Jelajah Kota Budaya : Surakarta

Jelajah Kota Budaya : Surakarta
info gambar utama

Kawan GNFI, siapa yang tak kenal dengan Kota Solo? kota kecil yang masih kental dengan budaya jawa di dalam jati diri masyarakatnya. Asal muasal Kota Solo sendiri berawal dari peristiwa pemindahan Keraton Kartasura di Desa Sala akibat peristiwa Geger Pecinan. Karena pada saat itu orang Belanda tidak bisa menyebut kata 'Sala' akhirnya penyebutannya bergeser menjadi kata 'Solo'. Setelah dilakukan pemindahan Keraton Kartasura di Desa Sala ini, untuk meresmikannya diberikanlah nama Keraton Kasunanan Surakarta. Nama Surakarta inilah yang sekarang menjadi nama administratif Kota Surakarta.

Jika ingin berkunjung di kota ini, Kawan GNFI tak perlu bingung karena banyak pilihan moda transportasi yang ditawarkan mulai dari bus, kereta, hingga pesawat. Perjalanan saya mulai dengan menaiki kereta api menuju Stasiun Solo Balapan. Sesampainya di stasiun, mata saya terpukau dengan bangunan stasiun ini yang begitu megah dengan arsitektur bergaya Eropa ditambah sentuhan aksen jawa di bagian depan loby stasiun.

Setelah tiba di kota ini, saya langsung mencari makan malam di angkringan depan stasiun. Angkringan memang menjadi ciri khas kota ini, karena di setiap sudut dapat Kawan temui banyak angkringan yang menjajakan hidangan tradisional yang nikmat. Saya mencoba nasi sambal teri dan tempe goreng. Untuk menemani malam hari yang dingin, saya menghangatkan badan dengan memesan wedhang JKJS (Jahe, Kencur, Jeruk, Sereh) perpaduan 4 macam rempah itulah yang membuat rasa pedas jahe dan sereh serta segar dari jeruk dan kencur yang mengalir di tenggorokan dan menjadikan hangat di badan.

Setelah perut kenyang, saya langsung bergegas menuju penginapan untuk mengistirahatkan badan seusai perjalanan yang cukup jauh. Penginapan saya ini terletak di Jalan Slamet Riyadi, jalan utama Kota Solo. Kawan GNFI dapat menemukan berbagai penginapan di jalan ini, mulai dari penginapan backpacker, hotel menengah ke bawah hingga menengah ke atas dengan harga yang ditawarkan cukup variatif.

Hari ini saya mengawali perjalanan dengan sarapan di Pasar Gedhe Hardjonagoro. Tahukah Kawan, Pasar Gedhe Hardjonagoro merupakan salah satu pasar tertua di Kota Solo yang dibangun pada masa pemerintahan Paku Buwono ke-X pada tahun 1927. Bangunan ini didesain oleh arsitek terkenal dari Eropa yaitu Thomas Kartsten, sehingga sebagian dari bangunan di pasar ini termasuk dalam cagar budaya.

Menu sarapan yang saya makan saat itu adalah gendar pecel yang dibanderol dengan harga Rp 10.000. Makanan ini merupakan perpaduan pecel dan gendar yang terbuat dari nasi yang ditumbuk dengan dicampur beberapa bumbu hingga berbentuk seperti lontong dengan teksturnya yang kenyal. Kemudian sarapan saya ditutup dengan wedang tahok khas Pasar Gede, yaitu kembang tahu yang disiram dengan kuah jahe hangat. Semangkok wedhang tahok ini dibanderol dengan harga Rp 8.000, cukup murah bukan?

Setelah sarapan, saya langsung menuju destinasi pertama untuk belajar sejarah di Keraton Kasunanan Surakarta. Kawan GNFI tak perlu khawatir akan transportasi yang digunakan untuk berkeliling di kota ini. Kota Solo menawarkan moda transportasi Bus Kota 'Batik Solo Trans', angkutan feder, hingga becak dengan harga yang cukup terjangkau. Namun jika Kawan tidak mau pusing, kawan GNFI dapat menggunakan ojek online sebagai pilihan alternatif.

Dari Pasar Gedhe saya langsung menuju Kampung Batik Kauman yang lokasinya tidak jauh dari Pasar Gedhe Solo menggunakan ojek online. Sesampainya di lokasi tersebut, saya dibuat kagum dengan ornamen batik Khas Solo yang menghiasi sepanjang jalanan kampung ditambah keramahan dari warga sekitar yang membuat nuansa adem ayem di kampung ini.

Di sini Kawan GNFI bisa belajar hingga bertransaksi batik. Saya mencoba untuk belajar membatik di sebuah tempat pembuatan batik dari proses awal, mulai dari menggambar motif, kemudian melakukan pewarnaan menggunakan malam dengan bantuan canting, hingga proses 'nglorot' untuk menghilangkan lilin yang masih menempel pada kain. Jika ingin belajar membatik, Kawan GNFI cukup mengeluarkan Rp 50.000 dan hasilnya bisa dibawa pulang sebagai kenang-kenangan.

Setelah belajar membatik, saya langsung melanjutkan perjalanan menuju destinasi wisata berikutnya yaitu Pura Mangkunegaran. Tahukah Kawan, Pura Mangkunegaran merupakan sebuah kadipaten pada masa lampau yang terletak di Kota Solo, dan saat ini dipimpin oleh KGPAA Mangkunegara Ke-X. Sesampainya di Pura Mangkunegaran, saya langsung membeli tiket museum seharga Rp 30.000 per-orang dan setiap pengunjung akan ditemani oleh seorang pemandu wisata.

Kawan GNFI juga dapat memesan paket wisata, minimal diikuti oleh 25 orang dengan berbagai tawaran wisata seperti workshop tarian, cooking class apem, serta terdapat paket royal dinner di mana Kawan GNFI dapat menikmati hidangan khas Pura Mangkunegaran dengan suasana kerajaan. Ketika berkeliling museum, saya pertama disuguhkan dengan keindahan arsitektur dari bangunan ini yang terlihat klasik dan estetik.

Pada langit bangunan terdapat motif batik kumodowati, kemudian pada bagian tiang penyangga dan bangunan ini didominasi oleh warna hijau kuning (pare anom) yang menjadi ciri khas Pura Mangkunegaran. Di dalam museum, Kawan GNFI dapat melihat barang-barang bersejarah yang dipamerkan di dalam etalase antara lain antara lain senjata, seperti tombak, keris, dan perlatan berburu lainnya ; perhiasan permaisuri, seperti cincin, kalung, dan anting ; hingga perabotan makan yang terbuat dari perunggu.

Karena hari sudah siang dan waktunya untuk mengisi energi, saya langsung mencari tempat kuliner. Saya menemukan kuliner legendaris yang lokasinya tidak jauh dari Pura Mangkunegaran, yaitu Soto Triwindu. Tahukah Kawan, kuliner ini cukup melegenda karena sudah ada sejak tahun 1939 dan hingga sekarang dikelola oleh generasi ketiga. Soto ini memiliki kuah dengan rasa yang segar dan bercita rasa manis, dengan isian daging, kecambah, dan seledri. Satu porsi soto dibanderol dengan harga Rp 18.000 serta minuman pelepas dahaga yang saya pesan yaitu es beras kencur dengan harga Rp 6.000.

Setelah mengisi energi, saya melanjutkan perjalanan menuju destinasi wisata terakhir yang tentunya hitz akhir-akhir ini di Kota Solo, ya tentu saja adalah Lokananta Blok. Tahukah Kawan, Lokananta Blok merupakan studio rekaman musik pertama dan terbesar di Indonesia yang didirkan pada tahun 1956. Sesampainya di lokasi, saya langsung membeli tiket galeri studio rekaman seharga Rp 25.000 untuk setiap orang. Tour ini saya mulai dengan mengelilingi setiap gedung yang estetik, di mana setiap sudut ruangan terdapat cerita perjalanan studio rekaman musik Lokananta ini dalam menghasilkan karyanya.

Kota Solo memang kental dengan budaya jawanya yang sudah melekat di dalam jati diri masyarakatnya ditambah kuliner khas kota ini yang begitu nikmat untuk dinikmati. Terima kasih Kota Solo untuk kehangatan dan keramahannya dan sampai jumpa lagi di lain kesempatan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini