3S: Budaya Indonesia dalam Mengatasi Kesehatan Mental

3S: Budaya Indonesia dalam Mengatasi Kesehatan Mental
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Mentari yang menyapa debu dan polusi setiap paginya sudah tidak asing di pandangan hiruk pikuk metropolitan. Beranjak dari nyamannya busa kasur, seolah menyiratkan bahwa hari ini adalah hari penuh suntuk. Hal-hal tersebut selayaknya sahabat bagi mahasiswa yang sedang menuntut ilmu untuk Indonesia emas.

Melansir dari detik news terhadap penelitian Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (FPsi UI), mendapati bahwa mahasiswa memiliki kecenderungan emosi negatif yang tinggi. Kecenderungan tersebut membuat mahasiswa rentan terhadap kecemasan, depresi, dan rasa stres yang dapat mengganggu kesehatan mental.

Untuk mengatasi permasalahan kesehatan mental di kalangan generasi muda, pentingnya penerapan budaya Senyum, Sapa, dan Salam (3S) dalam kehidupan sehari-hari tak dapat dipandang sebelah mata. Sopan santun dan keramahan orang Indonesia sangat mencolok di mata dunia.

Budaya 3S seakan sudah menjadi entitas kita dalam menjalani keseharian. Menurut Klikdokter, banyak penelitian ilmiah yang telah mengkonfirmasi bahwa senyuman tulus dapat meningkatkan suasana hati. Tidak hanya berpengaruh terhadap kondisi psikis, manfaat senyum rupanya juga berlaku untuk kesehatan fisik kita.

Budaya Senyum, Sapa, dan Salam (3S)

Budaya 3S kerap kali saya terapkan dalam kehidupan perkuliahan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI). Menyapa setiap teman yang bertemu dan terkadang sembari melontarkan lelucon konyol demi mencairkan suasana. Saya percaya bahwa, ketika kita menyebarkan senyuman terhadap orang-orang di sekitar kita, maka hal tersebut akan kembali memberikan dampak positif terhadap keseharian dan perasaan kita. Lahir dan besar di Indonesia juga bukan hal asing rasanya ketika saling bertegur sapa bahkan dengan seseorang yang tidak kita kenal.

Sejak kecil, kita erat sekali dengan budaya 3S yang diajarkan di sekolah-sekolah dasar bahkan di taman kanak-kanak. Tempat tinggal nenek yang berada di perkampungan ibu kota juga menanamkan kuat nilai-nilai 3S antar sesama warga. Budaya 3S yang erat ini sangat menjaga tali persaudaraan antar sesama warga. Tidak terkecuali pendatang baru yang baru saja pindah ke daerah tersebut, biasa disambut dengan syukuran dan saling berbagi masakan rumahan. Hal-hal kecil dari senyum, sapa, dan salam benar-benar bisa membuat dampak besar yang terasa sangat hangat di lingkungan tempat tinggal.

Indonesia: Negara Ramah di Mata Dunia

Menurut Legatum Institute, lembaga riset yang bertempat di Inggris, pada tahun 2016 menempatkan Indonesia sebagai negara di benua Asia yang memiliki budaya ramah paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di benua Asia. Hal ini jelas membuktikan bahwa penduduk atau warga Indonesia dikenal memiliki sifat ramah di mata orang asing. Tidak seperti negara-negara luar yakni Amerika Serikat yang dinobatkan sebagai negara paling individualistis di dunia menurut sebagian besar sumber, seperti oleh kelompok analisis budaya Hofstede Insights. Negara-negara lain yang sangat individualistis juga termasuk Australia, Inggris, Kanada, Hongaria, dan Belanda.

Akar Budaya

Hal-hal sopan santun dan adab bermasyarakat seperti budaya 3S juga erat kaitannya dengan ideologi bangsa Indonesia. Dalam Pancasila Sila ke-2 yang berisi "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab," memiliki makna bahwa masyarakat yang beradab di Indonesia merupakan landasan awal yang sudah ditanamkan sejak masih menginjakkan kaki di sekolah dasar. Budaya 3S tidak mengenal usia, mulai dari anak-anak hingga orang tua sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut di lingkungan tempat tinggal mereka.

Mengingat mayoritas masyarakat Indonesia juga beragama Islam, dalam Islam sendiri ada hadis yang mengatakan bahwa sedekah paling mudah adalah dengan tersenyum. Karena hanya dengan tersenyum, kita dapat membahagiakan orang lain.

Dalil tersebut tercantum pada HR. At-Tirmidzi no. 1956, dari Abu Dzar RA, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

"Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu."

Dalam hadis lain Rasulullah SAW juga mengatakan bahwa:

"Janganlah sekali-kali engkau menganggap remeh suatu perbuatan baik, meskipun (perbuatan baik itu) dengan engkau menjumpai saudaramu (sesama muslim) dengan wajah yang ceria." HR Muslim (no. 2626).

Senyum untuk Kesehatan Mental

Dalam dunia yang penuh tekanan seperti sekarang, penting untuk memahami bahwa senyum bukan hanya ungkapan keramahan, tetapi juga alat yang kuat untuk menjaga kesehatan mental. Kesehatan mental adalah aset berharga yang harus dijaga, terutama dalam masyarakat yang terus berubah dan semakin kompleks.

Tersenyum kepada orang-orang di sekitar juga memiliki banyak manfaat, menurut Liputan 6 di antaranya ialah menjadikan kita lebih percaya diri, menciptakan ikatan sosial, mereduksi stres, dan meningkatkan suasana hati. Ketika kita tersenyum, otak kita melepaskan endorfin, yang dikenal sebagai hormon kebahagiaan. Ini mengurangi perasaan stres.

Untuk itu, mari Kawan GNFI untuk tetap selalu menjaga dan melestarikan budaya Senyum, Sapa, dan Salam yang sudah menjadi turun temurun dan ciri khas bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari hari.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini