Tradisi Ya Qawiyyu : Harmoni Muhammadiyah dan NU

Tradisi Ya Qawiyyu : Harmoni Muhammadiyah dan NU
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023#PekanKebudayaanNasional2023#IndonesiaMelumbunguntukMelambung. Alkisah, Ki Ageng Gribig, seorang ulama pada masa Sultan Agung Hanyokro kusumo pulang dari melaksanakan ibadah haji. Ketika pulang, beliau membawa tiga buah apem. Sampai di Jatinom ternyata kue apem itu kurang untuk dibagi-bagikan kepada anak cucunya dan akhirnya Kyai Ageng Gribig menyuruh istrinya untuk membuat tambahan kue apem tersebut. Setelah selesai semua, kue apem itu dibagikan kepada anak cucunya dengan berkata: “Yaqowiyyu, Yaqowiyyu” yang berarti “Tuhan berilah kekuatan”.

Kyai Ageng Gribig juga tidak lupa memerintahkan kepada para pengikutnya, agar setiap bulan Safar mau merelakan sebagian hartanya untuk membuat apem dan membagi-bagikannya kepada khalayak ramai. Dari perintah ini lahirlah tradisi sedekah apem di Jatinom, yang dilakukan pada sekitar tanggal 15 bulan Safar. Setelah dilakukan pembacaan doa, apem-apem yang telah tersedia kemudian dijarahkan atau disebarkan kepada khalayak ramai (Indarjo, 1953, p. 22).

Tradisi Yaqawiyyu adalah tradisi yang mengakar dan bertahan ratusan tahun di Jatinom, Kabupaten Klaten. Kekayaan budaya masyarakat Jatinom, Klaten ini telah menjadi tradisi tahunan yang dirawat dan dijaga masyarakat setempat. Yaqawiyyu atau tradisi sebar apem ini mengambil spirit dan mewarisi sifat Ki Ageng Gribig yang suka memberi atau bersedekah.

Harian Solopos (21 Juli 2023) mencatat, tradisi “Sebar Apem” atau Yaqawiyyu ini telah menjadi tradisi ratusan tahun, tepatnya 17 Sapar 1541 atau 1619 Masehi. Menurut KBBI (2003), tradisi diartikan sebagai tradisional yang mengandung pengertian yaitu sikap, dan cara berpikir serta tindakan yang selalu berpegang teguh pada norma secara turun menurun.

Yaqawiyyu lahir, tumbuh dan berkembang seiring dengan kultur masyarakat Jatinom. Masyarakat Jatinom Klaten sendiri telah hidup berdampingan dalam masyarakat yang plural. Jatinom adalah daerah yang menghubungkan antara Klaten dengan Boyolali. Karakteristik masyarakatnya adalah masyarakat yang inklusif dan terbuka, toleran dan plural. Di Jatinom sendiri, terdapat tempat ibadah yang beragam baik masjid, gereja maupun pura.

Masyarakat Jatinom memiliki keanekaragaman tradisi, budaya dan agama. Perbedaan tradisi, agama dan adat justru membuat masyarakat semakin menguatkan dan saling menjaga satu sama lain. Rasa guyup rukun, toleransi dan tenggang rasa itu justru muncul saat tradisi Saparan, Yaqawawiyyu.

Yaqawiyyu tidak hanya menjadi milik umat Islam semata, tetapi juga dikerjakan bersama-sama dengan umat agama lain di Jatinom. Yaqawiyyu seperti menjadi lebarannya orang Jatinom. Sebab di bulan Sapar itulah, seluruh keluarga bersama-sama membuat apem. Apem yang sudah dibuat masing-masing warga itu kemudian diserahkan untuk tradisi yaqawiyyu.

Berduyun-duyun orang datang, menyaksikan tradisi Yaqawiyyu, mereka datang dari penjuru negeri untuk menyaksikan dan berebut mendapatkan apem dari perayaan Yaqawiyyu ini.

Harmoni

Tradisi Yaqowiyyu tidak bisa dilepaskan dari geliat dan kepedulian masyarakat Jatinom merawat dan mempertahankan tradisi ini. Tradisi Yaqowiyyu dianggap masyarakat sebagai tradisi yang baik. Nilai utama Yaqowiyyu sendiri tidak mengandung pada aktivitas yang bertentangan dengan nilai agama seperti bid’ah dan syirik.

Dengan tradisi “Sebar Apem” ini, masyarakat semakin guyup, rukun, dan mempertebal etos atau spirit bersedekah, maupun gotong royong dan saling bekerjasama. Dalam “Sebar Apem” atau perayaan Yaqawiyyu ini, setiap tahun warga membentuk seperti kepanitiaan yang terdiri dari beragam kelompok baik muslim maupun non muslim.

Masyarakat Jatinom sendiri terdiri dari kalangan Muhammadiyah dan NU. Dalam perayan Yaqawiyyu, para pimpinan Muhammadiyah tidak menyoal tradisi “Sebar Apem” ini. Para ulama menganggap bahwa tradisi Yaqawiyyu memang tidak ada unsur bid’ah atau penyimpangan akidah.

Disertasi Kiai Tafsir, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah berjudul Dinamika Purifikasi Muhammadiyah di Jawa Tengah (2022) mengangkat studi dan kajian salah satunya tentang tradisi Yaqawiyyu, Jatinom Klaten. Tafsir justru membuktikan bahwa sifat luwesnya Muhammadiyah yang menjadikan kalangan akar rumput menjadi simpatik.

Menurutnya, pengikut Muhammadiyah terdiri dari empat varian ;

  1. Pertama, Al Ikhlas, yakni jamaah Muhammadiyah yang mengamalkan Islam secara murni dan konsisten fundamentalis sesuai buku tarjih.
  2. Kedua, model Kiai Dahlan. Mirip model pertama, tetapi lebih toleran terhadap praktik TBC.
  3. Ketiga, Munu. Yakni jamaah Muhammadiyah yang ke-Nu-Nuan. Mereka bukan hanya toleran tetapi juga sinkretisme terhadap TBC.
  4. Keempat, Marmud (Marhaen-Muhammadiyah). Pada jamaah ini, mereka lebih terbuka, sinkretis dan pragmatis.

Seiring berkembangnya waktu, tradisi “Sebar Apem” di Jatinom, banyak masyarakat dari daerah lain yang lambat laun mempercayai apem yang dibawa bisa membawa kesuburan dan hal-hal baik lainnya.

Menyikapi hal tersebut, memang sebagian besar warga Muhammadiyah memilih diam. Sementara ketua PCM atau Pimpinan Cabang Muhammadiyah Jatinom sendiri justru terlibat dalam panitia Pengelola Pelestari Peninggalan Kyahi Ageng Gribig (P3KAG).

Beberapa warga Muhammadiyah yang memiliki peran secara langsung dalam kegiatan sebar apem Yaqowiyyu juga terlibat langsung dalam susunan kepengurusan P3KAG, beberapa warga Muhammadiyah yang terlibat langsung ke dalam susunan kepengurusan P3KAG periode tahun 2017-2019 antara lain Jamaludin (Ketua PCM Jatinom 2010-2015) dan Muhammad Adnan yang menjabat sebagai Penasehat P3KAG.

Bila di warga Muhammadiyah, pengurus terjun dan terlibat langsung dalam tradisi “Sebar Apem” atau Yaqawiyyu di Jatinom, warga Nahdiyin biasanya memeriahkan tradisi Yaqawiyyu ini dengan mengundang tokoh atau ulama kalangan Nahdiyin untuk memeriahkan acara Yaqawiyyu dengan doa bersama atau shalawat bersama. Warga Nahdiyin dalam acara Yaqawiyyu juga turut memeriahkan kegiatan atau tradisi ini dengan hadir dalam kegiatannya maupun partisipasi saat pembuatan apemnya.

Tradisi Yaqawiyyu telah menciptakan harmoni bersama antara dua ormas Islam, Muhammadiyah dengan NU. Kalangan akar rumput warga Muhammadiyah dan Nahdiyin pada kenyataannya bisa menjaga kebersamaan, kerukunan tanpa terjebak pada penyelewengan akidah.


(pastikan sertakan sumber data berupa tautan asli dan nama jika mengutip suatu data)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AY
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini