Penangkapan Ikan Hiu Masif di Aceh karena Permintaan yang Tinggi di Luar Negeri

Penangkapan Ikan Hiu Masif di Aceh karena Permintaan yang Tinggi di Luar Negeri
info gambar utama

Di Aceh, hiu masih menjadi buruan utama walau telah dilindungi oleh Undang-Undang Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan harganya yang tinggi, terutama bagian sirip yang laku dijual hingga ke luar negeri.

Dimuat dari Antara, sejumlah nelayan terlihat menurunkan ikan hiu dilindungi dari kapalnya dan kemudian langsung dijual ke pengepul maupun pedagang eceran di Tempat Pendaratan Ikan (TPI).

Hari Kesadaran Hiu, Jadikan Momentum untuk Selamatkan Si Penjaga Ekosistem Laut

Ikan hiu yang didaratkan tersebut meliputi hiu koboi (Carcharhinus longomanus), hiu martil (Sphyrna leweni), dan hiu gergaji (Pristis microdon), dan dominan siripnya sudah dipotong, hanya sebagian masih ada sirip.

Para nelayan membantah mereka memburu hiu tersebut. Dikatakan oleh mereka, ikan hiu itu tertangkap secara tidak sengaja saat nelayan memancing ikan tuna dan tidak mungkin dilepasliarkan kembali.

“Kami tidak memburu dan menangkap hiu secara khusus dan ikan hiu ini kena pancing saat kami memancing ikan tuna,” kata nelayan itu.

Dijual mahal

Bustami seorang nelayan di Pelabuhan Lampulo, Kota Banda Aceh mengaku dirinya hampir setiap hari memburu hiu. Dirinya biasa berburu hiu di Samudera Hindia atau perbatasan Selat Malaka.

Dikatakan oleh ayah tiga anak itu, biasanya sekitar tiga atau empat ekor hiu yang didapat pastinya akan dibawa pulang. Hiu tersebut akan dijual ke pedagang di pelabuhan, sementara siripnya sudah ada menanti alias pembeli tetap.

“Yang mahal itu sirip. Kalau dagingnya, untuk seekor hiu dengan berat 30 kilogram dihargai 400 ribu - 500 ribu,” ucapnya pada tahun 2014 yang dimuat Mongabay.

Andalkan Ekor untuk Memburu Mangsa, Inilah Spesies Hiu Tikus yang Ada di Indonesia

Berdasarkan data Wildlife Conservation Society (WCS) total produksi hiu mencapai 118.000 ton. Masih banyaknya perburuan hiu, diduga kurang tegasnya pemerintah baik mengenai penangkapan maupun perdagangan.

“Aturan penangkapan hiu untuk diambil siripnya hanya dalam Kepmen KKP Nomor 59 Tahun 2014 tentang pelarangan sementara ekspor hiu martil dan hiu kobol sejak 11 Desember 2014 hingga 30 November 2015,” jelas Dede Suhendra dari WWF Indonesia-Aceh.

Baru larangan ekspor

Dijelaskan oleh Yudi Herdiana dari Marine Program Manager Wildlife Conservation Society (WCS) mengatakan aturan perlindungan terhadap hiu baru sebatas larangan ekspor, bukan larangan penangkapan.

Diketahrui bahwa dari berbagai jenis hiu yang ada di Indonesia ada empat hiu yang dilindungi, yakni hiu martil yang meliputi Sphyrna lewini,Sphyrna zygaena, Sphyrna mokkaan, dan Carcharhinusinus longimanus.

“Sejak 2012, kami telah melakukan pemantauan hiu di Aceh. Salah satunya di pelabuhan Lampulo, Banda Aceh. Hasilnya, kami menemukan ada perburuan hiu martil. Ini dikarenakan sebagian besar nelayan belum paham karena kurangnya sosialisasi ke mereka,” ujarnya.

Penyelamatan Hiu Paus Papua yang Terperangkap Jaring Ikan

Tantangan lain menurut Yudi adalah yang dilakukan Pemerintah Indonesia saat ini baru membatasi ekspor hiu. Dikatakan olehnya, pemerintah masih menganggap hiu sebagai sumber daya perikanan.

“Kami terus mendorong agar ada pengelolaan yang lebih baik terhadap keberadaan hiu di Indonesia, khususnya jenis yang rentan dan terancam punah. Untuk itu, perlu kajian kebijakan tingkat lokal mengenai aturan penangkapan dan perlindungan habitat.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini