Akulturasi Budaya dalam Sepiring Timlo Solo

Akulturasi Budaya dalam Sepiring Timlo Solo
info gambar utama

Mendengar kata Solo, Kawan pasti membayangkan keindahan keraton, bukan? Bangunan masa lalu ini berdiri dengan keartistikannya dan menyimpan banyak sejarah. Dikutip dari Adjar.grid.id Solo atau Kota Surakarta adalah pusat pemerintahan dua kerajaan yang terkenal di Pulau Jawa, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegara. Kedua keraton tersebut memiliki kekuasaan dan penguasa yang berbeda.

Menjadi pusat pemerintahan dua monarki, membuat kota Solo kaya akan perbendaharaan makanan. Sejak jaman dulu, kuliner menjadi unsur penting dalam tradisi kerajanan. Dari makanan sehari-hari yang disajikan untuk keluarga raja sampai makanan untuk perjamuan tamu-tamu kerajaan. Semuanya harus memiliki cita rasa yang istimewa. Tak heran jika kerajaan memiliki banyak juru masak yang handal.

Selain itu, daerah ini juga menjadi pusat dua buah kerajaan mengundang suku bangsa lain untuk bermukim di Surakarta. Di antaranya adalah suku bangsa Cina dan Arab yang terkenal dengan perdagangannya.

Kedatangan suku bangsa lain itulah yang menciptakan akulturasi budaya atau dengan kata lain bercampurnya dua kebudayaan atau lebih dan saling mempengaruhi. Dan contoh akulturasi budaya salah satunya ada pada sepiring timlo.

Melansir dari Regional Kompas timlo kota Solo berasal dari tradisi makan berkuah di kalangan etnis Tionghoa, yang bernama sup kimlo. Dalam perjalanan waktunya, terjadi perubahan penyebutan nama. Kimlo dilafalkan orang Jawa menjadi timlo, yang pada akhirnya menjadi sebutan umum di kalangan masyarakat Jawa.

Jika dilihat secara sekilas, timlo mirip dengan sup atau soto, karena memakai ayam kampung dengan kaldunya yang bening dan segar. Namun, karena berasal dari etnis Tionghoa, timlo memiliki isinya khas berupa soon, jamur kuping yang dipadukan dengan telur, hati, ampela yang dipindang, serta sosis yang sedap. Namun, yang satu ini bukan sosis daging yang populer saat ini ya, Kawan!

Sosis pada timlo khas Solo mirip dengan lumpia kuliner khas Semarang. Kulitnya terbuat dari tepung terigu, kanji, susu, dan telur yang dibuat adonan. Adonan tersebut kemudian dituangkan tipis dalam wajan anti lengket. Selanjutnya diisi dengan cincangan daging ayam yang ditumis. Langkah terakhir adalah menggorengnya dalam minyak banyak hingga kering.

Adapun bumbu yang digunakan dalam pembuatan kuah timlo mirip dengan bumbu sop yaitu bawang putih, bawang merah, dan merica yang ditumbuk halus. Ada juga taburan bawang yang sudah digoreng pada timlo siap saji yang menambah sedapnya aroma.

Coba Kawan bayangkan, kaldu ayam yang berpadu dengan isian suun, jamur kuping, telur, hati, ampela, dan sosis... tentu sangat memanjakan lidah. Rasa segar dari kaldu ayam, gurih dari sosis, dan manis dari pindang telur berpadu menjadi satu. Timlo adalah hidangan yang bersahabat sekali dengan penderita gangguan lambung. Namun, jangan khawatir bagi Kawan yang menyukai rasa pedas, sebab bisa ditambahkan sendiri dengan sambal.

Timlo biasanya disajikan dengan nasi putih. Bisa dicampur atau dipisah. Kuliner ini biasa menjadi pilihan untuk sarapan, makan siang, atau makan malam yang menggugah selera.

Rumah Makan Penjual Timlo
info gambar

Sebagai kuliner khas Solo, timlo bisa Kawan temukan di banyak tempat, dari restoran sampai warung tenda. Salah satunya adalah rumah makan Bu Evi yang terletak di Jalan Sultan Syahrir No 91 Widuran Solo.

Rumah makan ini menyediakan tempat makan yang cukup lapang dan nyaman. Harganya juga cukup terjangkau. Timlo campur bisa didapatkan hanya dengan merogoh kocek 15 ribu rupiah saja. Rumah makan tersebut juga menyediakan teman makan timlo, seperti tahu bacem, tahu goreng, tempe goreng, dan sate kerang. Tentunya disediakan juga minuman seperti teh atau jeruk hangat.

Bagaimana apakah kawan tertarik mencobanya? Setelah menikmati pemandangan keraton yang artistik, mari manjakan lidah dengan menikmati sepiring timlo. Ada akulturasi budaya di sana dan ada kesegaran yang tak terlupakan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DY
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini