Lembah Harau, Tebing Asli Indonesia Bak Pedesaan Swiss

Lembah Harau, Tebing Asli Indonesia Bak Pedesaan Swiss
info gambar utama

Pulau Sumatra memiliki berbagai wisata alam dengan pesona yang luar biasa indah serta mengagumkan, bahkan tak kalah dari sejumlah negara yang dikenal memukau di luar sana. Salah satunya destinasi wisata yang dimaksud adalah Lembah Harau atau Harau Valley.

Tempat ini berlokasi di dekat Kota Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Koto, Provinsi Sumatra Barat. Lembah Harau diapit oleh dua bukit cadas terjal dengan ketinggian mencapai 150 meter, yang berupa batu pasir terjal berwarna-warni.

Menurut beberapa ahli geologi, dahulunya Lembah Harau merupakan sebuah lautan. Hal tersebut didukung dengan banyak ditemukannya berbagai endapan yang belum terganggu berada di daratan. Karenanya, secara teoritis bisa disimpulkan bahwa daerah itu dulunya laut.

Pernyataan di atas didukung oleh survei tim geologi Jerman (Barat) yang meneliti jenis batuan di Lembah Harau pada tahun 1980. Dari hasil survey tim tersebut, dapat diketahui bahwa bebatuan yang ada di perbukitan Lembah Harau adalah batuan Breksi dan Konglomerat, di mana merupakan jenis batuan yang umumnya terdapat di dasar laut.

Beberapa hal menarik dari Lembah Harau adalah adanya sebuah monumen peninggalan Belanda yang terletak di kaki air terjun Sarasah Bunta. Lain itu ada pula hamparan sawah indah yang diapit oleh tebing tegak lurus dan menjulang setinggi sekitar 150-200 meter.

Kemudian terdapat cagar alam dan suaka margasatwa, di mana di dalamnya terdapat berbagai spesies tanaman hutan hujan tropis dataran tinggi yang dilindungi. Plus, sejumlah binatang langka asli Sumatra, salah satu binatang yang sering terlihat adalah monyet ekor panjang.

Di Lembah Harau juga terdapat tujuh air terjun. Beberapa di antaranya adalah Air Terjun Aka Barayun, Sarasah Donat, Sarasah Boenta, Sarasah Talang, dan Sarasah Murai. Ketinggian masing-masing air terjun berbeda, antara 50-90 meter, di mana airnya terus mengalir dari atas jurang yang membentang di sepanjang Lembah Harau.

Diyakini jika terbentuknya Lembah Harau ini disebabkan oleh patahan atau block yang turun membentuk lembah yang cukup luas dan datar. Salah satu tanda untuk melihat di mana lokasi patahan yang dimaksud adalah dengan adanya air terjun, di mana artinya ada sungai yang kemudian terpotong akibat adanya patahan turun, sehingga membentuk air terjun.

Secara geologi, batuan yang ada Lembah Harau berumur cukup tua, kira-kira sekitar 30-40 juta tahun. Batuan tua ini teksturnya sangat halus berupa serpih (besar butir lebih kecil dari pasir 1/16 mm). Selain itu, benda tersebut merupakan batuan yang banyak mengandung organic carbon, yaitu batuan yang terbentuk dari sisa-sisa organisme.

Batu Kumila, Kisah Pasangan Dikutuk yang Kini Jadi Objek Wisata di Mamasa

Menuju Lembah Harau

Perjalanan menuju Lembah Harau juga tidak begitu sulit. berjarak 47 KM dari Kota Bukittinggi dan memakan waktu perjalanan kurang lebih satu setengah jam. Tenang, selama perjalanan tersebut kawan tidak akan merasa bosan karena akan melewati empat buah sungai jernih yang siap memanjakan mata.

Bagi kawan GNFI yang ingin menginap, tenang saja. Di sekitar Lembah Harau terdapat beberapa penginapan berupa homestay dengan fasilitas cukup lengkap.

Tentu, jarak dari homestay menuju Lembah Harau tidak terlalu jauh yakni hanya sekitar tiga sampai empat kilometer. Mengena harga sewa pun cukup terjangkau, yakni mulai dari Rp300.000 hingga Rp1.700.000 per malam, tergantung banyaknya orang yang menginap dan tipe kamar yang dipilih.

Bagaimana? Sungguh menarik bukan?

Siapa sangka jika Indonesia memiliki wisata yang tak kalah indah dibandingkan objek wisata serupa di negara lain. Jadi, kawan GNFI tak perlu repot pergi ke Swiss untuk menikmati pemandangan lembah indah nan memukau mata. Cukup di sini, di Sumatra Barat, Indonesia.

Untuk Pertama Kali, Umat Buddha Rayakan Magha Puja di Candi Borobudur

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MR
KO
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini