Tradisi Sedekah Laut oleh Warga Desa Bendar, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

Tradisi Sedekah Laut oleh Warga Desa Bendar, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Apakah kawan GNFI pernah mendengar tentang Kabupaten Pati?

Jika kawan GNFI berasal dari Pulau Jawa, mungkin tidak asing dengan daerah satu ini. Kabupaten Pati adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Kudus dan Kabupaten Demak di sebelah Barat, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora di sebelah selatan, serta Kabupaten Rembang di sebelah timur.

Karena letak geografis Pati yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa, Pati memiliki pelabuhan yang masih aktif hingga sekarang, bahkan memiliki aktivitas dagang yang cukup padat, yaitu Pelabuhan Juwana. Tidak mengherankan bahwa nelayan menjadi mata pencarian utama masyarakat di Kecamatan Juwana ini. Ketika mengunjungi Kecamatan Juwana, kawan GNFI bisa menemukan sebuah desa yang terkenal karena mayoritas warganya adalah miliarder.

Desa tersebut bernama Desa Bendar yang dijuluki sebagai “Kampung Nelayan terkaya di Indonesia". Hal ini sejalan dengan penelitian Prasetyowati, Rasiman, dan Minarti (2019) yang menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Desa Bendar bermata pencarian sebagai nelayan dengan jumlah 55,7% atau 880 orang.

Kawan GNFI jangan salah, walaupun profesi nelayan seringkali dianggap remeh, namun, usut punya usut, nelayan di daerah ini memiliki rata-rata penghasilan puluhan hingga ratusan juta rupiah per bulannya, cukup mencengangkan bukan? Oleh karena pendapatan dari hasil laut yang melimpah tersebut serta keselamatan saat berlayar, masyarakat sering melakukan ritual kebudayaan yaitu “Sedekah Laut” atau yang biasa disebut “Nyadran” yang memiliki arti sebuah tradisi atau ritual yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa dalam rangka memperingati dan memberikan penghormatan kepada para leluhur atau arwah nenek moyang.

Terdapat pula istilah "Larung Sesaji" yang merupakan bagian dari tradisi "Nyadran" di mana masyarakat melempar atau menghanyutkan sesaji (persembahan makanan dan bunga) ke laut ataupun muara sungai. Tradisi ini diselenggarakan tiap bulan Syawal atau satu minggu setelah hari raya Idulfitri dan sudah dilakukan sejak tahun 1953. Walaupun hasil tangkapan tiap tahunnya berbeda-beda, masyarakat biasanya masih tetap melakukan sedekah laut. Tradisi sedakah laut ini berupa menyedekahkan sesaji yang berisi bunga 7 rupa, kepala kerbau maupun kepala kambing, pisang raja, kelapa, lepet, dan ketupat kepada laut dengan cara dilarungkan atau dihanyutkan di muara sungai ataupun laut. Namun, tidak hanya itu saja, pada malam sebelumnya biasa digelar pertunjukan wayang kulit sebelum melakukan prosesi sedekah laut pada keesokan harinya.

Pagelaran Wayang Kulit
info gambar

Tradisi sedekah laut memiliki prosesi upacara yang diawali dengan penyerahan selendang kepada juru kunci pantai, yang setelahnya dilanjutkan dengan prosesi arak-arakan atau rombongan yang berjalan menuju pantai utara Jawa dengan membawa sejumlah sesaji, miniatur kapal, dan juga kepala kerbau maupun kepala kambing. Rombongan tersebut terdiri dari masyarakat sekitar, wisatawan, dan juga sekelompok orang yang membawakan kesenian jaranan yang dipimpin oleh seseorang berpenampilan Anoman yang membawa sebuah palu gada.

Sedekah laut

Setibanya di pantai, sesepuh desa membacakan doa dalam bahasa Jawa. Selanjutnya, terdapat gunungan atau masakan beserta jajanan pasar yang biasa ditempatkan di atas miniatur kapal nelayan dan melakukan tiga putaran mengelilingi teluk. Setelah prosesi tersebut selesai, gunungan bersama sejumlah sesaji dibawa ke dermaga untuk dihanyutkan ke tengah laut.

Tradisi sedekah laut ini sendiri mengandung beberapa unsur keterkaitan hubungan, yaitu seperti hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk lain, serta manusia dengan Sang Pencipta.

Keterkaitan Hubungan antara Manusia dengan Manusia

Terdapat nilai kebersamaan dan gotong royong yang terkandung dalam tradisi sedekah laut. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afriansyah dan Sukmayadi (2022) yang mana pada penelitiannya menyatakan bahwa kegiatan sedekah laut merupakan tradisi yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat. Masyarakat mengimplementasikan nilai kebersamaan dan gotong royong tersebut karena dilandasi dengan perasaan senasib dan sepenanggungan antar masyarakat terutama para nelayan yang sebagian besar memiliki mata pencarian di laut.

Keterkaitan Hubungan antara Manusia dengan Alam

Tradisi sedekah laut, yang telah dilaksanakan secara turun-temurun oleh masyarakat sekitar pesisir utara Laut Jawa ini bertujuan melindungi para nelayan dari ancaman gelombang besar dan bahaya laut lainnya serta memastikan keselamatan dan hasil melimpah bagi mereka. Memiliki hubungan yang baik dengan alam akan menumbuhkan perasaan aman dan nyaman ketika berlaut. Masyarakat percaya bahwa apabila tidak melakukan tradisi sedekah laut atau tidak memberikan sesaji yang lengkap maka akan terjadi musibah yang menimpa masyarakat ataupun hasil laut yang kurang.

Keterkaitan Hubungan antara Manusia dengan Makhluk Lain

Tahukah kawan GNFI bahwa Pati memiliki sebutan sebagai "Kota Seribu Paranormal"? Hal ini bukan tanpa alasan, karena kawan GNFI dapat dengan mudah menemukan paranormal (dukun) di sini. Hal ini terdapat kaitannya dengan tradisi sedekah laut yang diyakini mengandung unsur tuah dan kesakralan. Tradisi sedekah laut yang dijalankan masyarakat Juwana ini merupakan sistem kepercayaan yang sudah mereka yakini sejak dulu. Masyarakat sekitar pesisir utara Laut Jawa percaya bahwa manusia hidup berdampingan dan harus memiliki hubungan yang baik dengan sesama manusia, alam, makhluk lain, dan juga Sang Pencipta.

Keterkaitan Hubungan Manusia dengan Sang Pencipta Alam

Pelaksanaan tradisi sedekah laut ini menjadi sebuah bentuk penyampaian rasa syukur masyarakat Desa Bendar kepada Allah SWT akan hasil laut yang melimpah. Masyarakat Desa Bendar juga berdoa kepada Allah SWT untuk dimudahkan dan diberi hasil yang lebih banyak kedepannya dalam mencari ikan serta mendapatkan keselamatan dan dijauhkan dari bahaya saat berlayar, mengingat besarnya resiko bekerja di laut.

Secara keseluruhan, Kabupaten Pati, khususnya Desa Bendar, memiliki tradisi sedekah laut yang lebih dari sekadar ritual, tradisi ini juga memiliki unsur kepercayaan dan kesakralan yang berperan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pati. Masyarakat Desa Bendar mengungkapkan rasa syukur dan berdoa kepada Sang Pencipta atas hasil laut yang melimpah, mencerminkan hubungan yang dalam dengan Sang Pencipta Alam.

Referensi:

Afriansyah, A., & Sukmayadi, T. (2022). Nilai Kearifan Lokal Tradisi Sedekah Laut dalam
Meningkatkan Semangat Gotong Royong Masyarakat Pesisir Pantai Pelabuhan Ratu. Jurnal
Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, 3(1), 33–46.

Fitriyani, N. S., Stanislaus, S., & Mabruri, M. I. (2019). Sistem Kepercayaan (Belief) Masyarakat Pesisir Jepara pada Tradisi Sedekah Laut. INTUISI: Jurnal Psikologi, 11(3), 211–218.

Prasetyowati, D., Rasiman, & Minarti, I. B. (2019). Pemberdayaan Masyarakat Desa Bendar
Kecamatan Juwana Kabupaten Pati Menuju Desa Sentra Kerupuk Ikan. Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat, 25(2), 80–84.

Fuaad, A. Z. (2021). Kajian Hukum Islam Terhadap Tradisi Sedekah Laut Masyarakat Desa Bendar Kecamatan Juwana Kabupaten Pati. Universitas Islam Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AF
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini