Perpustakaan Pataba, Semangat Literasi dari Blora

Perpustakaan Pataba, Semangat Literasi dari Blora
info gambar utama

“Kalau main ke Blora, jangan lupa main ke PATABA,” begitu ungkap mahasiswa kampus, terutama mereka yang melek literasi. PATABA adalah wajah literasi di Blora, kabupaten yang terletak di Jawa Tengah itu. Di situ pula, Kawan bisa menemukan banyak kenangan dari sastrawan kenamaan Indonesia yang pernah masuk nominasi Hadiah Nobel, Pramoedya Ananta Toer.

Pada awalnya, PATABA merupakan akronim dari Perpustakaan Pramoedya Ananta Toer Anak Blora Asli. Namun, karena sentimen anti-Tionghoa yang sempat diarahkan kepada keluarga Toer, maka kepanjangan PATABA diganti jadi Perpustakaan Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa. Akronim “Anak Semua Bangsa” itu diambil dari judul roman kedua Tetralogi Pulau Buru yang menjadi mahakarya Pram.

PATABA didirikan pada tahun 2006, tahun di mana Pram wafat. Pengagas utama PATABA adalah adik kandung Pram, yaitu Soesilo Toer. Sampai sekarang Soesilo lah yang mengurus sebagian besar operasional PATABA. Perpustakaan keluarga itu tidak hanya didirikan atas mimpi Pram yang ingin mengembangkan literasi di Blora, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan sang adik terhadap Pram atas kejeniusannya sebagai sastrawan sekaligus guru bagi dirinya.

Koleksi buku-buku PATABA berisi karya-karya terkenal Pram dan Soesilo sendiri. Selain karya milik keluarga Toer, PATABA sebagian besar diisi oleh buku-buku milik Soesilo yang ia kumpulkan sejak masih berkuliah di Uni Soviet sampai menjadi dosen di Universitas 17 Agustus di Jakarta.

Sebagai seorang dosen, Soesilo rajin membeli buku bekas di Pasar Senen, Jati Negara, dan Tanah Abang. Buku itu sebagian ia koleksi dan sebagian lainnya adalah traktiran untuk mahasiswa. Sampai kembali ke Blora, Soesilo membawa sekitar 500 buku miliknya yang nantinya akan mengisi rak-rak PATABA.

Punya Banyak Fasilitas

Pria bergelar doktor itu memberikan banyak fasilitas pelayanan di PATABA untuk meningkatkan minat masyarakat datang ke perpustakaannya. Pengunjung dapat membuat kartu keanggotaan secara gratis hanya dengan mengisi buku tamu. Soesilo juga menyediakan makanan dan minuman bagi para pengunjung. Jika pengunjung ingin menginap, PATABA menyediakan ruang untuk tidur. Soesilo bahkan senang memberikan bimbingan secara cuma-cuma kepada mahasiswa S1 sampai S3 yang sedang mengerjakan tugas akhir.

Perpustakaan yang berdiri di rumah masa kecil Soesilo dan Pram itu juga boleh digunakan sebagai tempat beraktivitas bagi mahasiswa, seperti melakukan studi atau diskusi. Hanya ada satu syarat yang tidak boleh dilanggar oleh para pengunjungnya, yaitu tidak boleh mabuk.

Saya bilang ke mahasiswa saya yang sering datang ke rumah 'silahkan apa saja berbuat di sini, asal jangan mabuk!' Bebas mau urusan studi atau diskusi," ujar Soesilo sebagaimana dilansir oleh National Geographic.

PATABA juga senang mengadakan acara bertema literasi. Perpustakaan itu sering mengadakan workshop, diskusi buku, seminar, sampai gelar budaya. PATABA juga memiliki lembaga penerbitan bernama PATABA Press. PATABA Press sudah berdiri sejak 2009 dan kini berada di bawah naungan Lembaga Kajian Budaya dan Lingkungan Pasang Surut.

Baca juga: Pramoedya, Bicara Karya dan Kepercayaan Penuhnya kepada Manusia

Kesulitan Operasional PATABA

Soesilo mengakui dirinya kerepotan dalam mengurus PATABA. Hal itu disebabkan karena Soesilo lah yang mengurus hampir semua operasional perpustakaan. Karena kekurangan sumber daya manusia, koleksi PATABA menjadi tidak begitu terawat.

Sebagian buku rusak, tidak bersampul, atau dimakan rayap. Selain itu, banyak buku yang berpindah-pindah tempat dan hilang karena pengunjung tidak begitu diawasi dan boleh membawa tas ketika masuk ke perpustakaan. Untuk mensiasatinya, Soesilo mengandalkan bantuan dana dan tenaga komunitas maupun lembaga non profit.

Selain dari bantuan, dana operasional PATABA dibiayai oleh Soesilo sendiri. Ia mendapatkan uang operasional PATABA dari hasil penerbitan dan memulung yang menjadi profesinya sehari-hari.

Baca juga: Google Doodle Perkenalkan Sastrawan Indonesia Pramoedya pada Dunia 

Terkenal di Indonesia sampai Dunia, tapi Tidak pada Masyarakat Blora

Walau PATABA terkenal sampai kancah nasional bahkan internasional, sayangnya perpustakaan ini tidak terkenal pada kalangan masyarakat Blora sendiri.

"Di dekat sini ada 15 guru [yang tinggal], tapi 16 tahun PATABA berdiri tak pernah ada satu pun dari mereka yang datang," ungkap Soesilo kepada National Geographic.

Banyak orang dari luar kota bahkan mancanegara rela jauh-jauh datang ke Blora untuk berkunjung ke PATABA, tetapi tidak pada masyarakat Blora. Soesilo mengatakan orang-orang dari seluruh benua di dunia sudah datang ke PATABA kecuali Afrika.

Karena itu, Soesilo berusaha meningkatkan minat literasi masyarakat Blora. Salah satu langkah yang ia tempuh adalah dengan mengadakan perpustakaan kelilng PENJARA (Perpustakaan Jalanan Blora) yang kerap singgah di alun-alun kota.

Referensi:

  • https://kumparan.com/kumparannews/mengunjungi-pataba-perpustakaan-yang-dikelola-keluarga-toer-di-blora
  • https://www.liputan6.com/regional/read/3949289/dicap-perpus-liar-ini-suka-duka-soesilo-toer-bangun-pataba
  • https://nationalgeographic.grid.id/read/132611396/perpustakaan-pataba-pengembang-literasi-lokal-yang-mendunia?page=all
  • https://regional.kompas.com/read/2021/04/03/070800778/perpustakaan-pataba-di-blora-didirikan-soesilo-toer-untuk-sang-kakak?page=all

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LG
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini