“Trauma dari Kekerasan Seksual Akan Hidup Bersama Korban Seumur Hidup"

“Trauma dari Kekerasan Seksual Akan Hidup Bersama Korban Seumur Hidup"
info gambar utama

Belum lama ini saya menonton film Like And Share yang disutradarai oleh Gina S. Noer dan rilis pada 2022. Film ini menjadi salah satu film penting tanah air untuk ditonton sebagai edukasi. Selain membicarakan isu tabu yang sering terjadi di masyarakat Asia, budaya patriarki, orientasi seksual hingga perjuangan korban kekerasan seksual, film ini juga menyempilkan nilai berharga dalam hubungan kekeluargaan dan persahabatan. Film ini menyadarkan bahwa keadilan dan permasalahan tindakan seksual adalah hal penting dan perlu perhatian.

Menurut catatan akhir tahun Komnas Perempuan 2022 mencatat dinamika pengaduan kasus kekerasan berbasis gender langsung ke Komnas Perempuan, lembaga layanan dan Badilag. Terkumpul sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan dengan rincian, pengaduan ke Komnas Perempuan 3.838 kasus, Lembaga layanan 7.029 kasus, dan Badilag 327.629 kasus.

Angka di atas merupakan presentasi jumlah aduan kekerasan berbasis gender yang terjadi kurun waktu 2020-2022, dan angka di atas belum termasuk kasus serupa yang tak disuarakan oleh perempuan di luar sana dengan berbagai ketakutan dan kekhawatiran.

Berdasarkan studi tahun 2020 yang dilakukan oleh Indonesia Judicial Research Society, alasan terbesar yang membuat korban enggan melapor adalah karena merasa takut (33,5%), kemudian diikuti dengan merasa malu (29%), tidak tahu mau melapor ke mana (23,5%), dan merasa bersalah (18,5%).

Beberapa hal di atas menjadi alasan kuat banyak kasus kekerasan berbasis gender yang tak disuarakan, padahal kasus seperti ini tak hanya membutuhkan pengadilan hukum, namun juga perhatian psikis dan trauma.

Berangkat dari kasus serupa yang dialami pada zaman sekolah dan latar belakangnya yang seorang advokat mengantarkan Justitia Avila Veda untuk terjun langsung dan merangkul para perempuan korban kekerasan berbasis gender untuk bersama-sama menuntut keadilan dan pemulihan mental batin para korban.

Justitia Avila Veda adalah seorang advokat dan ketua di kolektif advokat untuk keadilan gender. Bermula melalui cuitannya di twitter dengan menawarkan berbincang dan keterbukaan antara dia dan perempuan penyintas kekerasan seksual maupun yang belum menyadarinya. Tak disangka, twitnya mendapatkan banyak respon positif dan mendapatkan lebih dari 200 aduan di DM bahkan dari pengacara lainnya yang ingin turut serta terjun membantu. Dari situlah ia menyadari bahwa suara-suara ini memerlukan skema yag teratur. Akhirnya ia dan beberapa kawan sesama pengacara mendirikan KAKG (Kolektif Advokat untuk Kesetaraaan Gender) pada Juni 2020.

“Kami sadar pemulihan bukan hanya penyelesaian hukum, tapi juga pemulihan mental..”

Dari situlah Veda dan teman-temannya di KAKG berdedikasi untuk membantu para korban dalam penyelesaian hukum, pemulihan mental, psikis, finansial hingga reputational. Hingga kini KAKG telah bermitra dengan psikolog dan layanan kesehatan dalam menyelesaian kasus serupa.

Tercatat, telah ada kurang lebih 465 aduan dan 5 putusan pengadilan pada beberapa kasus serupa. KAKG juga telah bekerjasama dengan tim riset untuk pengujian undang-undang yang diharapkan mampu membatalkan atau mengoreksi UU yang menghambat dalam akses keadilan korban.

Menangani hal seperti itu bukan lah perkara yang mudah, tak cukup selesai hanya dengan beberapa minggu, namun dapat menghabiskan beberapa bulan untuk satu kasus di pengadilan, itu pun belum dengan kepastian bahwa trauma korban benar-benar telah pulih. Hal yang menjadi tantangan dalam usaha KAKG ini salah satunya, masih banyak daerah yang belum siap merespon kasus kekerasan seksual. Seperti tidak meratanya akses internet, infrastruktur, tenaga medis dan psikolog, juga kurangnya kesadaran masayarakat dan pemerintah sipil di daerah tersebut sehingga kasus seperti ini belum mendapatkan perhatian khusus. Selain itu juga, meskipun banyak UU yang telah mengizinkan untuk melakukan aborsi, namun tenaga medis tetap tidak mau bertindak jika tidak ada surat perintah pengadilan, dan untuk memproses surat pengadilan membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun. Hal inilah yang menghambat berjalannya penyelesaian kasus dan memeratakan akses ke berbagai pelosok negeri. Oleh itu tim KAKG berharap mampu memperluas akses bantuan hukum ke berbagai daerah di indonesia, terlebih luar pulau jawa yang tak hanya sulit dalam akses internet, namun juga kesadaran pemerintah, akses psikolog dan pengacara yang belum banyak hadir di banyak daerah.

Dalam menyelesaikan kasus seperti ini, tak hanya melelahkan secara fisik, namun juga mental yang turut lebur bersama cerita dan aduan para korban yang mereka dengar. Dengan kesibukan masing-masing, advokat juga perlu menaruh perhatian pada para korban dan menjadi sebuah tantangan bagi pengacara lain yang terjalin dalam KAKG. Oleh itu, Veda memfasilitasi psikolog bagi para pengacara untuk mendampingi secara mental dalam menyelesaikan kasus KBG para korban.

“Membantu korban adalah proses pemulihan dan perjalanan usaha yang panjang, oleh itu kita perlu menyemangati satu sama lain, apalagi jika setelah selesai belum tentu trauma korban sudah hilang..” Ujar Veda dalam Talkshow Good Movement GNFI bersama penerima Apresiasi Satu Indonesia Awards pada 5 September 2023 lalu.

Satu hal yang disadari Veda dalam menjalankan banyak kasus KBG bersama tim KAKG, bahwa hal bias dan kejahatan gender adalah hal yang tidak akan hilang dan tidak dapat dihindari keberadaannya, oleh itu dengan adanya tim KAKG dan apresiasi Awards ASTRA menjadi semangat sekaligus sinyal untuk terus bergerak membantu para korban di luar sana. Beberapa pernyataan dan ucapan terimakasih para koran dan keluarga korban meyakinkan Veda dan tim KAKG bahwa “what we do matter and meaningfull” tak hanya itu, keterkaitan dan semangat yang hadir dalam diri pengacara lain menjadi pemantik semangat tim KAKG.

Melalui kisah Justitia Avila Veda dan tim pengacara lain yang terjalin dalam KAKG menjadi pengingat kawan GNFI bahwa kesadaran akan hal kekerasan berbasis gender adalah penting untuk mendapatkan perhatian. Terlepas dari sifatnya yang tabu dan budaya patriarki di masyarakat kita, sehingga segala kecelakaan seksual disematkan pada perempuan, banyak para korban di luar sana yang bingung dan takut untuk mengadukan suaranya dengan berbagai alasan. Semoga melalui kisah dan perjuangan Veda dan tim KAKG mampu menyadarkan kawan GNFI bahwa hal seperti ini adalah penting dan membutuhkan perhatian.

Jika kawan GNFI pernah menjadi korban kekerasan seksual ataupun mengenal seorang korban namun bingung dan takut untuk melapor, silahkan menyalurkan aduan kepada Kolektif Advokat untuk Kekerasan Gender pada lama Instagram @advokatgender dan mengisi formulir aduan yang tersedia pada bio atau melalui email konsultasi@advokatgender.org.

Selamat memanusiakan perempuan.



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

HK
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini