Kepingan Surga di Tengah Perkotaan Yogyakarta

Kepingan Surga di Tengah Perkotaan Yogyakarta
info gambar utama

WritingChallengeKawanGNFI #CeritadariKawan #NegeriKolaborasi #MakinTahuIndonesia

Sewaktu takdir berkata supaya saya menetap lebih lama di Yogyakarta karena urusan pekerjaan, keluarga besar saya langsung bergruduk meminta rekomendasi tempat wisata di sekitar domisili terbaru saya. Saya pun otomatis menyebut Malioboro, Pantai Parangtritis, Gunung Merapi, dan Alun-alun Kidul. Sontak wajah mereka menunjukkan perubahan, yang tadinya mimik mereka penuh antusias mendadak datar sedatar-datarnya.

“Tidak ada yang lain apa? Sudah bosan ke sana mulu setiap kali ke Yogyakarta!”

Keempat wisata di atas memang sudah menjadi destinasi wajib bagi setiap orang yang melipir ke Yogyakarta. Setiap kali sekolah mau mengadakan study tour misalnya, pihak sekolah pasti akan menempatkan destinasi keempatnya sebagai daftar pilihan teratas. Ini masih dalam lingkup sekolah, belum lagi ketika ada liburan panjang, keempatnya pun lagi-lagi dikunjungi oleh setiap keluarga yang ingin menghabiskan waktu di sana termasuk keluarga saya.

Malioboro, tempat wisata yang sudah sangat sering dikunjungi | Sumber: Dokumentasi Pribadi
info gambar

Sampai kemudian, ketika saya sedang bersepeda pagi di hari Minggu, saya tak sengaja menemukan kepingan surga yang selama ini saya abaikan. Kepingan surga itu letaknya tidak jauh dari Alun-alun Kidul dan tentu saja tidak begitu jauh dari domisili saya. Kampung Wisata (Kamwis) Rejowinangunlah yang saya maksud.

Jangan salah sangka dulu, meskipun disebut ‘kampung’ tapi sebenarnya letaknya berada di area perkotaan.

Kenapa saya menyebutnya kepingan surga? Apa sih menariknya dari sebuah kota selain kemacetan parah, suara klakson membisingkan, sampai pengamen-pengamen bar-bar? Mungkin sebagian dari kalian akan berpikir demikian, termasuk saya. Apalagi saya sudah tujuh tahunan tinggal di kota besar provinsi, sudah hafal betul tipikalnya.

Lain lagi dengan Rejowinangun, ketika baru pertama kali tiba di Kamwis Rejowinangun, saya tidak merasakan aroma-aroma kota yang tidak menyenangkan, saya malah disambut dengan jalanan bagus dan ramah bagi penyintas difabel karena ada penanda timbul berwarna kuning untuk memandu jalan mereka. Selain itu, saya melihat ada jalur peseda.

Area Rejowinangun yang banyak penanda jalur sepeda | Sumber: Dokumentasi Pribadi
info gambar

Keterkejutan saya bertambah ketika menghampiri setiap sudut tempat yang bersihnya minta ampun. Saya tidak menemukan secuil pun sampah berserakan. Lukisan-lukisan mural menambah kesan saya. Saya benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama. Maka tidak heran jika Kamwis Rejowinangun mendapat penghargaan dari Kemenparekraf dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 dengan menyabet juara dua kategori Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability (CHSE), mengalahkan wisata-wisata populer lainnya di Indonesia.

Sudah bersih, cantik pula | Sumber: Dokumentasi Pribadi
info gambar

Di tengah masa-masa pemulihan pandemi seperti ini, kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kestabilan lingkungan menjadi poin penting bagi wisatawan.

Lantas apa daya tarik Kamwis Rejowinangun sehingga cocok dijadikan destinasi wajib di Yogyakarta selain yang sudah saya sebutkan sebelumnya?

Kampung Wisata Rejowinangun ini memiliki lima klaster unggulan wisata yang sulit dijumpai di daerah lain. Ada klaster herbal, kuliner, budaya, agrowisata, dan kerajinan. Sungguh sangat lengkap, bukan?

Klaster herbal bisa ditemukan di RW 08-09. Terdapat berbagai macam tanaman herbal yang nantinya diolah menjadi aneka produk jamu. J’ger atau Jamu Gendong Rejowinangun merupakan salah satu produk unggulannya. Kalian bisa melihat secara langsung proses pembuatan jamu dan bisa dipraktikkan di rumah. Saya pun akan berani berkata begini, calon mertua dijamin tidak akan ragu memilihmu jika kamu jago membuat racikan jamu.

Tanda arah jalan menuju klaster herbal | Sumber: Dokumentasi Pribadi
info gambar

Klaster berikutnya adalah klaster agro yang berada di RW 11-13. Pemandangan serba hijau akan memanjakan mata. Kata siapa wilayah perkotaan identik dengan pohon-pohon beton menjulang tinggi, Rejowinangun lain lagi.

Tanaman hijau menyambut di kluster agro | Sumber: Dokumentasi Pribadi
info gambar

Klaster agro dihuni oleh beberapa pelaku UMKM di bidang persayuran. Kalian bisa memetik sayur segar dari tanamannya langsung. Selain itu tersedia pula jasa instalansi hidroponik bagi yang ingin menerapkan gaya hidup sehat di rumahnya dengan sayur-sayuran segar.

Selanjutnya ada klaster budaya di RW 01-05. Kalian bisa menyaksikan berbagai pertunjukkan khas Yogyakarta dan sekitarnya di sini, sebut saja mau apa? Karawitan? Tari Edan-edanan? Macopat? Keroncong? Atau gejog lesung? Semuanya ada.

Kamwis Rejowinangun juga menyediakan kursus singkat setiap minggunya bagi yang ingin mendalami budaya dan kesenian Yogyakarta khususnya tari-tarian. Sebuah oleh-oleh yang tak ternilai harganya, bukan?

Tak lengkap rasanya berkunjung ke Kamwis Rejowinangun tanpa mencicipi hidangan khasnya. Adalah bakmi Mbah Gito, hidangan bakmi khas Yogyakarta yang sudah cukup melegenda. Warung bakmi Mbah Gito ini terletak persis di seberang Tempat Pemakaman Umum (TPU). Jangan memikirkan hal-hal berbau ghaib dulu di sini karena kelezatan bakmi akan membuat kalian justru melayang-layang dalam imajinasi.

Penampakan warung bakmi Mbah Gito di Kamwis Rejowinangun yang sudah sangat terkenal | Sumber: Dokumentasi Pribadi
info gambar

Selain bakmi Mbah Gito, ada pula spot kuliner lainnya seperti sate, bakso, angkringan, jajanan pasar, gudeg, dan beberapa kafe. Rasanya tidak akan cukup seharian menghabiskan makanan di klaster kuliner Kamwis Rejowinangun saking banyaknya pilihan.

Terakhir yang juga wajib dikunjugi ketika berkunjung ke Kamwis Rejowinangun adalah klaster kerajinan. Jika klaster kuliner berada di RW 10, maka klaster kerajinan berada di RW 7.

Klaster kerajinan sengaja saya taruh di daftar paling akhir karena kalian akan melihat sederet buah tangan yang bisa-bisa membuat dompet kalian terkuras habis. Bukan karena harganya yang selangit, melainkan karena ada banyaknya pilihan kerajinan tersedia, sebut saja jaket kulit, wayang kulit, aneka tas, blangkon khas Yogyakarta, batik jumputan, miniatur khas Yogyakarta, sabun dari minyak jelantah, dan masih banyak lagi lainnya.

Produk-produk di klaster kerajinan ini semuanya dibuat oleh tangan-tangan kreatif masyarakat Kamwis Rejowinangun. Hasilnya tentu saja tidak kalah dengan produk buatan pabrik. Apalagi semuanya adalah produk lokal, makin bangga deh memakainya.

Kini jika ada kerabat atau teman dekat bertanya soal destinasi wisata di seputar Yogyakarta, saya tidak akan ragu lagi menjawab Kamwis Rejowinangun. Saya pun sudah ada bahan untuk dijadikan cerita untuk mereka melalui tulisan sederhana ini. Karena tidak ada wisata selengkap Kamwis Rejowinangun yang pernah saya jumpai sejauh ini. Berwisata dapat ilmu, pengalaman, rasa kenyang, hasil jepretan bagus, dan oleh-oleh, kenapa tidak?

Ini cerita baik dari daerah saya, mana cerita baik dari daerah kalian?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini