Perkawinan Beda Agama di Indonesia

Perkawinan Beda Agama di Indonesia
info gambar utama

Sudah menjadi fakta umum bahwa pengaturan masalah perkawinan di dunia tidak seragam. Perbedaan ini tidak hanya antara satu agama dengan yang lain, bahkan dalam satu agama pun bisa terjadi perbedaan pengaturan perkawinan karena cara berpikir yang berbeda, karena mengikuti aliran atau aliran yang berbeda.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Dengan keadaan negara kita yang seperti ini, lahirlah berbagai macam budaya yang berbeda di kawasan yang berbeda pula. Letak geografis ini menjadi salah satu faktor keberagaman yang ada di Indonesia. Keberagaman bangsa Indonesia bukan hanya budaya, ras, bahasa, adat istiadat, tetapi juga termasuk agama. Dapat kita lihat saat ini Agama Islam menjadi agama mayoritas dengan penganut terbanyak di Indonesia. Mengacu kepada data, pemeluk Agama Islam mencapai 229,62 juta jiwa atau 87,2% dari jumlah populasi Indonesia dimana yang berjumlah 269,6 juta jiwa. Ada juga beberapa pemeluk keyakinan dan kepercayaan selain Islam. Agama-agama yang secara resmi diakui oleh Indonesia yaitu, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Khonghucu. Beberapa dari agama-agama ini juga memiliki pengikut yang tidak sedikit.

Budaya perkawinan sangat banyak ragamnya. Masyarakat mempercayai bahwa perkawinan adalah suatu ikatan sakral dan merupakan salah satu sunnah kauniyah Allah SWT yang dimana ikatan perkawinan ini merupakan pelengkap keimanaan terhadap agama. Perkawinan tidak hanya menjadi ikatan antara seorang pria dan wanita, tetapi juga menyatukan dua keluarga. Masyarakat juga meyakini perkawinan sebagai bentuk perkembangan dan peralihan dari masa muda menuju usia yang siap untuk berkeluarga.

Dua jenis perkawinan utama yang diakui di Indonesia adalah perkawinan agama dan perkawinan sipil:

  1. Perkawinan Agama

Perkawinan agama dilakukan sesuai dengan adat dan tradisi masing-masing agama seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha dan lainnya. Setiap agama memiliki hukum dan persyaratannya sendiri untuk menikah. Misalnya, dalam Islam, akad nikah biasanya dilakukan oleh seorang pemuka agama Islam, dan kedua belah pihak harus memiliki keyakinan yang sama. Perkawinan beda agama harus didaftarkan ke kantor atau organisasi agama yang relevan agar diakui secara hukum.

  1. Perkawinan Sipil

Perkawinan sipil di Indonesia dilakukan oleh Kantor Catatan Sipil dan pada umumnya berlaku untuk pasangan yang berbeda agama atau pasangan yang tidak mempraktikkan agama tertentu. Perkawinan sipil memperbolehkan perkawinan yang sah tanpa pertimbangan agama dan mengikuti ketentuan Undang-Undang Perkawinan Indonesia. Baik warga negara Indonesia maupun orang asing dapat melakukan perkawinan sipil di Indonesia.

Hukum yang Mengatur Perkawinan

Perkawinan dalam Undang-Undang

Perkawinan di Indonesia diatur oleh hukum agama dan perdata, karena negara ini mengakui banyak ragam agama. UU Indonesia yang mengatur perkawinan adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut Undang-Undang ini, perkawinan hanya ada jika dilakukan oleh seorang pria dan seorang wanita, dan tidak disebut perkawinan jika hanya 2 (dua) orang laki-laki yang terikat perjanjian (homo seksual) atau juga 2 (dua) orang wanita saja (lesbian). Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum agamanya dan kepercayaan itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun syarat syarat perkawinan yang diatur dalam Bab 2 Pasal 6, yang isinya:

  • Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
  • Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
  • Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
  • Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
  • Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
  • Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

Dalam kaitan ini, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam yang merumuskan sebagai berikut: “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miaqan galian untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merubakan ibadah.”

Perkawinan beda agama diatur dalam Pasal 2 UU Perkawinan, dituliskan bahwa: 1. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu. 2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perkawinan dalam Hukum Islam

Dalam Islam, perkawinan dianggap penting dan sakralyang merupakan bagian dari ibadah. Kehidupan berkeluarga juga sama dengan menjaga keberlangsungan hidup anak manusia. Perkawinan memiliki tujuan yang besar dan motif yang mulia karena perkawinan merupakan tempat tumbuh dan berkembang cinta, kasih saying, dan hubungan timbal balik yang ramah antara suami dan istri seperti yang dijelaskan dalam surat ar-Rum, ayat 21 dalam Al-Quran.

Hukum Islam berisikan seluruh dari perintan Allah yang wajib diimani dan di turuti oleh semua muslim yang tujuannya untuk membentuk manusia menjadi tertib, aman, dan selamat. Perintah-perintah ini terdiri dari kewajiban, hak, dan larangan. Seorang orientalis, Joseph Schact, berpandangan bahwa “adalah mustahil memahami Islam tanpa memahami hukum Islam.”

Dalam Al-Qur’an dibahas dua bahasan pokok. Pertama yaitu hubungan seksual dan yang kedua merupakan bahasan kemanusiaan dan bermasyarakat.

Dalam firman Allah:

dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”

(Q.S. Al-Mu’minun (23): 5-7). Dalam surat ini ada dua kemungkinan: pertama, kemungkinan antara suami dengan istri dan kemungkinan kedua antara suami dengan milk al-yamin. Dalam dua kemungkinan tersebut terdapat hubungan seksual. Hal ini sangat jelas dalam firmannya: “...kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki”. Di dalam ayat tersebut terdapat perbedaan antara pasangan suami istri dan antara milk al-yamin dari kedua jenis (laki-laki dan perempuan), akan tetapi yang mempersatukan diantara kesemuanya adalah hubungan kelamin.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RM
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini