Perang Sipil Yaman: Ketika Perdamaian Hanyalah Angan Belaka

Perang Sipil Yaman: Ketika Perdamaian Hanyalah Angan Belaka
info gambar utama

Sudah sejak 2014, Yaman berada dalam keadaan perang dan tidak ada kedamaian. Status sebagai negara perang masih berlanjut. Akibatnya, sebanyak 375.000 orang meninggal dunia sejak 2015, lapor PBB. Dalam laporan Human Rights Watch pada tahun 2022, separuh korban dari perang Yaman yaitu sebanyak 20,7 juta padalah anak-anak yang terancam bencana kemanusiaan.

Perang saudara di Yaman meletus ketika pemberontak Houthi merebut ibu kota Sanaa dan menggulingkan pemerintah dengan dukungan Iran. PBB mengatakan bahwa Yaman sedang mengalami krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Terdapat 4,5 juta orang dengan satu dari tujuh populasi, telah mengungsi. Selain itu, sebanyak puluhan ribu orang di Yaman saat ini hidup dalam kondisi seperti kelaparan, sementara sekitar enam juta orang berada di ambang kelaparan.

Awal Mula Perang Yaman Dimulai

Dilansir dari bbc.com, pada tahun 2011, pemberontakan rakyat di Yaman memaksa presiden, Ali Abdullah Saleh, untuk menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Mansour Hadi. Namun, presiden baru kewalahan dengan masalah ekonomi dan masalah keamanan, seperti serangan oleh para jihadis, Houthi.

Beberapa analisis berpendapat bahwa Iran memasok persenjataan kepada Houthi. Hothi adalah pasukan milisi bersenjata dengan sekte Syiah Zaydi. Hal ini menimbulkan ancaman terhadap negara sekitarnya, terutama Arab Saudi.

Setahun kemudian, Arab Saudi menggalang aliansi sembilan negara Arab untuk memulihkan pemerintahan resmi Yaman. Selain mengirimkan senjata dan memberikan pelatihan militer, koalisi bentuk Arab Saudi juga melancarkan serangan bertubi-tubi yang meluluhlantakkan kota-kota di Yaman dan memicu bencana kemanusiaan.

Pada bulan Agustus 2015, pasukan darat koalisi Arab Saudi mendarat di kota pelabuhan Aden dan mengusir Houthi dari selatan Yaman. Namun, di Sanaa-ibu kota negara-pasukan koalisi tidak dapat mengusir pasukan Houthi. Pemerintahan resmi Yaman kini berada di Aden. Pasukan Houthi bersekutu dengan mantan presiden, Ali Abdullah Saleh, untuk membentuk “dewan politik” untuk mengatur wilayah yang mereka kendalikan.

Namun, kerja sama ini berakhir pada bulan Desember 2017, setelah Saleh memutuskan hubungan dengan Houthi. Saleh lalu terbunuh dan pasukannya bergabung dengan koalisi pimpinan Saudi. Pasukan koalisi ini pun melancarkan serangan besar-besaran terhadap Houthi untuk merebut kembali kota Hudaydah.

Setelah enam bulan pertempuran sengit, kedua belah pihak menyetujui gencatan senjata.

Pertempuran kembali meningkat pada tahun 2021 di seluruh provinsi yang memaksa ribuan orang meninggalkan rumah. Pasukan Houthi kembali menyerang pasukan koalisi dengan rudal-rudal balistik dan drone. Pasukan Houthi menargetkan lokasi-lokasi instalasi minyak.

Para pejabat Saudi menuduh Iran menyelundupkan senjata ke pasukan Houthi yang merupakan pelanggaran terhadap embargo senjata PBB. Iran yang mendapatkan tuduhan tersebut berupaya menampiknya. Namun, Houthi lebih bertindak sebagai proksi Iran. Alasan utama milisi melancarkan serangan adalah mendapatkan dukungan dalam negeri.

Dilansir dari theconversation.com, kepemimpinan Houthi mencoba untuk menampilkan sebagai kekuatan dominan di Yaman yang berupaya menantang Arab Saudi. Apa yang dilakukan Houthi ini, membantu Houthi mengatasi saingan lokalnya dan menyatukan masyarakat Yaman.

Kedamaian di Yaman

Pada bulan April 2022, PBB menjadi perantara gencatan senjata antara koalisi pimpinan Saudi dan pemberontah Houthi, meskipun kedua belah pihak gagal memperbaruinya enam bulan kemudian. Sebelumnya, Dewan Kepemimpinan Presidensial, yang mewakili pemerintah Yaman dan dibantu Arab Saudi telah bersepakat memulangkan 706 tawanan Houthi yang ditanggapi dengan pembebasan 181 serdadu pemerintah oleh pemberontak syiah.

Kesepakatan pertukaran Tawanan pada pecan ini dilihat sebagai dampak dari normalisasi hubungan diplomatik Iran dan Saudi.

“Kesepakatan ini tidak berkaitan dengan dinamika lokal dan tidak bisa mencegah munculnya pertempuran di antara kelompok-kelompok bersenjata. Perdamaian Arab Saudi-Iran mengakhiri dimensi regional dari perang di Yaman, tapi tidak mengakhiri perang itu sendiri,” kata Cinzia Bianco, dari Dewan Eropa untuk Hubungan Internasional dilansir dari dw.com.

Dilansir dari Aljazeera.com, “Houthi menginginkan perjanjian yang memungkinkan sebagian dari kekayaan minyak pemerintah disalurkan ke bank sentral mereka. Houthi juga ingin Arab Saudi berhenti mendukung pasukan koalisi di Yaman,” kata Ali-Khan.

Negoisasi antara Houthi dan Arab Saudi berada pada titik sulit. Baru-baru ini Houthi, dikabarkan membunuh empat tentara Saudi hanya beberapa hari setelah Arab Saudi menembak jatuh rudal Houthi yang menuju Israel.

Dengan lattar belakang ini, terdapat banyak alasan untuk khawatir mengenai fragmentasi lebih lanjut di Yaman, terutama dengan terbentuknya basis kekuatan yang bersaing di Selatan maupun Utara Yaman.

Daftar Pustaka

BBC. 2023. “Yemen: Why is the War there Getting More Violent?”. Dalam bbc.com. Diakses pada 9 November 2023, pukul 09.00 WIB. Melalui https://www.bbc.com/news/world-middle-east-29319423

Cafiero, Girgio. 2023. “Analysis: Fighting Recedes, but Peace in Yemen Remains Distant”. Dalam Aljazeera.com. Diakses pada 9 November 2023, pukul 10.00 WIB. Melalui https://www.aljazeera.com/news/2023/7/7/analysis-peace-yemen-remains-distant

Darar, Mahad. 2023. “How Houthi Attacks Affect both the Israel-Hamas Conflict and Yemen’s Own Civil War- and Could Put Pressure on US, Saudi Arabia”. Dalam theconversation.com. diakses pada 9 November 2023, pukul 09.30 WIB.

Holleis, Jennifer. 2023. “Kesepakatan Saudi-Iran Belum Bisa Damaikan Yaman”. Dalam dw.com. Diakses pada 9 November 2023, pukul 10.30 WIB.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AG
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini