Bangbarongan dan Dog-dog Digemari Warga, Harus Kembali Disakralkan

Bangbarongan dan Dog-dog Digemari Warga, Harus Kembali Disakralkan
info gambar utama

Bangbarongan jadi kesenian yang sering digelar oleh masyarakat Sunda. Tulisan ini mengacu pada tradisi yang dijalankan oleh warga sekitar Kelurahan Pasir Biru, Kecamatan Cibiru, Bandung. Daerah ini jadi tempat tinggal saya sejak menempuh pendidikan di UIN Bandung.

Dog-dog dan Bangbarongan jika disatukan dikenal dengan Kesenian Reak. Ini sepertinya sudah menjadi identitas, bukan orang Cibiru jika tak memainkan dog-dog dan tidak menyukai pertunjukan Bangbarongan. Kadangkala, warga sini mulai dari anak-anak sampai orang yang sudah uzur tumpah ruah ke Jalan untuk menyaksikan pertunjukan Bangbarongan.

Mempersoalkan Bangbarongan tentu kita harus merujuk pada teori kepercayaan. Antropolog, Edward Burnett Taylor, mengungkapkan bahwa agama sebagai kepercayaan makhluk gaib yaitu adanya suatu kepercayaan dari luar kemampuan diri manusia yang diyakini sebagai kekuatan supranatural.

Kepercayaan pada makhluk gaib ini tumbuh dari upaya untuk memberikan penjelasan tentang kehidupan dan kematian. Tradisi Bangbarongan juga diyakini memiliki kekuatan supranatural dengan memiliki unsur mistik.

Dalam tradisi Bangbarongan ada beberapa hal yang dipertunjukan, sebagai contoh yaitu saat seorang personil masuk ke dalam topeng Bangbarongan yang mirip karakter Barong. Tingkah laku orang itu akan berubah secara mendadak, diiringi alunan musik perkusi dog-dog dan terompet ular kobra itu lho.

Masyarakat meyakini bahwa ketika seseorang sudah menggunakan topeng Bangbarongan, maka orang itu bukan lagi dirinya sendiri melainkan sudah dipengaruhi roh yang ada pada topeng Bangbarongan tersebut. Ada kalanya tingkah yang tidak biasa itu dipengaruhi dengan konsumsi alkohol, seperti pengalaman Jajang Sulaeman.

Jajang Sulaeman adalah salah satu pelaku Kesenian Banngbarongan, dia berasal dari Parakan Muncang yang lebih lebih dikenal dengan nama Paramount. Paramount terletak di Kab. Sumedang dan berbatasan dengan Kab. Bandung. Begitu pun dengan Ibunda dari Jajang, Nani Rohaeni, beliau merupakan sinden yang sering terlibat dalam pertunjukan Bangbarongan.

Tradisi Bangbarongan sedianya dipertunjukan jika masyarakat mengadakan suatu acara perayaan yang ada dalam ruang lingkup keluarga atau lingkungan hidup. Perayaan ini biasanya dilakukan saat ada khitanan, pernikahan, ngaruwat bumi, pesta rakyat, ataupun perayaan lain.

Beberapa karakter Bangbarongan, Si Garok, Jagar dan Kinawa | Foto: Instagram @juartaputra
info gambar

Pertunjukan Bangbarongan ini merupakan cara untuk memberikan penghormatan kepada Nenek Moyang. Terdapat tujuan baik dari pertunjukan ini yaitu edukasi tentang pentingnya menjaga tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, pertunjukan Bangbarongan menjadi media hiburan bagi warga setempat.

Kendati demikian, yang saya perhatikan di daerah Cibiru ini, pertunjukan bangbarongan dilakukan bukan dalam kegiatan yang sakral. Hampir tiap minggu ada pertunjukan yang tujuannya hanya sebagai hiburan semata (Bagi orang yang terhibur). Bahkan, setiap hari ada saja rombongan anak-anak yang memainkan Bangbarongan.

Pertunjukan yang tidak jelas tujuannya ini bagi saya dan para penghuni Kost di sekitar sini justru jadi gangguan. Gangguan pendengaran, penglihatan, bahkan gangguan mental yang bisa terjadi ketika kondisi fisik sedang lelah harus dihadapkan dengan kebisingan di sekitar Kost.

Tidak berani untuk meluapkan kemarahan dan terpaksa harus memendam emosi, karena pertunjukan ini dilakukan oleh anak-anak yang seharusnya mendapatkan bimbingan dari orang dewasa. Hal itu dibiarkan saja oleh para orang tua dari anak-anak tersebut, pihak pemerintah juga seakan tutup telinga, mereka anggap tak ada suara.

Bukan hanya satu atau dua orang yang merasa terganggu dengan keadaan lingkungan disini. Lingkungan menjadi tidak sehat dengan adanya polusi suara yang tidak dikendalikan ini. Saya pikir alasan yang dimiliki penghuni Kost untuk tetap bertahan di tempat ini karena lokasinya dekat ke Kampus, biaya sewa yang terjangkau bagi mahasiswa UIN atau buruh, dan ada yang sudah membayar sewa tahunan sulit untuk meminta refund dari pemilik Kost.

Kami coba untuk berpikir tentang bagaimana beradaptasi ataupun mencari solusi agar permasalahan ini bisa diperhatikan oleh lingkungan sekitar, terutama pemangku kepentingan disini. Saya coba menghimpun suara dari penghuni Kost di sekitar ini agar memiliki daya tawar untuk menyampaikan pernyataan sikap kepada Kelurahan.

Semoga ada jalan keluar yang tidak merugikan pihak manapun, para penghuni Kost bisa nyaman, begitupun warga yang menyukai kesenian Bangbarongan ini bisa tetap eksis, dan tidak menimbulkan polusi suara lagi. Seharusnya itu bisa terealisasi dengan adanya kolaborasi dari semua pihak yang ada disini.

Bangbarongan merupakan tradisi masyarakat sekitar Bandung. Karena saya tinggal di Cibiru, pertunjukan Bangbarongan ini lebih sering saya lihat, karena terpaksa harus terlihat hampir tiap hari walaupun sebenarnya saya tidak menyukai tradisi Bangbarongan ini.

Ketika pertunjukan Bangbarongan dilakukan hanya sebagai media penghibur, mengamen, bahkan hanya sebagai penambah polusi suara selain dari kendaraan dan suara bising lain, dalam pandangan saya itu jadi menghilangkan unsur seninya.

Bangbarongan sedianya memiliki unsur keindahan, jika dipertunjukan sesuai dengan peruntukannya seperti sudah saya uraikan sebelumnya. Keindahan itu bisa didengar dari suara ketukan alat musik perkusi, dan lainnya yang dimainkan. Dilihat pula indahnya dari gerakan para personil yang mix and match dengan suara musiknya.

Namun, jika pertunjukan ala kadarnya, dimana letah keindahan itu? Bukankah tradisi Bangbarongan itu indah sesuai dengan pengertian seni itu sendiri? Jadi menurut saya pertunjukan Bangbarongan itu harus dikembalikan kepada nilai-nilai luhur yang dikandungnya.

Makna indah itu sendiri menurut saya akan bisa ditemukan kembali apabila para pelaku kesenian ini sadar dengan nilai luhur dan kesakralan Kesenian Bangbarongan itu sendiri. Alangkah bermanfaatnya jika semua keindahan itu bisa kembali ditunjukan melalui Bangbarongan, ajaran tentang kehidupan yang ada dalam Kesenian Bangbarongan akan sangat berarti bagi masyarakat saat Bangbarongan itu dimaknai seutuhnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini