Sanggar Lumbung Kawruh: Surga Kecil Tempat Belajar Sablon Cukil

Sanggar Lumbung Kawruh: Surga Kecil Tempat Belajar Sablon Cukil
info gambar utama

Kabupaten Gunungkidul mempunyai salah satu wisata edukasi yang selama ini hampir tidak pernah terekspos wisatawan. Namanya Sanggar Lumbung Kawruh. Dari namanya saja, Kawan bisa menduga bahwa tempat ini merupakan sarana berkumpulnya suatu komunitas, kan?

Yup, benar sekali! Bangunan kecil yang berlokasi di lereng bukit ini memang dijadikan tempat berkumpul dan belajar oleh anak-anak di Desa Petir, Kecamatan Rongkop, Kabupaten Gunungkidul. Meskipun begitu, Mas Ribut Eugh, pendiri sanggar ini yang juga seorang seniman, sangat menerima kedatangan setiap pengunjung yang ingin berkegiatan bersama di sana.

Belajar Sablon Cukil Bersama Sang Seniman

Hal pertama yang bisa dilakukan bila berkunjung ke sana adalah belajar kerajinan sablon cukil kayu yang saat ini sudah jarang kita temui di tempat-tempat lainnya. Teknik kerajinan kuno ini merupakan kekayaan budaya yang harus kita lestarikan. Pada dasarnya, sablon cukil adalah sebuah teknik sablon tradisional yang memanfaatkan papan kayu cukilan sebagai medianya.

Menurut pejelasan Mas Ribut, ada beberapa tahapan dalam proses sablon cukil ini. Pertama, kita perlu menyiapkan papan kayu MDF (Medium Density Fiber) sebagai media cap. Lalu, papan tersebut disketsa atau digambar terlebih dahulu. Papan yang sudah disketsa kemudian dicukil sesuai dengan garis sketsa. Setelah itu, papan dilapisi cat tertentu untuk dicap ke kaus atau kanvas.

Menariknya, produk hasil kerajinan tangan tersebut bisa kita bawa pulang sebagai kenang-kenangan. Selain itu, sanggar ini juga menyediakan kaus-kaus hasil sablonan bertemakan aksara jawa yang siap dijual. Bahkan, kaus itu bisa dikirim sampai luar kota. Pembeli juga bisa memesan desain sesuai keinginan, lho!

Baca juga: Keren! Ini 4 Fakta Menarik Komunitas Peduli Lingkungan Pandawara Group
Papan MDF yang Dicukil
info gambar
Kaus Produk Hasil Sablon Cukil
info gambar

Mas Ribut mengatakan bahwa di kota-kota besar, sablon cukil umumnya identik dengan media seniman untuk menyuarakan opini mereka. Namun, di sini, Mas Ribut ingin menggunakannya sebagai media untuk melestarikan budaya lokal yaitu dengan membuat desain-desain aksara jawa. Dengan harga Rp100.000-Rp120.000, kita bisa mendapatkan kaus-kaus bertemakan aksara jawa atau tema lain sesuai pesanan dengan berbagai ukuran.

Di Balik Nama "Lumbung Kawruh"

Tidak main-main, Mas Ribut yang merupakan seniman ini telah menciptakan banyak karya sablon cukil yang indah dan telah dipamerkan di berbagai kota. Ia mengaku bahwa ia ingin membagikan segala ilmu yang ia punya kepada banyak orang. Berbekal pengalamannya mendirikan beberapa komunitas di Tangerang, Mas Ribut yakin bahwa dedikasinya ini akan membawa pengaruh yang positif bagi lingkungan sekitarnya.

Itulah alasan ia memberi nama “Lumbung Kawruh” yang berarti tempat menyimpan pengetahuan. Inisiasinya tersebut didukung oleh banyak orang termasuk masyarakat sekitar, hingga sanggar ini bisa berdiri dan menjadi sumber manfaat.

Selain belajar sablon cukil, sanggar ini juga menjadi tempat belajar banyak hal lainnya, seperti musik, tari, kerajinan gelang, teknik daur ulang, bahkan saat ini mulai merambah pada produksi pengolahan pangan. Tak hanya itu, sanggar ini pun memiliki pojok baca yang berisi beraneka jenis buku dengan tujuan memfasilitasi anak-anak untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka suka.

Dengan potensi yang dimiliki, Sanggar Lumbung Kawruh ini bisa dijadikan sebagai destinasi wisata edukasi bagi para wisatawan di Kabupten Gunungkidul. Seperti yang kita tahu, selama ini, wisatawan hanya terfokus pada destinasi alamnya. Padahal, banyak pembelajaran yang kita bisa dapat jika kita mau berpetualang menjelajahi tempat-tempat edukatif yang unik, seperti Sanggar Lumbung Kawruh ini.

“Di Lumbung Kawruh, lima menit pertama, Anda tamu kami. Setelah lima menit pertama, Anda keluarga kami.” – Ribut Eugh

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini