Ketika Penyakit Beri-Beri Serang Tentara Belanda saat Perang Aceh

Ketika Penyakit Beri-Beri Serang Tentara Belanda saat Perang Aceh
info gambar utama

Selama Perang Aceh (1873-1900), penyakit beri-beri menyerang tentara Belanda dan menyebabkan kematian untuk pihak kolonial. Tenaga medis memerlukan waktu hampir 20 tahun untuk mempelajari jenis penyakit ini dan cara pengobatannya.

Belanda melaporkan pertama kalinya prajuritnya diserang beri-beri pada tahun 1878. Persentase tentara Belanda yang terkena beri-beri meningkat tajam di atas 10 persen pada tahun 1879.

Keindahan Kampung Agusen, dari Produsen Ganja jadi Desa Wisata Andalan Aceh

Puncak dari permasalahan beri-beri adalah tahun 1885 yaitu ketika sebanyak 36,5 persen atau sebanyak 10.633 dari 29.100 tentara Belanda menderita beri-beri dan 547 orang di antaranya meninggal dunia.

“Dari korban beri-beri pada tahun 1885, 1886, dan 1887 itu, yang paling memukul pemerintah Belanda adalah korban beri-beri dari kalangan bangsa Eropa,” tulis Wahyu Suri Yani dan Agus Suwignyo dalam Rumah Sakit Beri-Beri Pada Perang di Aceh dan Munculnya Kebijakan Kesehatan Kolonial (1873-1900).

Faktor kelelahan

Pada arsip Beri-beri Te Atjeh yang ditulis oleh Noclou disebutkan bahwa penyakit beri-beri ini muncul karena kelelahan akibat beban kerja perang yang dilimpahkan. Selain itu juga karena para budak mendapatkan makanan dengan mutu paling rendah.

“Akibatnya kondisi kesehatan dan stamina mereka melemah dan mereka menjadi rentan terserang penyakit beri-beri,” tulisnya.

Saat penyakit ini menyerang budak dan tentara Belanda, belum ada personil kesehatan yang mengetahui jenis penyakit ini. Oleh karena itu, meskipun korban sudah berjatuhan, belum ada tindakan efektif untuk mencegahnya.

Penangkapan Ikan Hiu Masif di Aceh karena Permintaan yang Tinggi di Luar Negeri

Pada saat itu, serangan penyakit beri-beri mengakibatkan tingginya angka kematian, bahkan melumpuhkan sepertiga pasukan Belanda dan menjadi hambatan mencapai kemenangan dalam Perang Aceh.

“Ketakutan akan kekalahan dan kekhawatiran akan kepunahan tentara ras Eropa mendorong Belanda mengevakuasi pasien dan mendirikan rumah sakit khusus beri-beri di Sumatra Westkust yang jauh dari lokasi perang,” jelasnya.

Dievakuasi

Di tengah kecamuk perang dan diiringi wabah beri-beri yang menggerogoti tubuh ketentaraan Belanda, rumah sakit permanen di Aceh baru diresmikan di Kutaradja Panteh Perak Aceh pada tahun 1880.

“Fasilitas rumah sakit terdiri atas delapan ratus tempat tidur dan dianggap sebagai rumah sakit besar dan modern di Sumatra,”

35 Khatib di Aceh Timur Dibekali Materi Fatwa Perlindungan Satwa Lindung

Tetapi keberadaan rumah sakit militer di Aceh tidak menjawab permasalahan beri-beri. Dalam keadaan darurat seperti itu kebijakan Belanda untuk menghadapi beri-beri adalah dengan mengevakuasi pasien dari medan perang.

Saat itu pemerintah Belanda mengevakuasi tentaranya ke Sumatra Westkust yang berpusat di Padang. Tindakan itu kemudian ditingkatkan dengan kebijakan mendirikan rumah sakit khusus beri-beri.

“Kapal rumah sakit pertama membawa 70 tentara dan 5 orang buruh/kuli ditambah 90 orang tentara Eropa pasien kolera.”

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini