Pendakian Gunung Prau KKN UGM JT-045 Unit Kecamatan Batur, Banjarnegara

Pendakian Gunung Prau KKN UGM JT-045 Unit Kecamatan Batur, Banjarnegara
info gambar utama

Sore itu di Bulan Juli, ketika cuaca cerah sedang berkunjung ke Dieng, ketika gemerlap bintang menunjukkan jelas garis-garis gugus bintang yang dengan mudah kita akan menemukan konstelasi Crux maupun Centaurus yang menampilkan sebagian kekayaan langit selatan dan bahkan kita akan menemukan asterisme summer triangle bersinar terang di langit sebelah utara. Salah satu anggota KKN Batur menggagas pendakian ke Gunung Prau via Dwarawati, Dieng Kulon.

“Info, besok mas Agil siap memandu pendakian ke Gunung Prau,” seru Diqi dalam grup Whatsapp koordinasi subunit Dieng Kulon.

“Gas, besok pagi,” Sahut Ihsan, kormanit unit KKN Batur.

“Gas,” sahut anggota lain, Iqbal, sang dokumenter perjalanan kami.

Kegiatan pendakian tersebut sekaligus merupakan salah satu pelaksanaan program kerja pemetaan wisata yang terdapat di Desa Dieng Kulon. Ajakan pada sore hari tersebut berhasil mengumpulkan sejumlah sembilan orang yang bersedia mendaki Gunung Prau, tiga di antaranya merupakan perempuan.

Alhasil, kami langsung mencari info penyewaan alat pendakian di sekitar Gunung Prau. Bersyukur kami masih bisa menyewa beberapa alat bantu pendakian. Kami menyewa empat pasang sepatu dan mendapatkan harga tawar sebesar Rp 25.000/pasang sepatu yang sebelumnya sebesar Rp 30.000/pasang sepatu. Setelah disepakati jam dan barang yang harus dibawa, kami mengakhiri hari sedikit lebih cepat dari biasanya, berharap bangun pagi dengan stamina yang fit.

Pukul 4.00

Kami sudah bersiap-siap mengenakan pakaian tebal dan beberapa logistik yang diperlukan selama perjalanan. Kami berkumpul di satu tempat untuk sarapan sedikit mengisi kekosongan perut. Setelahnya, kami bergegas menuju basecamp Dwarawati yang tidak jauh dari pondokan kami.

Pukul 5.30

Kami sampai di basecamp Dwarawati, sebelum memulai perjalanan, kami wajib melakukan registrasi dengan mengumpulkan foto KTP setiap anggota pendaki dan merogoh uang saku sebesar Rp 30.000/orang yang melingkupi biaya retribusi, biaya kebersihan, dan asuransi.

Sesaat sebelum memulai pendakian, kami berdoa bersama mengharap keselamatan kepada Tuhan YME serta menyampaikan niat baik kami selama mendaki, yaitu mengagumi ciptaan Tuhan dan mencoba merenungkan kebesaran dan keindahan Tuhan dalam merancang alam semesta.

Gunung Prau memiliki ketinggian 2590 mdpl sedangkan ketinggian Dieng Kulon, Banjarnegara berada pada ketinggian sekitar 2000 mdpl. Meskipun hanya berbeda ketinggian 590 meter, berdasarkan pengalaman salah satu teman kami, estimasi perjalanan pendakian bisa mencapai tiga jam dan melewati tiga pos istirahat sebelum akhirnya mencapai puncak Gunung Prau.

Sepanjang jalan pendakian, kami meniti satu per satu tanjakan dan rerumputan yang menyambut. Dedaunan yang menjulang di kanan kiri setapak bak melambai memberikan kesejukan. Pemandangan pedesaan dari ketinggian relatif ±100 meter turut membersamai perjalanan kami menuju pos 1.

Mengenal Mallika, Kedelai Hitam Ikonik yang Ternyata Ciptaan Dosen UGM

Sepanjang perjalanan, Agil sebagai team leader sekaligus yang paling berpengalaman memimpin perjalanan ini dengan kepekaan tinggi. Ia menyarankan kepada seluruh anggota agar tidak sungkan meminta istirahat ketika dirasa lelah.

“Gaes, kalau ada yang capek, langsung kabarin ya. Aku dulu awal-awal juga tiap 5-10 menit istirahat. Sambil santai tapi tetap fokus!” seru Agil yang kini berada di posisi paling depan memimpin jalannya rombongan KKN Batur.

Sepanjang perjalanan menuju pos 1, kami disuguhi jalanan sempit yang berbatasan langsung dengan jurang di sisi kiri. Butuh waktu sekitar 30 menit untuk mencapai pos 1. Kami pun tidak melewatkan kesempatan tersebut untuk mengabadikan momen. Kami melepas penat sejenak sembari menjaga tubuh kami tetap terhidrasi dengan cukup.

KKN UGM melakukan pendakian ke Gunung Prau | Sumber: Dokumentasi pribadi
info gambar

Setelah beberapa menit menghilangkan pegal, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 2. Dengan kemiringan jalanan cukup menanjak dan sempit, dibutuhkan fokus yang ekstra supaya langkah kaki tetap berpijak di atas jalanan yang kokoh. Di tengah perjalanan, seekor elang Jawa sedang terbang dengan gagah berputar-putar di langit. Sungguh suatu kebahagiaan melihat burung elang yang bisa merasakan kebebasan di alam habitatnya.

Stay low, Stay low!“ seru Fatwa mengingatkan teman-teman untuk mendaki dengan menurunkan pusat massa tubuh supaya badan lebih stabil ketika mendaki.

KKN UGM berpose di salah satu pos pendakian Gunung Prau | Sumber: Dokumentasi pribadi
info gambar

Sesampainya di pos 2, kami langsung disambut oleh pemandangan landscape yang lebih leluasa serta sepasang burung Jalak yang “melompat-lompat” di antara bebatuan. Seperti biasa, kami meluangkan waktu untuk menikmati keindahan yang diberikan oleh alam Gunung Prau dengan hikmat sembari meluruskan kaki yang telah bekerja keras sampai di sini.

Setelah dirasa cukup, kami langsung melanjutkan perjalanan menuju pos 3. Sepanjang perjalanan dari pos 2 ke pos 3, kami disuguhkan dengan pemandangan akar-akar pohon yang mencuat ke permukaan tanah. Akar-akar ini terlihat menahan dataran gunung yang juga berfungsi sebagai pijakan langkah kaki para pendaki. Salah satu tempat pemberhentian bahkan tertancap plang bertuliskan “Akar Cinta” yang menyajikan simpul-simpul akar yang saling berkelindan satu sama lain.

KKN UGM melakukan pendakian ke Gunung Prau | Sumber: Dokumentasi pribadi
info gambar

Menuju puncak Gunung Prau, angin-angin mulai berhembus kencang mempertemukan dedaunan dan rerantingan yang memainkan alunan musik alam yang merdu, sempurna menjadikan ia musik latar mengiringi perjalanan kami. Angin yang sejuk dan pelukan sinar matahari yang hangat berhasil menjaga semangat seluruh anggota meski asam laktat berkumpul di kaki-kaki kami.

Puncak Gunung Prau, sungguh sesampainya di puncak Gunung Prau, siapapun akan terhapus segala lelah dan letihnya sepanjang pendakian. Horizon yang membentang menyajikan hamparan pedesaan serta pegunungan yang menemani keagungan Gunung Prau. Gunung Slamet, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Lawu, dan Gunung Merapi yang menjadi latar belakang pemandangan di Puncak Gunung Prau, berhasil membangkitkan semangat kami untuk bermimpi mendaki mereka semua.

Mengenal Gamagora 7, Varietas Padi Buatan UGM yang Kuat Dengan Hama

“Halo gaes, akhirnya ke Puncak Gunung Prau untuk ke-empat kalinya. Kali ini bersama teman-teman KKN,” ujar Agil melakukan video selfie sembari membawa boneka kesayangannya yang berbentuk gurita, Gion Jr. Tampaknya Gion Jr. Lebih sering menaklukan gunung-gunung di Jawa daripada mayoritas anggota kelompok pendakian Gunung Prau saat itu.

“Good job, good job! Selamat sudah berhasil sampai di Puncak Gunung Prau!” seru Agil memberikan selamat kepada seluruh anggota yang sudah bekerja keras sampai di sini.

KKN UGM berpose di puncak pendakian Gunung Prau | Sumber: Dokumentasi pribadi
info gambar

Setelah menikmati Puncak Gunung Prau, tak afdol rasanya jika tak berkunjung ke Telaga Wurung dan Sunrise Camp sembari menelentangkan tubuh mengizinkan tiupan angin dan sinar matahari menerpa wajah kami. Sesekali duduk menikmati panorama alam dan bercerita tentang diri masing-masing tuk mengenal satu sama lain.

Sungguh suatu pengalaman yang berharga bagi kami semua. Pendakian gunung mengajarkan kami kesabaran, kegigihan, dan kehati-hatian dalam mencapai tujuan. Tak perlu tergesa-gesa, nikmati proses yang harus dilewati, tetapi tetap berhati-hati dan niscaya segala keletihan akan terbayarkan secara tuntas. Kegiatan mendaki ini juga tak henti-hentinya membuat kami mengucap keagungan Tuhan yang Maha Esa atas topografi alam yang tercipta begitu rincinya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KB
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini