Eksplorasi Tradisi Meron sebagai Potensi Wisata Budaya Desa Sukolilo Kabupaten Pati

Eksplorasi Tradisi Meron sebagai Potensi Wisata Budaya Desa Sukolilo Kabupaten Pati
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023#PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Masyarakat Jawa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi, maupun agama. Acapkali tradisi dalam kebudayaan masyarakat Jawa bertalian erat dengan ritual-ritual keagamaan. Salah satunya dapat kita saksikan dalam tradisi Meron yang merupakan event tahunan masyarakat Desa Sukolilo, Pati. Upacara tradisi Meron merupakan tradisi yang dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabiulawwal dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Menurut Ali Zuhdi (2022) tradisi Meron digelar sejak masa Kesultanan Mataram pada awal abad 17. Sejarah Meron bermula dari Desa Sukolilo, yang merupakan Kademangan di bawah pemerintahan Adipati Pragola, Kadipaten Pati. Setelah perang antara Mataram melawan Adipati Pati (±1600-an M), sisa-sisa prajurit Mataram yang bertugas di Kademangan Sukolilo tetap tinggal di sana. Para prajurit ingat bahwa pada tanggal 12 Maulid, orang-orang di Mataram menyelenggarakan upacara Sekaten. Mereka meminta izin untuk tidak pulang untuk mencegah pembangkangan, dan mereka juga meminta untuk menyelenggarakan upacara Sekaten di Sukolilo. Kademangan Sukolilo menerima izin untuk mengadakan upacara Sekaten serupa setiap tahunnya di Sukolilo. Namun, istilahnya diganti menjadi Meron.

Menurut Rahmaningrum (2015) definisi Meron dalam bahasa Kawi berarti meru atau gunung. Adapun dalam bahasa Jawa Kuna, Meron atau Merong berarti mengamuk, artinya tradisi ini memperingati peristiwa perang Mataram Vs Pati zaman dahulu. Ada yang bilang Meron berarti emper (halaman rumah) sebab gunungan yang dibuat sebelum dibawa harus dipajang di depan halaman rumah pejabat desa. Meron jika dilihat dalam bahasa Arab yakni mi’roj mempunyai arti keberhasilan. Sedangkan dalam bahasa Jawa, Meron berasal dari kata me artinya ramai dan ron artinya tiron, Meron artinya ramai tiron-tiron (banyak tiruannya), dikarenakan Meron ialah salinan wujud dari Sekaten. Meron memiliki tiga bagian utama, yaitu: mustaka, nduwuran, dan ancak. Bagian mustaka berbentuk seperti miniatur ayam jago (untuk perangkat desa) dan miniatur masjid (untuk modin). Bunga kertas melingkari bagian mustaka, yang memiliki arti sebagai pemimpin yang harus dicontoh agar namanya harum. Ayam jago juga dianggap sebagai simbol keprajuritan. Rangkaian bunga melambangkan amal tulus demi persatuan, dan masjid melambangkan keislaman. Bagian gunungan terdiri dari ampyang yang dilambangkan sebagai perisai, mancungan yang melambangkan tombak, cucur melambangkan semangat, dan melambangkan amal tulus untuk persatuan. Bagian ancak meliputi ancak pertama yang melambangkan iman, ancak kedua melambangkan Islam yang berisi lima macam buah-buahan seperti rukun Islam, dan ancak ketiga melambangkan ihsan yang berisi lauk-pauk. Sedangkan daun ringin yang dililit di empat sudut ancak melambangkan kedamaian dan ketenangan.

Masyarakat Desa Sukolilo dalam melaksanakan tradisi Meron dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut dibagi menjadi tiga: persiapan, pelaksanaan, serta pasca-prosesi. Berbagai tahapan dilakukan selama tahap persiapan, seperti membuat ubarampe. Ada juga perlengkapan untuk memeriahkan suasana, seperti spanduk dan bendera yang terbuat dari kertas berwarna dan daun lontar, serta berbagai aksesoris dan dekorasi. Selain itu, sebuah panggung terbuka dibangun dan didirikan di teras di depan rumah kepala desa di halaman Masjid Agung Sukolilo untuk pertunjukan seni dan prosesi khidmat.

Selanjutnya tahap pelaksanaan, Menurut Saria dan Sabardilab (2023) pada tahap ini diawali dengan mengarak Meron, kirab, dan pawai pada 13 Rabiulawwal. Turut hadir dalam perayaan tersebut warga, kerabat dan masyarakat yang bergotong royong membuat Meron. Pada pagi hari Meron diletakkan di emperan rumah masing-masing perangkat desa, menunggu upacara pemberangkatan. Para perangkat desa peserta upacara prosesi beserta keluarga masing-masing berdandan memakai busana Jawa berupa kain dan beskap untuk lelaki serta kain dan kebaya untuk perempuan serta telah dirias oleh juru rias. Setelah semua siap, diadakan selamatan pemberangkatan dengan peserta warga sekitar, para perangkat desa, pangombyong atau pendukung dan tamu undangan yang hadir. Sedangkan yang terakhir ialah pasca-prosesi berupa selametan kenduri dan juadah pasar yang terdiri dari aneka makanan dan buah-buahan, serta air kendi sebagai tanda restu dari kepala desa atas jabatannya kepada rakyatnya.

Pj Bupati Pati Henggar Budi Anggoro menyebut tradisi ini menjadi magnet wisata budaya di Kota Mina Tani. Meron merupakan tradisi yang sudah mendapat predikat sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bahkan tradisi Meron juga memperoleh pengakuan di tingkat nasional sebagai nominator tiga besar kategori festival tradisi anugerah pesona Indonesia tahun 2022. Berdasar prestasi dan potensi tersebut, Pj Bupati mengatakan bahwa pelestarian budaya Meron harus mendapatkan dukungan bersama agar dapat menjadi fondasi yang kuat dalam menamankan rasa cinta terhadap budaya daerah. Pada tahun 2021, Desa Sukolilo terpilih dalam program desa pemajuan kebudayaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Selain itu, budaya Meron, yang telah diakui sebagai warisan budaya tak benda sejak 2016, diakui sebagai warisan komunal masyarakat Pati pada tahun 2023. Masyarakat desa Sukolilo melakukan promosi wisata budaya tradisi Meron melalui akun sosial media Instagram di akun @Meron_Sukolilo yang berisi gambar dan video tentang tradisi Meron di desa Sukolilo. Kemudian, terdapat hiburan yang ada pada malam sebelum Meron, terjadi acara ulan-ulan dan parade yang dilakukan setelah waktu magrib. Acara ini terdiri dari barongan, barongsai, arak panjang naga (juga dikenal sebagai Naga Liong) atau hanya boneka besar yang diarak di sepanjang jalan dengan musik dangdut yang dimainkan, yang kemudian menggunakan rute pawai Meron. Pada hari pelaksanaan upacara Meron terdapat karnaval budaya, kirab budaya pendowo limo dan gebyar Sultan Agung yang menjadi hiburan bagi masyarakat yang menonton sekaligus juga sebagai ajang mempromosikan potensi seni budaya oleh pelajar di Sukolilo, sehingga menarik minat kunjungan bagi para wisatawan untuk menyaksikan tradisi Meron. Di samping itu masyarakat Desa Sukolilo dan sekitarnya banyak memanfaatkan suasana Meron ini untuk berbisnis dengan membuka aneka dagangan mereka di jalan Pati-Purwodadi sepanjang Desa Sukolilo hingga ke lapangan depan Koramil Sukolilo. Sehingga, tradisi Meron ini menyimpan nilai ekonomis karena dapat meningkatkan income masyarakat Desa Sukolilo dan sekitarnya.

Dalam menangani tradisi Meron sebagai aset budaya daerah dan aset wisata, Pemkab Pati, Dinas Pariwisata, dan pemerintahan Desa Sukolilo harus bekerja sama untuk menjadikannya tontonan dan hiburan yang menarik wisatawan domestik. Selain itu, masyarakat desa Sukolilo harus mempertahankan, melestarikan, dan mengembangkan tradisi Meron sebagai cara untuk menunjukkan penghormatan kepada leluhurnya. Agar generasi berikutnya juga terlibat dan mengetahui pelaksanaan tradisi Meron, masyarakat harus mempromosikan wisata budaya tradisi Meron di berbagai akun sosial media. Pengunjung juga harus terlibat aktif dalam menciptakan suasana yang kondusif dan menjaga keamanan dan ketertiban selama pawai tradisi Meron. Semoga upacara ini membawa manfaat nyata bagi masyarakat.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RN
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini