Mereka Spesial! Inilah Perjuangan Menangkal Stigma Buruk Autisme oleh Teman Autis

Mereka Spesial! Inilah Perjuangan Menangkal Stigma Buruk Autisme oleh Teman Autis
info gambar utama

“Autism is not a disability, it’s a different ability.” – Stuart Duncan

Kawan GNFI, tidak jarang dalam obrolan santai ala warung kopi kawan berceletuk bahwa orang-orang pintar memang biasanya berbeda, bukan? Atau mereka yang lebih acuh mungkin terang-terangan menggunakan kata “aneh” untuk menggambarkan “berbeda” tadi. Frasa “aneh” ini yang justru sayangnya malah melekat dalam penggambaran autisme.

Di Indonesia, stigma yang diberikan pada para penyandang autisme cenderung masih buruk, terutama di wilayah pedesaan. Mengutip publikasi Cultural Beliefs about Autism in Indonesia, kepercayaan masyarakat akan autisme banyak dikaitkan dengan dosa orang tua yang dilakukan pada masa kehamilan, karma atau kutukan, dan rencana Tuhan.

Ditambah dengan perilaku anak autis yang pastinya akan sering berbenturan dengan norma sosial, sontak tekanan mulai dari perudungan hingga pengucilan akan muncul dan cenderung menimbulkan rasa malu dan bahkan stres pada orang tua si anak. Padahal orang tua justru adalah support system pertama yang dibutuhkan anak autis agar dapat menemukan caranya menyusuri dunia sebagaimana dirinya.

Menangkal kondisi di atas adalah visi mulia dari Teman Autis. Organisasi nirlaba (non-profit) ini didirikan oleh Ratih Hadiwinoto dan Alvinia Christiany pada April 2018. Teman Autis sempat bernama Light It Up Project pada mula terbentuknya di tahun 2017 sebelum kemudian terjadi pengonsepan ulang ketika melihat antusias publik yang besar.

Fokus dari Teman Autis adalah menjadi wadah berbagi informasi seputar autisme yang bertujuan agar masyarakat berkembang kesadaran dan pemahamannya sehingga lambat laun penerimaan tumbuh.

Akan tetapi, target utama Teman Autis tentunya adalah orang tua serta keluarga penyandang autisme memiliki tempat berbagi dan belajar dalam mencarikan jalan pertumbuhan yang paling sesuai bagi anak-anaknya.

Seperti diketahui, autisme tidak bisa disembuhkan 100%. Langkah terbaik mengatasinya adalah dengan menekan tingkat keparahan autisme dan memberi bimbingan dan arahan khusus bagi para penyandang dalam mereka berintegrasi di ruang sosial sesuai keunikan dan talenta masing-masing.

Perjuangan Teman Autis sehari-hari tersalurkan dalam website serta media sosial Instagram mereka. Ketika mengakses laman utamanya, Kawan GNFI akan menemukan berbagai layanan dan tulisan informatif seputar autisme. Bahkan tersedia juga tes deteksi dini untuk mengetahui apakah seseorang adalah penyandang autisme atau bukan.

Teman Autis pun juga menggandeng berbagai mitra seperti sekolah, klinik, dan tempat terapi dalam melakukan aktivitasnya. Mitra-mitra ini pun dapat dicari lokasinya melalui website Teman Autis. Tujuannya tentu agar keluarga dengan penyandang autisme mengetahui lokasi terdekat untuk mereka mendapat bantuan dan bergabung dalam komunitas.

Yang terbaru, per tanggal 2 Oktober 2023, Teman Autis menyediakan layanan konsultasi daring bagi orang tua dengan anak autis. Bernamakan Autis Berdaya, program ini sama sekali tidak memungut biaya.

Usaha kawan-kawan dari Teman Autis ini sudah mendapat berbagai rekognisi juga! Salah satunya melalui Alvinia Christiany selaku co-founder Teman Autis yang menjadi salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Awards (Astra) dalam bidang kelompok pada tahun 2022.

Sangat keren dan inspiratif bukan apa yang diperjuangkan kawan-kawan di Teman Autis? Selain berkecimpung dalam pengabdian yang membantu kawan-kawan kita yang berkebutuhan khusus, perjuangan Teman Autis juga memupuk perkembangan komunitas dengan menghapus sekat-sekat sosial. Bagaimana maksudnya, Kawan GNFI?

Sedikit mencontek apa yang ditulis dalam website Teman Autis, begini maksudnya, “Individu dengan autisme memang berbeda, tetapi bukankah kita dengan orang-orang terdekat kita pun juga berbeda? Alangkah baiknya jika kita semua bisa lebih fokus bukan kepada perbedaan dari setiap kita, tetapi lebih kepada kesamaan yang kita punya.

#kabarbaiksatuindonesia

Referensi:

Riany, Y. E., Cuskelly, M., and Meredith, P. J. (2016). Cultural Beliefs about Autism in Indonesia. International Journal of Disability, Development and Education. 1-18.

https://www.temanautis.com/

https://instagram.com/temanautis?igshid=MzRlODBiNWFlZA==

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

GK
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini