Eksistensi dan Idealisme mahasiswa pada era post truth

Eksistensi dan Idealisme mahasiswa pada era post truth
info gambar utama

Di zaman sekarang kita dihadapkan dengan tantangan yang cukup serius yaitu pasca kebenaran ini, yang sering kita sebut dengan era postruth, istilah postruth mulai diperkenalkan pada tahun 1992 disebuah artikel seorang dramawan serbia amerika serikat yaitu steve tesich yang berjudul "The Government of Lies" yang di publish di majalah "the nation" yang berisi tentang opini yang berisi emosional menjadi harga mati daripada fakta yang sebenarnya, namun hingar bingar perbincangan ini mulai hangat pada tahun 2016 di seluruh dunia di kalangan kampus dan yang telah menjadi budaya di ruangan digital indonesia.

Di era postruth ini Kredibilitas informasi mulai dipertanyakan dengan adanya kebebasan yang cukup alot yaitu dengan adanya pengaruh globalisasi yang tidak terbendung, seringkali masyarakat mengonsumsi informasi yang dipertanyakan kebenaran nya, entah itu bermuara di media sosial, hingga grub WhatsApp keluarga bahkan penyebaran informasi yang begitu cepat sehingga masyarakat mudah dibutakan dengan informasi yang belum terbukti kebenaranya.

Dalam bentuk sederhananya postruth adalah kebenaran itu berada didalam kebenaran itu sendiri, dengan artian kebohongan bisa menyamar menjadi kebenaran seolah-seolah narasi, opini, maupun informasi menjadi benar ketika kebenaran itu belum teruji dan terbukti dengan mengedepankan memainkan emosional masyarakat dari pada fakta yang terjadi.

Dulu sering kali kita mengucapkan dan menarasikan kata-kata dari seorang filsuf prancis rene Descartes yaitu "Cogito ergo sum" dalam bahasa inggris nya i think therefore i am dengan artian aku berpikir, maka aku ada, namun realita sekarang sudah berubah menjadi i believe therefore i am right! Dengan artian kalau dulu nya kebenaran biasanya kecocokan dengan pikiran/presepsi dengan kenyataan, maka kita masuk ke era yang sangat aneh yang penting buat pikiran dan presepsi terdahulu, nanti realitanya diusulkan dan disesuaikan, ketika kebenaran tidak dipersoalkan lagi, masyarakat akan nyaman ketika fakta ditekuk berdasarkan opini/tafsir/keyakinan pribadi dengan landasan emosional yang terus dimainkan maka kebenaran itu akan menjadi abu-abu dan sulit untuk mencari titik cahaya dari kebenaran dan fakta-fakta dari informasi yang belalulalang di ranah digital tersebut.

Yang menjadi perhatian kita bersama adalah apabila presepsi ini terus dikedepankan kemudian menjadi budaya yang terus di wariskan kepada generasi selanjutnya Dengan penggiringan informasi, opini bahkan berita hoaxs, maka itu akan dapat mengancam tatanan masyarakat, demokrasi, dan idealisme generasi emas 2045 bahkan perdamaian dunia.

Tentu saja hal ini menjadi sebuah problematik yang sangat serius, karena di pasca kebenaran ini, para pelaku mempunyai aim tidak hanya untuk menyebarkan berita bohong tapi juga untuk membuat masyarakat mempercayai datanya, baik ada bukti maupun tidak.

Selain itu, post-truth juga mencakup penyalahgunaan informasi faktual. Seperti menggunakan gambar tertentu untuk menjelaskan situasi yang tidak nyata. Pada akhirnya, informasi yang diberikan tidak lagi otentik dan dapat dipercaya. Salah satu faktor pencetus fenomena ini menurut penulis terletak pada kondisi transisi masuknya teknologi ke dalam kehidupan masyarakat dan dibarengi dengan masyarakat indonesia minim literasi menurut Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda pada 6 april, 2023 ini mengatakan bahwa tingkat literasi indonesia sangat memprihatinkan karena indonesia berada di urutan 74 dari 79 negara berarti peringkat nomor enam dari bawah . Terbukanya ruang internet mendorong kehadiran masyarakat di ruang publik, tidak lagi berdasarkan esensi melainkan eksistensi.

Sifat serba cepat dan praktis yang diajukan juga membuat masyarakat menjadi ugal-ugalan, over, tidak terbendung, dan tidak rasional dalam menyerap informasi. Ujung-ujungnya, banyak orang yang lengah dan mudah terjebak dalam pusaran informasi yang viral akibat dari orang-orang yang fomo terus menyebarkan informasi yang belum terbukti kebenaranya demi kepentingan diri nya sendiri, sehingga banyak orang yang terdzolimi dari berita-berita hoaks , dengan nge like adalah bentuk dari apresiasi kepada si pembuat informasi sehingga algoritma media sosial semakin relevan, maka kita hanya terus berputar dilingkungan/di lingkaran tumbang nya kebenaran tersebut, dengan memeras perasaan si penerima informasi ( masyarakat ) maka akan sulit untuk melihat kebenaran yang terbukti secara faktual.

Idealisme adalah kemewahan terakhir

Menurut data kemendikbudristek dan kemenag, jumblah mahasiswa indonesia dihitung dari 2012 hingga 2022 sebanyak 9,32 juta orang dan ada yang masih aktif dan sudah wisuda, mereka adalah anak-anak muda dan orang-orang yang mempunyai idealisme yang sama untuk indonesia.

Maka apa arti eksistensi dan peran aktif mahasiswa terhadap realitas yang ada Penulis mengutip salah satu quotes tanmalaka "idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda"

Lebih kurang 21 tahun lagi indonesia akan memenuhi penggilan idealisme nya, sudah sepatut nya mahasiswa tidak bermain-main lagi di ranah dengan kepentingan diri nya sendiri karena mahasiswa memiliki tanggung jawab yang sangat besar dan alot sebagai kaum agent of change, estafet bangsa. kalau kekuasaan itu kekal maka itu tidak akan sampai kepada anak muda dulu nya.

Maka dari itu untuk menyongsong generasi emas 2045 sudah sepatut nya anak muda ( mahasiswa ) bergerak untuk mengeluarkan tenaga, pikiran, bahkan gagasan dengan membuat pergerakan dan perdebatan yang paradigmatik.

Dengan dibanggakan kaum intelektual dengan literasi yang mumpuni, sudah seharus nya mahasiswa terjun dan mengedukasi masyarakat dengan cara yang baik dan dipenuhi moralitas yang paripurna, tanpa ada egosentris didalam nya.

Literasi bukan sekedar membaca, tapi literasi mampu menggunakan nalar kritis nya kepada teks agar kita tidak berpaham tekstual dan bisa memahami hal-hal eksistensial pada alam ini, bahkan masyarakat sekalipun. Literasi tidak hanya sekedar kewajiban bagi mahasiswa, tapi ini adalah kebutuhan yang harus menjadi pegangan untuk menangkal realitas yang ada, sehingga peran mahasiswa terasa dan berdampak untuk kebermanfaatan masyarakat, Maka dari itu tri dharma perguruan tinggi semakin relevan cita-cita bangsa ada ditangan anak muda seperti kita, maka sudah seharus nya bergerak dan mewujudkan idealisme yang telah kita tanam dari awal, untuk meraih apa yang di cita-citakan selama ini.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini