Tenun Sutra yang Berharga bagi Masyarakat Bugis dalam Pergumulan Kehidupan

Tenun Sutra yang Berharga bagi Masyarakat Bugis dalam Pergumulan Kehidupan
info gambar utama

Sarung tenun sutra telah menjadi identitas suku Bugis. Hal ini tidak hanya menjadi sebuah saksi sejarah kehidupan pemakaianya, tetapi sarung sutra juga menunjukkan pergulatan hidup para pembuatnya.

Dimuat dari Kompas, suku Bugis masih menerapkan tradisi ini salah satunya dalam pernikahan. Bukan hanya saat dalam acara pernikahan, tetapi juga ketika mengundang para kerabat untuk datang ke acara penting ini.

Misalnya, Hariana yang saat itu menyorongkan undangan pernikahan yang terselip di atas wadah logam bulat yang separuhnya terbungkus kain kepada Kandarong. Saat itu Kandarong meminta tamunya tak mendekati rumahnya karena sedang banjir.

Tenun Troso, Tenun Ikat Tradisional Kebanggaan Jepara

Hariana saat itu mengenakan baju bodo berwarna kuning bergaris hijau dengan bawahan sarung tenun kuning bergaris horizontal dengan hiasan subbi belah ketupat dan daun semanggi.

Sementara pasangannya, Wardi mengenakan jas tutup kuning yang dipasangkan dengan sarung coklat dan tumpal bentuk canggih serta bersongkok. Sebuah kebiasaan masyarakat Bugis, termasuk Wajo untuk menyerahkan undangan pernikahan dengan penuh hormat.

“Orang yang menyerahkan undangan, seperti Hariana dan Wardi, berpakaian adat berupa sarung tenun dipadukan dengan baju bodo atau waju ponco bagi perempuan dan jasa tutup bagi pria,” papar Sri Rejeki dalam Wastra Nusantara: Bisik Merdu Sarung Sutera.

Tenun bagi Bugis

Pada zaman duhulu, sarung yang dipakai terbuat dari tenun sutra. Begitu pun baju bodonya. Orang Wajo percaya kemampuan menenun mereka seumur keberadaan Wajo yang kini mencapai 615 tahun.

Peneliti tenun dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Shaifuddin menyebut inilah sarung tenun sutra yang sudah menjadi kebanggaan dan simbol prestise bagi kalangan masyarakat Bugis.

Semakin kaku sarung sutra, semakin disuka. Gesekan kain sarung yang menimbulkan bunyi seakan bisik merdu di telinga. Itu sebabnya, jelas Shaifuddin, sarung sutra tak pernah dicuci setelah dipakai.

Keindahan Tenun Cual, Kain Khas Bangka Belitung yang Punya Harga Fantastis

Disarankan olehnya, agar tetap kaku, sarung hanya diangin-anginkan dan diberi pemberat saat dijemur agar tidak kusut. Alasan lain, warna sarung akan luntur dan seratnya bisa rusak jika dicuci secara biasa.

“Ada dua benda yang menjadi simbol prestise di keluarga Bugis, yaitu emas dan sutra. Dahulu, raja memberikan penghargaan dengan emas dan sutra,” katanya.

Menjadi industri

Perajin tenun sutra banyak terdapat di Wajo, selain tersebar di Kabupaten Sidrap, Soppeng, dan Bone, juga terdapat di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Di Wajo para petenun bekerja di kolong-kolong rumah panggung dengan ATBM atau walida.

Orang Wajo percaya kemampuan menenun mereka seumur keberadaan tempat tinggalnya yang telah mencapai 615 tahun. Perkenalan dengan sutra diperkirakan berasal dari interaksi dengan pedagang Tiongkok yang ditandai dengan ditemukannya kuburan.

“Ada lagu rakyatnya, ‘Ri tosora mane mita. Pattennung tali bennang. Allana tea makkalu. Makkalu sisabbe bura' (kita lihat di Tosora, ada petenun tali benang. Menggulung benang di lingkaran. Melingkar akhirnya jadi sarung),” ujar Rismawati, warga di Desa Tosara.

Peta Sebaran Wilayah dengan UMK Kain dan Tenun Terbanyak di Indonesia

Ketua Program Studi Kerajinan Institut Teknologi Bandung Kahfiati Kahdar, dalam penelitiannya tentang corak lippa Bugis menyebutkan sarung tenun mulai berkembang di Wajo pada 1436, tak lama setelah berdirinya kerajaan Wajo pada 1399.

Diperkirakan ada lebih dari 5.000 petenun di Wajo, berdasarkan data Dinas dan Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wajo, pada 2014, terdapat 58 alat tenun mesin (ATM), 227 alat tenun bukan mesin (ATBM), dan 4.983 gedogan.

“Ribuan orang terlibat di industri ini, dari pemeliharaan ulat sutra, pemintalan benang, hingga petenun. Untuk menyiapkan benang lusi saja, misalnya dibutuhkan 10 orang,” tulis Sri Rejeki.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini