Melacak Batik Batang yang Diduga Sudah Digunakan di Zaman Raden Wijaya

Melacak Batik Batang yang Diduga Sudah Digunakan di Zaman Raden Wijaya
info gambar utama

Batik Kabupaten Batang, Jawa Tengah hingga kini belum dipastikan kapan mulai muncul. Tetapi jejak ragam hias sebagai salah satu produk seni sudah ditemukan di Batang sejak masa pra Hindu-Buddha.

Dinukil dari Kompas, ada puluhan artefak kuno yang ditemukan sebagai petunjuk mengenai hubungan kebudayaan ini dengan peradaban pada masa Batang kuno. Misalnya motif gringsing yang ditemukan pada arca Sri Vasudhara.

Peninggalan ini telah disimpan di Museum Jawa Tengah Ronggowarsito, Semarang. Arca yang diperkirakan ini berasal dari abad ke-9 Masehi ini ditemukan di Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang.

k Bisa? Ada Batik dan Kebaya dalam Pernikahan 'Crazy Rich Thailand'

“Sri Vasudhara adalah cakti atau istri dari Dewa Wisnu yang menjadi lambang kemakmuran seperti halnya dewi padi yang dikenal di Jawa,” kata Laela Nurhayati Dewi, arkeolog Museum Jawa Tengah Ronggowarsito.

Motif Gringsing juga dikenal di beberapa daerah pesisir lainnya, seperti Pekalongan, Semarang dan Tuban. Termasuk juga di dalamnya khazanah batik Mataram dari tenun dobel ikat di Tenganan, Bali yang dikenal dengan tenun gringsing.

Jejak Raden Wijaya

GP Rouffer dan HH Junyboll dalam bukunya De Batik-Kunst In Nederlandsch-Indie En Haar Geschiedenis menjelaskan pola gringsing kemungkinan dibuat oleh para canting. Hal ini mengacu pada kitab Pararaton.

Kitab itu diceritakan bahwa pada tahun 1275, Raden Wijaya pernah membagikan celana (lancingan) batik gringsing kepada para prajuritnya sebelum pergi menyerang Daha. Ketika itu dirinya digambarkan mengenakan kain bergambar hias kawung.

 Ragam Motif Batik Lamongan yang Semarak Khas Jawa Timur Pesisiran

Menurut Rouffer bisa saja kain itu dibuat dengan teknik lukis, prada, sungkit atau batik. Tetapi melihat motifnya yang halus dan detail, diperkirakan olehnya corak ini dibuat dengan teknik batik.

“Dengan demikian, teknik batik dengan canting sudah berkembang di masa itu,” paparnya.

Jejak Mataram Kuno

Sugeng Riyanto, arkeolog dari Balai Arkeologi Yogyakarta menyatakan jejak peradaban dan interaksi dengan kebudayaan asing di Batang setidaknya sudah ada sejak abad ke 7 Masehi dengan ditemukannya Prasasti Sojomerto di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban.

Prasasti ini berbahasa Melayu Kuno dan berhuruf Pallawa serta menyebut tokoh bernama Dapunta Syailendra. Boechari, arkeolog dari Universitas Indonesia menyebutkan Syailendra adalah pendiri Wangsa Syailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.

Dijelaskan oleh Sugeng bila Jateng dan Yogyakarta disepakati sebagai pusat perkembangan peradaban Mataram Kuno, Batang dipercaya sebagai awal pertumbuhan dari Kerajaan Mataram Kuno.

“Dinamika kebudayaan Batang Kuno berlangsung dari mulai masa pra-Hindu, transisi ke masa Hindu hingga masa Kerajaan Mataram Kuno dari abad ke 8 hingga ke 10,” jelasnya.

atik Tuban, Batik Tenun Bermotif Kotak yang Mempunyai Makna Mendalam

Karena itulah berdasarkan pengaruh dan ciri khas warnanya, batik Batang dapat dibedakan dengan warna soga atau coklat yang merupakan hasil pengaruh dari Mataram. Dikenal pula batik tiga negeri yakni batik dengan warna-warna merah, biru, dan soga.

Dijelaskan oleh Kwan Hwie Liong atau William Kwan dama Batik Batangan Sogan dan Pesisiran, batik Batangan mendapatkan pengaruh dari batik Mataram atau batik Yogya dan juga batik Solo.

“Ini terlihat pada motif dan warna coklat soganya. Namun warga soga batik batang jauh lebih gelap atau pekat dibandingkan soga solo atau yogya. Demikian juga untuk motif yang menunjukkan percampuran antara Mataraman atau pesisiran,” ucapnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini