Acara Adat Kematian Saur Matua, Penghargaan Terakhir Bagi Orang Batak Toba

Acara Adat  Kematian Saur Matua, Penghargaan Terakhir Bagi Orang Batak Toba
info gambar utama

Lain lubuk lain ikan, lain suku lain kebudayaan. Perumpamaan ini cocok diterapkan di Indonesia.Salah satu adalah budaya Batak Toba dalam menyikapi kematian terutama orangtua yang sudah berumur.

Bagi Suku Batak Toba di Sumatera Utara, kematian bagi orangtua yang sudah sepuh terlebih jika anaknya sudah menikah dan memiliki cucu dari anak perempuan atau lelaki disebut Saur Matua.

Prosesi kematian akan dilakukan lebih istimewa dan mirip sebuah pesta. Nuansa sedih muncul, tapi ada nuansa semarak yang dapat kita temukan dalam prosesi adat kematian tersebut.

Beberapa hal yang berbeda saat upacara adat kematian yang dapat kita temukan antara lain:

1. Semua keturunan, mulai dari anak, cucu dan cicit akan berpakaian dan berpenampilan lebih rapi. Perempuan berkebaya, laki-laki menggunakan pakain rapi dengan penutup kepala bernama sortali. PAda umumnya perempuan akan berdandan ke salon

2. Acara adat di hari H akan mendatangkan semua anggota keluarga. Baik keluarga inti, extent keluarga dari pihak laki-laki dan perempuan. Semua mengambil peran

3. Keluarga istri akan membawa beras atau ulos sebagai simbol menyatakan turut bersedih atas kepergian orangtua.

4. Keluarga lelaki akan menyampaikan tumpak (uang) sebagai bentuk bersolidaritas atas kematian orangtua

Boleh dikatakan biaya rata-rata tidak kecil. Saat ini bisa menghabiskan kisaran 80 juta-150 juta untuk total biaya dari musik, konsumsi, biaya pemakaman, pengganti beras, dan biaya tetetk bengeknya.

Bagi orang Batak, pengalaman ini memiliki berbagai makna tergantung bagaimana menyikapinya.

Tapi kawan GNFI, banyak orang muda yang sudah terlibat langsung dalam proses ini melihat berbagai hal baik. Sebagai bagian dari melestarikan budaya yang masih tersisa, secara pribadi saya juga melihat berbagai hal baik antara lain:

1. Sebagai upaya kegotongroyongan, karena semua anggota keluarga akan memberi sumbangan sesuai dengan kemampuannya.

2. Upaya memberikan penghormatan pada pihak "tulang" "hula-hula" dari keluarga perempuan/istri menjadi pengejawantahan akan penghormatan pada istri dan keluarganya.

3. Bernyanyi dan menari menjadi bagian prosesi penting dalam menyampaikan rasa bela , rasa simpati bahkan mengingat kembali sosok dan kenangan orang yang telah dahulu meninggalkan kita.

Dari pagi sampai mengantar ke pekuburan, bernyanyi dengan memperdengarkan berbagai jenis lagu Batak akan mengiringi. Ada nada sedih, ada nasihat, ada kenangan bahkan harapan untuk masa depan yang lebih cerah.

Ada tradisi dalam keluarga Batak bahwa kehadiran pada acara adat dan prosesi kematian orangtua akan sangat penting. Kerabat, keluarga, anggota keluarga jauh dari semua pihak akan datang. Bahkan besan dari semua anak yang sudah menikah diharapkan kehadirannya.

Semua kelompok yang datang akan memberikan ucapan turut berdukacita, memberikan penghiburan. Dari pihak keluarga perempuan dan istri akan memberikan banyak nasehat untuk penguatan,

Dalam prosesi adat tiga hal penting yang dilakukan oleh kelompok keluarga yang datang:

  1. Membawa beras yang disampaikan ke keluarga yang berduka dari pihak istri atau perempuan
  2. Menyampaikan ulos dari pihak istri atau perempuan sebagai simbol, agar jiwanya dan tubuhnya dilindungi oleh Tuhan
  3. Memberikan kata penghiburan
  4. Menyampaikan nasehat agar keluarga kuat
  5. Mendoakan keluarga yang berduka

Beberapa kelompok yang akan melakukan 5 hal diatas adalah: Pihak Hula-hula (Keluarga nenek, istri (), dongan tubu (satu marga, satu bapa, satu kakek), boru (pihak perempuan sebagai parhobas-panitia.

Termasuk juga besan dari menantu laki-laki dan perempuan. Semua akan dipanggil untuk bikini acara dan membawa sesuai dengan posisinya di acara tersebut.

Satu catatan, semua proses diatas dapat dilakukan jika yang meninggal baik suami atau istri sudah saur matua. Saur matua artinya si almarhum ibu atau bapak, semua anaknya sudah menikah. Sudah memiliki cucu dari dari keturunannya.

Pengalaman saya sendiri memberangkatkan kedua orangtua saya yaitu ay pada tahun 2003 dan ibu saya pada tahun 2016 persis sama.

Bebearap kebaikan yang saya rasakan ketika acara adat ibu dan ayah saya di kampung antara lain:

1. Bertemu dengan semua keluarga besar yang saya kenal langsung, dari cerita ibu dan ayah saya

2. Kami sebelas bersaudara turut hadir sampai cucu-cucu. Mengikuti semua prosesi adat dengan antusias

3. Semua orang berkontribusi sesuai dengan posisi dan perannya. APakah dia anak lelaki, boru (anak perempuan), hela (menantu laki-laki), parumaen (menantu perempuan) bahkan cucu

4. Semua biaya yang timbul dari A sampai Z ditanggulangi bersama. Tidak ada yang keberatan, jumlah kontribusi sesuai kesanggupan

Lepas dari ada beberapa hal yang kurang atau ada sedikit masalah, itu hal biasa. Tapi secara umum yang saya alami sejak hari meninggal hingga diberangkatkan ke kampung halaman, semua relatif berjalan baik.

Tradisi ini tentu akan membekas bagi keturunannya dan berharap semua keturunan akan hidup bahagia, sukses dan saling kompak.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

BS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini