Wayang Golek: Dulu, Kini dan Masa Depan

Wayang Golek: Dulu, Kini dan Masa Depan
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Menurut Gramedia.com, wayang golek adalah boneka kayu yang dimainkan oleh seorang dalang seperti wayang kulit. Wayang Golek berasal dari bahasa Jawa, wayang yang berarti “bayangan” dan golek yang berarti “mencari”. Untuk cerita yang dimainkan juga biasanya berasal dari cerita rakyat yang ada di Jawa Barat, seperti cerita penyebaran agama Islam oleh Rara Santang dan Walangsungsang, atau bisa pula cerita perwayangan Hindu seperti Ramayana dan Mahabarata.

Berdasarkan sejarah, kesenian budaya Sunda yang satu ini dikenalkan pertama kalinya oleh Ja'far Shadiq yang lebih dikenal dengan nama Sunan Kudus, salah seorang dari Walisongo, pada tahun 1583 M. Wayang Golek berasal dari daerah Kudus dengan nama Wayang Menak. Kemudian dipertunjukkan di Cirebon dan dikenal dengan nama Wayang Cepak, dimana dialog dalam pertunjukannya menggunakan bahasa Cirebon.

Pada masa pemerintahan Pangeran Girilaya dari Cirebon dari tahun 1650-1662 M, Wayang Cepak dilengkapi dengan cerita yang diambil dari babad dan sejarah tanah Jawa. Lakon-lakon yang dibawakan waktu itu berkisar pada penyebaran agama Islam. Selanjutnya, Wayang Golek dengan lakon Ramayana dan Mahabarata muncul pada tahun 1840 M.

Pementasan wayang golek di tanah Parahyangan dimulai sejak Kesultanan Cirebon berada di tangan Panembahan Ratu yang memerintah pada tahun 1540-1650 M, yang juga merupakan cicit dari Sunan Kudus. Yang dipertunjukan saat itu adalah Wayang Cepak, disebut demikian karena memiliki bentuk kepala yang datar.

Dalam perjalanan sejarahnya, pergelaran wayang golek mula-mula dilaksanakan untuk kaum bangsawan. Para bupati yang merupakan bangsawan Kesultanan Mataram Islam di Jawa Barat, mempunyai pengaruh besar terhadap berkembangnya wayang golek tersebut. Pada awalnya pertunjukan wayang golek diselenggarakan oleh para priyayi atau kaum bangsawan Sunda di lingkungan Istana atau Kabupaten untuk kepentingan pribadi maupun untuk keperluan umum.

Sunan Kudus menggunakan Wayang Golek sebagai sarana media untuk menyebarkan ajaran Islam di pantai utara Jawa. Wayang golek memang sudah sangat dikenal oleh masyarakat di Jawa Barat, persebarannya pun mulai dari daerah Cirebon sampai Banten. Wayang Golek berkembang pesat di Jawa Barat pada masa kekuasaan Kesultanan Mataram.

Di masa inilah, dalang dalam pertunjukkan wayang golek mulai bercerita dengan bahasa Sunda dan diiringi suara gamelan Sunda, yang biasanya terdiri dari instrumen seperti saron, bonang, kenong, gong, rebab, kolintang dan kendang. Seiring dengan waktu, fungsi Wayang Golek beralih untuk menjadi pertunjukkan hiburan, terutama dalam acara ruwatan. Meskipun demikian, sinden dalam pertunjukkan Wayang Golek baru dipakai pada tahun 1920, di masa pemerintahan Hindia-Belanda.

Cerita dalam Wayang Golek terbagi dua, yaitu cerita wayangan dan cerita carangan. Cerita wayangan dibuat oleh dalang mengambil dari cerita rakyat atau kehidupan sehari-hari. Sedangkan cerita carangan biasanya mengandung pesan moral, kritik sosial maupun humor semata. Dari cerita carangan, kualitas dalang dalam membuat cerita dapat lebih ditunjukkan.

Hingga hari ini Wayang Golek masih dapat kita temui pertunjukannya, baik secara langsung maupun secara online di Youtube. Hebatnya, Wayang golek telah dikenal hingga ke mancanegara. Sejak 7 November 2003, UNESCO menetapkan wayang golek, bersama wayang kulit dan wayang klitik sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity. Maka dari itu sebagai warga Indonesia kita wajib melestarikan wayang golek sebagai bagian dari kearifan lokal yang ada di negara kita.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini