Biografi Raden Dewi Sartika, Pahlawan Pendidikan Perempuan

Biografi Raden Dewi Sartika, Pahlawan Pendidikan Perempuan
info gambar utama

Kenali Raden Dewi Sartika, Pahlawan pendidikan perempuan di Indonesia. Baca selengkapnya di sini!

Raden Dewi Sartika atau yang dikenal dengan julukan Djuragan Dewi merupakan tokoh pejuang wanita yang lahir di Cicalengka, Bandung, Jawa Barat pada 4 Desember 1884.

Raden Dewi Sartika memainkan peran penting dalam membuka pintu pendidikan bagi perempuan di Indonesia pada masa kolonial Belanda. Melalui dedikasi dan keberaniannya, ia dianugerahi gelar Orde van Oranje-Nassau pada ulang tahun ke 35 tahun Sekolah Kaoetamaan Isteri (Sakola Istri). Namanya juga diabadikan sebagai nama jalan di sekitar sekolah tersebut, dan pada tanggal 1 Desember 1966, Raden Dewi Sartika diakui sebagai Pahlawan Nasional.

1. Lahir dari Keluarga Pejuang Kemerdekaan

Dewi Sartika adalah putri dari pasangan ayah Raden Somanagara dan ibu Raden Ayu Rajapermas. Saat menjadi patih di Bandung, Somanagara pernah menentang Pemerintah Hindia-Belanda dan akibatnya, ia diasingkan ke Ternate. Dewi Sartika tumbuh bersama saudara-saudaranya, yaitu Raden Somamur, Raden Yunus, Raden Entis, dan Raden Sari Pamerat.

Setelah ayahnya wafat, Dewi Sartika diasuh oleh pamannya, yang merupakan kakak dari ibunya dan menjabat sebagai patih di Cicalengka. Dari pamannya, ia mendapatkan pengetahuan tentang kebudayaan Sunda, sementara wawasan tentang kebudayaan Barat diperolehnya dari seorang nyonya Asisten Residen yang berkebangsaan Belanda.

2. Masa Muda Dewi Sartika

Dewi Sartika menempuh pendidikan di Cicalengka. Di sekolah, ia dikenal sebagai murid yang cerdas. Setelah pulang sekolah, ia sering mengajak beberapa gadis anak pelayan dan pegawai rendahan pamannya untuk bermain "sekolah-sekolahan."

Raden Dewi Sartika didaftarkan di sekolah oleh ayahnya, meskipun pada masa itu pendidikan untuk anak perempuan, bahkan dari kalangan priyayi, masih sangat jarang. Pemerintah Belanda mendirikan sekolah kelas satu khusus untuk anak-anak priyayi dari keluarga berada. Setelah politik etis diterapkan pada tahun 1900, sekolah kelas satu ini berkembang menjadi Hollandsch Inlandsche School (HIS) atau sekolah dasar.

Saat remaja, Dewi Sartika belajar berbagai keterampilan dasar seperti memasak, menjahit, menata meja, melayani orang tua saat makan, menyulam, dan sopan santun. Dewi Sartika mempelajari bahasa Belanda, bahasa Inggris, dan berbagai ilmu lainnya saat bersekolah di HIS. Sayangnya, pendidikannya harus terhenti karena ayahnya dituduh mencoba membunuh Bupati Bandung yang baru, yaitu R.A.A. Martanagara.

3. Gagasan Dewi Sartika Mengenai Pendidikan Perempuan

raden dewi sartika
info gambar

Kedudukan perempuan dalam masyarakat Indonesia mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dulu perempuan pernah memiliki posisi yang cukup tinggi.

Penurunan kedudukan perempuan dalam masyarakat Sunda disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, pada masa Kerajaan Mataram, feodalisme berkembang dengan menempatkan istri sebagai lambang status seorang pria, sehingga perempuan yang awalnya adalah subjek berubah menjadi objek.

Kedua, kedatangan agama Islam dan kesalahpahaman masyarakat terhadap konsep perempuan dalam Islam, di mana kebiasaan orang Arab yang menganggap perempuan lebih rendah daripada laki-laki dianggap sebagai ajaran Islam.

Selanjutnya, ada beberapa tradisi seperti perkawinan yang cenderung merugikan perempuan, seperti kawin paksa, kawin gantung (pernikahan anak-anak), perceraian sepihak, serta faktor perekonomian bangsa Indonesia yang memburuk pada masa kolonial, terutama pada abad ke-19.

Dari sinilah muncul tekad kuat untuk memperjuangkan emansipasi perempuan. Dewi Sartika berkeinginan untuk mendirikan sekolah perempuan dan mengajarkan pelajaran agama Islam. Emansipasi wanita lebih tepat diarahkan pada peningkatan kerjasama dengan memberikan pemahaman dan kesadaran mengenai hak dan kewajiban masing-masing.

4. Perjuangan Raden Dewi Sartika dengan Sekolah Istri

Sejak kecil, Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat sebagai pendidik dan semangat untuk mencapai kemajuan. Kegemarannya semasa kecil di Cicalengka tetap melekat dalam dirinya, bahkan ia memiliki cita-cita untuk mendirikan sekolah bagi anak-anak gadis.

Niat tersebut ia sampaikan kepada ibunya dan beberapa orang lainnya, tetapi mereka tidak memberikan tanggapan yang positif. Mereka tidak menghalangi keinginan Dewi namun juga tidak memberikan dukungan. Beruntung Dewi mendapat dukungan dari kakeknya, R.A.A. Martanegara yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bandung. Dukungan serupa juga diberikan oleh Den Hamer, Inspektur Kantor Pengajaran.

Dengan bantuan dari kedua orang tersebut, pada tanggal 16 Januari 1904, sebuah sekolah seperti yang dicita-citakan oleh Dewi Sartika akhirnya dibuka.

Baca juga: Perjuangan R.A Kartini, Kisah Sejarah Sang Pemantik Emansipasi Wanita

5. Pernikahan Dewi Sartika

Pada tahun 1906, Raden Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata. Dari pernikahannya itu, mereka dikaruniai seorang putra bernama R. Atot, yang kemudian menjadi Ketua Umum BIVB, sebuah klub sepak bola yang menjadi awal mula Persib Bandung.

Suami Dewi Sartika memiliki visi dan cita-cita yang sama dengannya, yaitu sebagai guru di sekolah Karang Pamulang, yang saat itu merupakan sekolah Latihan Guru.

biografi raden dewi sartika singkat
info gambar

6. Pengembangan Sekolah Keutamaan Istri dan Sekolah Raden Dewi

Pada tahun 1910, "Sekolah Isteri" berganti nama menjadi "Sekolah Keutamaan Isteri." Mata pelajarannya pun bertambah, termasuk memasak, menyetrika, mencuci, dan membatik yang dimasukkan ke dalam kurikulum. Dengan penambahan mata pelajaran ini, biaya sekolah pun meningkat, yang menjadi kekhawatiran baru bagi Dewi dan suaminya. Namun, beruntung pemerintah memberikan subsidi kepada "Sekolah Keutamaan Isteri" tersebut.

Pada tahun 1911, "Sekolah Keutamaan Isteri" diperluas sehingga sekolah tersebut dibagi menjadi dua bagian: bagian pertama menggunakan Bahasa Sunda sebagai bahasa pengantarnya, dan bagian kedua menggunakan Bahasa Belanda dan Bahasa Melayu (Indonesia) sebagai bahasa pengantarnya.

Kegiatan yang dilakukan oleh Dewi Sartika ini menarik perhatian beberapa wanita di tempat lain di Jawa Barat, serta menarik perhatian Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Cita-cita Dewi Sartika telah terwujud. Permainan sekolah-sekolahan yang dulu ia mainkan di Cicalengka saat kecil, kini benar-benar menjadi kenyataan. "Sekolah Raden Dewi" telah diakui oleh pemerintah dan dihargai oleh masyarakat.

Dengan adanya gedung baru, tantangan pun semakin besar. Mutu sekolah harus selalu ditingkatkan. Mata pelajaran "perawatan orang sakit" dimasukkan ke dalam kurikulum, dan Zuster van Arkel diberi tugas untuk mengajarkan mata pelajaran tersebut. Setiap tahun ajaran baru dimulai, diadakan perpisahan dengan murid-murid yang telah tamat.

Baca juga: Lasminingrat, Perempuan Intelektual Pertama Sebelum Kartini dan Dewi Sartika

7. Wafatnya Dewi Sartika

Dewi Sartika wafat pada tanggal 11 September 1947 di Tasikmalaya. Jenazahnya dimakamkan dengan upacara pemakaman yang sederhana di pemakaman Cigagadon, Desa Rahayu, Kecamatan Cineam.

Tiga tahun kemudian, jenazahnya dipindahkan dan dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Kabupaten Bandung.

8. Penghargaan Gelar Pahlawan Raden Dewi Sartika

Pemerintah RI menghargai jasa-jasa Raden Dewi Sartika berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 252 Tahun 1966 tanggal 1 Desember 1966, Dewi Sartika dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Baca juga: Mengenal Inggit Garnasih, Sosok yang Diajukan Pemprov Jabar untuk Jadi Pahlawan Nasional

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Meita Astaningrum lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Meita Astaningrum.

MA
RP
IF
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini