti salah satu cuitan yang ramai di media sosial Twitter belum lama ini, seorang WNI yang berada di Islandia membagikan penemuannya, mengenai sebuah boboko yang dijual seharga 34,99 euro atau sekitar Rp563 ribu.

Di Indonesia sendiri boboko menjadi hal yang lumrah dan banyak dijumpai, serta dijual dengan harga terjangkau.

Dihargai tinggi di luar negeri, seperti apa sebenarnya penggunaan dan makna boboko di tanah air?

Tampah dari Indonesia, Jadi Karya Seni yang Dijual Seharga Jutaan di AS

Makna kesempurnaan bagi masyarakat Sunda

Boboko | Azel's Studio/Shutterstock
info gambar

Meski identik dan banyak ditemui dalam setiap jamuan makanan tradisional khas Sunda, bahkan di sejumlah rumah makan atau restoran Sunda modern, namun penggunaan boboko sebenarnya juga banyak ditemui di daerah lain.

Penamaan dari perabotan tradisional ini pun beragam, ada yang menyebutnya tumbu bambu, namun secara umum banyak juga yang mengenal barang satu ini dengan sebutan bakul. Terbuat dari serat bambu, ciri khas dari boboko adalah wujudnya yang bisa terbentuk berkat proses anyaman oleh para pengrajin di daerah.

Umumnya, boboko biasa digunakan sebagai wadah nasi. Sebelum adanya peralatan modern seperti rice cooker, nasi yang dimasak secara tradisional jika sudah matang akan ditempatkan pada wadah ini.

Bukan sekedar wadah nasi biasa, bagi masyarakat sunda terdahulu tepatnya Sunda Wiwitan, boboko rupanya memiliki makna tersendiri.

Mengutip penelitian berjudul Boboko Sebagai Simbol Kesempurnaan: Memahami Makna Bentuk Dasar dalam Budaya Sunda karangan Jamaludin dari Institut Teknologi Nasional Bandung, diketahui jika bagi masyarakat Sunda Wiwitan, boboko selama ini menyimbolkan tiga bentuk yang mengandung peribahasa dan memiliki makna kesempurnaan.

Sebagai gambaran, pada satu wadah boboko bentuk lingkaran dapat dengan mudah dilihat dari bagian mulutnya. Setelah itu, ada bentuk segitiga yang tergambar dari bagian badan dari atas hingga ke bawah. Terakhir, ada bagian segiempat yang terbentuk pada kaki boboko.

Bentuk dasar boboko | Jurnal Jamaludin, Institut Teknologi Nasional Bandung
info gambar

Tiap tiga bentuk itulah yang memiliki makna kesempurnaan masing-masing. Bentuk dasar lingkaran pada boboko misalnya, diyakini memiliki makna kesempurnaan iman atau spiritualitas. Kemudian bentuk dasar segitiga diyakini memiliki makna kesempurnaan tempat, dan terakhir bentuk dasar persegi melambangkan kesempurnaan perilaku.

Di sisi lain, masyrakat Sunda tradisional juga rupanya memiliki kepercayaan kosmologis pada dewi padi yang disebut Pohaci Sang Hyang Asri. Penggunaan bentuk persegi pada bagian boboko dipandang perlu untuk dua tujuan.

Pertama, tujuan untuk unsur fungsi yaitu higienis. Sebagai wadah makanan pokok, diperlukan wadah yang berjarak dengan lantai atau tempat wadah tersebut disimpan untuk kebersihan makanan.

Kedua unsur simbolik, tempat Pohaci Sanghyang Asri atau hasil limpahan berupa nasi, beras, atau padi haruslah wadah yang layak dan berbeda dengan wadah lainnya. Boboko diberi kaki agar nasi berjarak dengan tanah atau tempat wadah tersebut diletakkan.

Dengan adanya kaki persegi pada boboko, nasi sebagai simbol Pohaci Sanghyang Asri ditinggikan tempatnya sebagai bentuk penghormatan.

Anyaman Bambu yang Hampir Tertinggal, di Tengah Semua Serba Plastik

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

Terima kasih telah membaca sampai di sini