Harmoni 2 Budaya : Warisan Budaya Kuliner Selat Solo

Harmoni 2 Budaya : Warisan Budaya Kuliner Selat Solo
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023

#PekanKebudayaanNasional2023

#IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Hidangan Selat Solo atau Bistik Jawa adalah hidangan khas Indonesia yang tercipta selama masa kolonial Belanda di Indonesia (hidangan ini muncul pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20). Seperti judulnya “harmoni 2 budaya”, hidangan selat solo merupakan warisan kuliner budaya Indonesia yang dimana merupakan asimilasi dari dua budaya yaitu budaya Belanda dengan budaya Indonesia dibidang kuliner. Proses ini dapat terjadi karena pengaruh yang sangat kuat dari Belanda khususnya kuliner pada masa kolonial. Selat Solo sendiri merupakan turunan dari hidangan steak yang berasal dari Eropa lalu dimodifikasi oleh masyarakat Indonesia pada masa kolonial. meskipun hidangan Selat Solo memiliki pengaruh Belanda, bahan-bahan lokal Nusantara juga menjadi komponen penting yang dimana sebagai karakteristik dan pembeda dari hidangan steak pada umumnya. “Selat Solo adalah makanan khas Kota Surakarta yang merupakan warisan dari jaman pendudukan bangsa Belanda. Kata ‘selat’ diadopsi dari bahasa Belanda ‘slachtje’ yang artinya hasil penyembelihan daging yang dijadikan kecil-kecil” (Saeroji, A., & Wijaya, D. A. (2017) Pemetaan Wisata Kuliner Khas Kota Surakarta. Jurnal Pariwisata Terapan, 1(2), 13. https:doi.org/10.22146/jpt.24968).

Pada kala itu masyarakat pribumi Indonesia, terutama yang bekerja di rumah-rumah Belanda atau di sektor perhotelan, mulai menciptakan hidangan yang mencampurkan elemen-elemen kuliner Belanda dengan citarasa lokal. Mereka berinovasi dengan menggunakan bahan-bahan lokal dan rempah-rempah Nusantara untuk menciptakan hidangan yang sesuai dengan selera rakyat Indonesia. Seiring berjalannya waktu, para pembuat makanan Indonesia mulai menyesuaikan hidangan Selat Solo sesuai dengan selera dan bahan-bahan lokal. Ini mencakup penambahan bahan-bahan seperti ayam, daging sapi, atau kambing, serta sayuran seperti wortel, kentang, dan kacang polong. termasuk bumbu-bumbu tradisional seperti bawang putih, bawang merah, kunyit, jahe, dan sereh, yang memberikan hidangan rasa khas Indonesia. Hidangan Selat Solo mencerminkan perpaduan budaya Belanda dan Nusantara, hal ini menyoroti penggunaan bumbu-bumbu tradisional Indonesia dalam hidangan yang terinspirasi oleh masakan Belanda. Selain itu Masyarakat lokal memiliki variasi regional yang berbeda di berbagai bagian Indonesia. Setiap wilayah dapat menambahkan sentuhan lokal mereka sendiri, sehingga Selat Solo memiliki variasi dalam rasa dan tampilan berdasarkan lokasi geografisnya.

Hidangan Selat Solo menjadi simbol postkolonialisme dan identitas di Belanda. Selat Solo dianggap sebagai contoh unik dari interaksi budaya yang mewakili hubungan sejarah antara Belanda dan Indonesia. Tidak hanya itu hidangan Selat Solo mencerminkan semangat inklusivitas dan toleransi dalam menciptakan sesuatu yang baru, yang merupakan nilai-nilai penting dalam budaya Indonesia. Hidangan khas dari solo ini ternyata sangat popular dikalangan masyarakat Indonesia, wisatawan yang berkunjung ke solo seakan wajib mencicipi hidangan ini. Selain itu selat solo juga populer di luar negeri karena banyak restoran Indonesia yang berada di luar negeri memiliki hidangan ini di buku menunya guna memperkenalkan hidangan selat solo hingga kancah internasional. Dan banyak pula masyarakat yang penasaran dengan sejarah asal mula hidangan ini tercipta.

Oleh karena itu beberapa orang tertarik untuk mengkaji terkait hidangan selat solo sebagai bentuk warisan kuliner interaksi dari dua budaya. Yang dimana kuliner ini masih tetap eksis dan berkembang sampai sekarang. Juga memberikan bukti nyata bagaimana budaya makanan Indonesia mengalami perkembangan dan perubahan sepanjang sejarahnya, terutama selama masa kolonial. Hidangan ini bukan hanya tentang makanan, tetapi juga merupakan contoh bagaimana budaya makanan dapat mencerminkan sejarah, budaya, dan keragaman Indonesia yang kaya.

Konsep kebudayaan yang mendasari harmoni dua budaya antara budaya Belanda dengan budaya Indonesia dalam segi sejarah, budaya, dan keberagaman. Selat Solo merupakan bentuk representasi penggabungan dua budaya yang berbeda. Terjadinya asimilasi dan akulturasi atau syncretism dua kebudayaan, istilah ini mengacu pada antropologi budaya yang dimana proses dua budaya yang berbeda berinteraksi dan saling mempengaruhi sehingga menciptakan sesuatu yang baru dan unik. Dalam konteks Selat Solo elemen-elemen dari budaya Indonesia dan Belanda berpadu, menciptakan hidangan yang mencerminkan kedua budaya dan merupakan contoh bagaimana budaya tidak selalu harus bertentangan, tetapi bisa bersatu dalam sebuah karya seni kuliner yang menggambarkan keberagaman dan harmoni budaya. Selain itu Selat Solo merupakan manifestasi konkret dari proses akulturasi dan menjadi bagian penting dari warisan budaya Indonesia. Juga menjadi contoh yang nyata tentang bagaimana harmoni dua budaya dapat dicapai dalam sebuah hidangan kuliner. Ini mencerminkan keragaman budaya Indonesia yang kaya, inklusivitas, dan kemampuan budaya untuk terus berkembang melalui interaksi budaya yang beragam.

Adapun dari masa ke masa Selat Solo mengalami perkembangan yang dimana tentunya melibatkan kreativitas budaya anak bangsa dalam sektor kuliner. Menggabungkan elemen-elemen penting dari kedua budaya dalam proses pembuatannya seperti cara pembuatan, cara penyajian, bahan dan alat yang digunakan dalam prosesnya. Dapat dilihat jelas melalui tabel dibawah terkait karakteristik utama Selat Solo yang menjadi pembeda dengan steak Belanda. Serta sebagai simbol dan bukti konkret harmoni dua budaya.

NO

Komposisi Pembeda

Steak Belanda

Selat Solo

1

Daging

menggunakan potongan daging sapi yang lebih besar, seperti steak sirloin atau tenderloin. Daging biasanya disajikan utuh atau dalam potongan besar.

menggunakan potongan daging sapi yang lebih kecil, seperti daging has dalam atau daging sapi giling. Daging ini sering digoreng sebelum disajikan.

2

Pemasakan

dipanggang dengan cara yang sederhana, seperti memanggangnya di atas bara api atau dengan sedikit bumbu. Biasanya, dagingnya tidak dimarinasi terlalu lama sebelum dimasak.

Selat Solo atau Bistik Jawa umumnya digoreng dengan bumbu-bumbu seperti bawang putih, bawang merah, kecap manis, jahe, dan rempah-rempah lainnya. Proses pemanggangan ini memberikan hidangan citarasa yang khas dan memungkinkan bumbu menyerap dengan baik. Adapun proses marinasi sebelum dimasak.

3

Saus

disajikan dengan saus yang berbeda-beda, seperti saus tomat, saus béarnaise, atau saus berbasis mentega. Saus-saus ini cenderung berat dan mengandung banyak mentega atau krim.

disajikan dengan saus yang lebih mirip dengan saus kental yang berbasis kecap manis dengan bumbu rempah-rempah, bukan saus Eropa yang kaya mentega. Saus Selat Solo atau Bistik Jawa lebih kental dan memiliki rasa manis gurih yang khas.

Dari uraian di atas sudah menjelaskan bagaimana harmoni 2 budaya yang direpresentasikan melalui hidagan yang bernama Selat Solo. Terjadinya interaksi budaya ini yang menyebabkan berkembangnya budaya kuliner Indonesia dan mengilustrasikan toleransi budaya terhadap budaya luar. Melalui perkembangan kuliner hybrid ini juga mempengaruhi berkembanganya kepopuleran dan daya tarik budaya dari sector pariwisata menjadikan suatu hidangan sebagai identitas di suatu daerah khususnya Selat Solo.

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:40._Selat_3.jpg

Saeroji, A., & Wijaya, D. A. (2017) Pemetaan Wisata Kuliner Khas Kota Surakarta. Jurnal Pariwisata Terapan, 1(2), 13. https:doi.org/10.22146/jpt.24968

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

UF
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini