Tradisi Maras Taun untuk Memperingati Perayaan Panen Padi Ladang

Tradisi Maras Taun untuk Memperingati Perayaan Panen Padi Ladang
info gambar utama

Indonesia merupakan negara yang memiliki beribu-ribu kebudayaan beraneka ragam. Dengan kebudayaan tersebut, masing-masing daerah saling memengaruhi dan dipengaruhi.

Salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia yaitu Maras Taun dari Pulau Belitung, pulau ini terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung dan Belitung Timur.

Maras Taun merupakan upacara syukuran panen padi yang dilaksanakan setahun sekali pasca panen padi, karena sebagian besar masyarakat-masyarakat yang ada di Belitung bekerja sebagai petani ladang, berkebun atau memancing ikan.

Menurut Suharli, Maras Taun pada dasarnya terdiri dari dua kata yaitu maras yang berarti membersihkan dan taun yang berarti tahun, secara sederhana maras taun bisa diartikan sebagai suatu bentuk upacara untuk membersihkan permasalahan yang ada di tahun tersebut.

Biasanya Maras Taun dilaksanakan satu tahun sekali dan bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur masyarakat Belitung terhadap hasil panen padi. Acara ini juga menampilkan kebudayaan lokal seperti lesong panjang, dul mulok, becampak, beripat beregong, begambus, beritong, besepen, dan begasing.

Biasanya acara ini dilaksanakan selama tiga hari, pada hari pertama dan kedua akan menampilkan kebudayaan lokal oleh masyarakat setempat. Setelah hari pertama dan kedua, tibalah hari ketiga yang merupakan hari terakhir dan paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat.

Pada hari ini akan diadakan Tari Tumbuk Lesung yang diiringi Lagu Maras Taun, tarian yang dibawakan ini menggambarkan petani yang sedang menggarap dan memanen sawah diiringi Lagu Maras Taun yang liriknya mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang telah didapat.

Setelah tarian dan Lagu Maras Taun ditampilkan, akan ada acara selanjutnya yaitu kesalan, kesalan merupakan lantunan-lantunan doa atas syukur panen yang telah didapat, biasanya juga melantunkan doa permohonan keberkahan untuk panen tahun depan yang dipimpin oleh 2 orang tetua adat.

Setelah doa dipanjatkan 2 tetua adat akan menyiramkan air yang telah dicampur dengan Daun Neruse dan Ati-ati. Disiramkan air ini guna untuk membuang kesialan warga desa.

Ketika sudah selesai melantunkan doa, acara selanjutnya adalah berebut lepat. Tidak hanya kebudayaan lokal, di acara ini juga menghidangkan makanan khas yang biasanya dikenal dengan sebutan lepat.

Lepat merupakan makanan yang terbuat dari beras ketan lalu dibungkus dengan daun pandan. Biasanya lepat yang dibuat adalah lepat kecil dan lepat besar. Nantinya lepat-lepat kecil yang telah dibuat dengan jumlah banyak akan diberikan kepada masyarakat, pada saat inilah masyarakat akan berebut untuk mengambil lepat-lepat kecil tersebut.

Berebut merupakan Bahasa Belitung yang memiliki arti memperebutkan, jadi bisa disimpulkan berebut lepat adalah memperebutkan lepat. Pada saat berebut lepat akan digunakan lepat kecil, namun dalam puncak acara Maras Taun akan digunakan lepat besar dengan berat sekitar 25 kg.

Lepat besar akan dibagikan kepada warga dan sebelum dibagikan akan dilakukan pemotongan terlebih dahulu oleh pemimpin setempat ataupun tamu kehormatan.

Makna Tradisi Maras Taun sendiri yakni masyarakat setempat yang meninggalkan tahun lalu dengan ucapan penuh rasa syukur dan juga memohon agar tahun depan bisa lebih banyak hal baik yang diperoleh serta hasil panen padi ladang lebih melimpah.

Dalam acara ini juga kita bisa mempererat tali persaudaraan satu dengan yang lain, bahkan disini juga bisa membuat kerja sama yang baik serta mampu saling menghargai, bahu membahu, dan mengedepankan untuk tidak saling membeda-bedakan antara satu sama lain.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini