BESAOH, GOTONG ROYONG YANG DIJUNJUNG: Cerita Kebudayaan dari Pulau Bangka

BESAOH, GOTONG ROYONG YANG DIJUNJUNG: Cerita Kebudayaan dari Pulau Bangka
info gambar utama
Metik buah sahang
info gambar

Pulau Bangka, merupakan sebuah kepulauan yang terletak di timur pulau sumatera yang terkenal dengan panorama pantai dan budaya yang menjadi ikon pariwisata selain pulau Bali. Hamparan batu granit dan pasir putih menjadi ciri khas pantai di pulau ini, juga terkenal sebagai penghasil “Sahang”, pasir logam timah dan beberapa varietas durian yang sangat enak. Tidak kalah dengan itu semua, ramah tamah budaya adat melayu menjadi cerita tersendiri ketika nanti berkunjung di Pulau Bangka.

Salah satu adat istiadat yang populer, kebudayaan yang telah mengakar kuat, terjunjung tinggi dan sangat terkenal pada suku melayu di Negeri Serumpun Sebalai adalah sebuah kebiasaan masyarakat dalam suatu lingkungan atau kampung di pedesaan untuk berkumpul bersama-sama dalam rangka saling berbagi dan peduli, gotong royong dan menjalin kekeluargaan (silaturahmi) dengan membawa sajian “Tudung saji” berkumpul di masjid, mushola, balai desa, adat, atau lapangan biasanya pada hari besar keagamaan, dikenal dengan sebutan “Nganggung” yang menjadi tagline di beberapa daerah kabupaten terkait budaya tersebut diantaranya Negeri Sejiran Setason (Kab. Bangka Barat), Sepintu Sedulang (Kab. Bangka), ataupun Selawang Segantang (Kab. Bangka Tengah). Namun, ada kebudayaan yang tak kalah penting di pulau Bangka terkait kebiasaan gotong royong masyarakat melayu dalam kesehariannya berupa kegiatan atau usaha yang dilakukan secara bersama-sama biasanya disebut dengan “Besaoh” yang menjadi slogan salah satu kabupaten di selatan pulau bangka, yakni “Negeri Junjung Besaoh”.

Dahulu besaoh lahir dari rasa kepedulian yang luhur masyarakat Melayu untuk bersama-sama merasakan kesulitan yang mereka alami dan mengerjakan bersama sama sebagai solusi dari mengatasi permasalahan yang dihadapi. Prinsip tersebut mengesampingkan diri sendiri dan lebih mengedepankan orang lain sebagai bentuk kepedulian. Kampung-kampung yang penduduknya bermata pencaharian sebagai petani menerapkan budaya besaoh yang terjunjung tinggi dalam nilai-nilai kebudayaan keseharian mereka. Berbeda dengan gotong royong pada umumnya yang dilakukan untuk kepentingan umum atau bersama. Gotong royong Besaoh kepentingannya lebih bersifat kekeluargaan dan golongan, biasanya dilakukan saat musim tanam ataupun musim panen. Pengerjaan secara bersama-sama selain menghemat waktu dan biaya, juga terjalin nilai Silaturahmi cerminan dari ikatan persaudaraan yang kuat didalam kelompok masyarakat.

Besaoh paling sedikit melibatkan dua atau lebih kelompok keluarga. Mulanya mereka saling bicara terkait kegiatan yang akan dilakukan, menyepakati waktu dan giliran besaoh dalam kelompok. Saat pelaksanaan, laki-laki mengerjakan pekerjaan utama atau pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga, perempuan menyiapkan hidangan dan konsumsi sederhana yang mereka peroleh dari hasil kebun dan ladang. Pekerjaan yang dilakukan secara besaoh akan cepat selesai sehingga setiap orang akan mendapatkan giliran besaoh berikutnya.

Namun cepatnya Perkembangan zaman dan teknologi, berperan dalam merubah karakteristik kehidupan masyarakat di banyak tempat tak terkecuali suku Melayu di pulau bangka. Yang mendasar adalah perubahan tingkah laku dan adat istiadat, serta kebiasaan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang lebih terlihat individualis, mementingkan ego dan diri sendiri, sering kali mengabaikan lingkungan di sekitarnya dan cendrung pragmatis. Perubahan karakteristik tersebut tentu saja sedikit demi sedikit mulai mengikis budaya yang ada di masyarakat, anak-anak sekarang lebih sering menghabiskan waktunya pada gawai daripada aktivitas kelompok, sehingga tidak pernah kenal dan tahu kearifan budaya lokal, budaya besaoh sebagai jati diri sebagai penerus warisan leluhur. Belum lagi dengan kecenderungan kehidupan materialistik, segala sesuatu diukur dengan nilai, sehingga gotong royong pada budaya melayu tersebut lama-lama akan hilang dan ditinggalkan.

Perkembangan zaman dan teknologi tidak dapat dibendung, demikian juga dengan nilai-nilai budaya akan terlupa dan ditinggalkan, jika tidak dapat bersanding dengan perkembangan zaman dan teknologi tersebut. Untuk kembali mengenalkan dan melestarikan nilai-nilai kebudayaan, maka dibutuhkan usaha yang besar agar dapat seiring sejalan dengan perkembangan zaman dan teknologi. Anak-anak mengetahui sejarah dan akar budaya, orang tua melestarikan dan menjaganya, dengan membuat event-event nasional dan program pariwisata budaya, melakukan sosialisasi dan mengkampanyekan event tersebut dengan memanfaatkan e-flyer pada media teknologi dan sosial media karena efektif, dapat diakses oleh siapa saja, jaringan promosi bisa lebih luas dan merupakan salah satu cara terbaik untuk menjangkau pelanggan (Budi Susanto dan Puji Astutik:37). Melalui desa wisata, budayawan dan konten kreator dapat bersinergi dalam menghasilkan konten-konten yang menarik terkait pelestarian budaya besaoh dengan melibatkan wisatawan sebagai bagian dari kegiatan budaya besaoh, selain sebagai media promosi, juga digunakan pengalaman sebagai pembelajaran secara langsung sehingga mereka dapat merasakan arti dan makna dari kegiatan tersebut.

Besaoh memiliki manfaat dan nilai-nilai historis yang perlu dilestarikan, gotong royong dalam kebudayaan ini dahulunya mampu mengatasi permasalahan-permasalahan hidup yang ada. perubahan zaman hanyalah perubahan cara hidup, dengan pemanfaatan teknologi harusnya sekarang pun budaya besaoh dapat dijadikan sebagai jawaban atas segala permasalahan kompleksitas hidup yang berubah serba cepat.

Budaya melayu memang memiliki banyak makna, berkesan sebagai budaya gotong royong, dan bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai penutup izinkan penulis berpantun.

Gelam kayu tumbuh di air keroh

Dipasang ajir sahang kayu pelawan

Budaya melayu itu junjung besaoh

Bergotong royong kita berteman

https://id.wikipedia.org/wiki/Lada

Syarifuddin,”https://sulselprov.go.id/welcome/post/dampak-teknologi-terhadap-kehidupan-sosial-masyarakat

Budi Susanto dan Puji Astutik,”Pengaruh Promosi Media Sosial Dan Daya Tarik Wisata Terhadap Minat Berkunjung Kembali Di Obyek Wisata Edukasi Manyung”, Jurnal Riset Bisnis dan Ekonomi, Volume 1 Nomor 1 Tahun 2020: hal 37. https://ojs.unik-kediri.ac.id/index.php/jimek


(pastikan sertakan sumber data berupa tautan asli dan nama jika mengutip suatu data)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

MM
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini