Tak Sekedar Merawat Warisan Leluhur: Cerita Dibalik Pencatatan Warisan Budaya Takbenda

Tak Sekedar Merawat Warisan Leluhur: Cerita Dibalik Pencatatan Warisan Budaya Takbenda
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Hai Sobat GNFI, kita tentunya paham bahwa Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan berbagai kekayaan kepada kita. Tidak hanya bumi dengan kandungannya yang berbagai rupa, tetapi juga keragaman budaya yang tersebar dalam gugusan pulau-pulau di Indonesia. Karena keragaman ini, kita pun diakui sebagai lumbung budaya dunia, bahkan dalam kwriu.kemdikbud.go.id UNESCO mengakui Indonesia sebagai super power budaya.

Salah satu indikator “super power” yang dimaksud adalah keragaman warisan budaya takbenda (WBTB). Sebagiannya telah mendapat pengakuan sebagai IntangibleCultural Heritage (ICH) UNESCO seperti Keris, Batik, Angklung, dan Pencak Silat.

Lantas apa yang dimaksud dengan WBTB ?. Dikutip dari warisanbudaya.kemendikbud.go.id, bahwa WBTB merupakan warisan budaya yang bersifat abstrak atau tidak dapat dipegang. Namun, bagi penulis makna “tidak dapat dipegang” tersebut merujuk pada substansi WBTB itu sendiri, yang berorientasi pada pengetahuan tradisional yang terkandung dalam warisan budaya, seperti tentang bahan, cara pembuatan, dan filosofi. Sebab, dalam beberapa WBTB seperti Keris, tentunya dapat disentuh, dilihat bahkan dipegang.

Mengenai usia KEMENDIKBUDRISTEK memberi batasan usia minimal WBTB yaitu minimal 50 tahun atau sudah melebihi dua generasi. Batasan usia WBTB tersebut, mengindikasikan sejauh mana warisan budaya tersebut menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat dan memengaruhi pandangan hidup masyarakat.

Kembali mengutip warisanbudaya.kemendikbud.go.id bahwa WBTB terbagi menjadi lima yaitu tradisi lisan dan ekspresi, seni pertunjukan, adat istiadat masyarakat, ritual, dan perayaan-perayaan, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta, dan keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional. Adapun pembagian lebih rinci dapat dilihat pada laman tersebut.

Alasan Melakukan Pencatatan WBTB

Sejak tahun 2014 hingga kini saya masih melakukan pencatatan WBTB. Alasannya sederhana, yaitu berupaya untuk merawat ingatan maestro atau praktisi sebagai kekayaan budaya komunal. Sebab, usia manusia ada batasnya, begitu pula ingatan maestro atau praktisi akan semakin memudar seiring usia yang semakin menua.

Bagi saya, alasan ini sangat mendasar. Dari pengalaman, saya pernah mengalami peristiwa memilukan. Pada suatu kajian, maestro telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, padahal kajian belum selesai dilakukan. Akhirnya, kajian pun terhenti dalam beberapa waktu dan berupaya mencari narasumber lain. Lain lagi keterbatasan narasumber WBTB yang terancam punah menjadi persoalan tersendiri.

Pengalaman itu menjadi pelajaran yang berharga. Upaya pencatatan perlu diupayakan sejak dini, guna menyelamatkan warisan leluhur punah digerus zaman.

Pentingnya Pencatatan WBTB

Dalam menjaga keberlanjutan WBTB Sobat GNFI dapat ikut ambil bagian dalam pencatatan, yaitu penulisan atau pendokumentasian. Langkah ini langkah awal dalam pelindungan WBTB.

Hasil pencatatan merupakan dokumen penting supaya dapat diusulkan sebagai WBTB Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (KEMENDIKBUDRISTEK).

Dalam pengusulan tersebut Sobat GNFI perlu berkoordinasi dinas yang membidangi kebudayaan di kabupaten, kota, dan provinsi. Secara berjenjang, dari usulan penetapan diusulkan melalui pemerintah kabupaten atau kota, kemudian melalui pemerintah provinsi, usulan akan disampaikan kepada KEMENDIKBUDRISTEK, kemudian akan dinilai secara administratif dan substantif. Jika memenuhi syarat, maka akan direkomendasikan oleh Tim Ahli WBTB Indonesia kepada menteri untuk ditetapkan sebagai warisan WBTB Indonesia. Setiap WBTB Indonesia akan mendapat sertifikat yang akan diterima oleh pemerintah daerah.

WBTB Tak sekedar penetapan

Namun, ada satu hal penting yang perlu Sobat GNFI ketahui. Bahwa penetapan adalah langkah awal dalam pelindungan WBTB. Apalah arti sebuah sertifikat tanpa adanya upaya pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan WBTB. Hal ini tentunya sejalan dengan dengan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Dengan ditetapkannya WBTB tentunya diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat atau komunitas pelestarinya. Dampak yang diharapkan tentunya WBTB semakin aktual, juga memberikan dampak dalam menguatkan ekosistem WBTB.

Ekosistem yang dimaksud adalah adanya peran aktif dari berbagai pihak untuk saling melestarikan WBTB. Peran tersebut tidak hanya sebatas menjaga keberlanjutan, akan tetapi munculnya upaya strategis yang mampu memberikan dampak signifikan kepada pemilik WBTB tersebut. Salah satu hasil yang diharapkan tercapai adalah meningkatnya ekonomi masyarakat yang akan memengaruhi kesejahteraan masyarakat.

Hal tersebut akan tercipta dengan kolaborasi yang dibangun melalui peran sinergis antara masyarakat, pemerintah daerah bahkan swasta. Jika pemajuan tersebut tidak tercapai maka sangat mungkin penetapan WBTB akan dinilai kembali. Bahkan mengutip antaranews.com status penetapan dapat dicabut apabila dalam tiga tahun upaya pelestarian tidak mengalami peningkatan.

Peran Sobat GNFI tentunya sangat penting dalam upaya pelestarian. Giat literasi juga menjadi cara yang sangat penting dalam proses aktualisasi WBTB.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AG
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini