Investasi Besar-besaran di Asia Tenggara: AS vs China vs Jepang

Investasi Besar-besaran di Asia Tenggara: AS vs China vs Jepang
info gambar utama

Investasi langsung asing (Foreign Direct Investment / FDI) di Asia Tenggara tumbuh pesat karena minat bisnis dari investor dan perusahaan-perusahaan AS dan China yang tertarik dengan stabilitas politik dan pasar yang besar di kawasan ini. Asia Tenggara juga menjadi area strategis sebagai zona penyangga dalam persaingan AS-China yang semakin intensif, menarik investasi hingga mencapai rekor $222,5 miliar pada 2022.

Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa Vietnam adalah negara yang sangat menjanjikan sebagai mitra dalam memastikan keberagaman dan ketangguhan rantai pasokan semikonduktor. Ini diungkap setelah kunjungan Presiden Joe Biden ke negara tersebut pada bulan September 2023 lalu. Perusahaan-perusahaan AS seperti Marvell Technology dan Synopsys telah menyatakan keinginan untuk berinvestasi di Vietnam, termasuk Amkor Technology yang telah membuka pabrik semikonduktor dengan biaya $1,6 miliar di Bac Ninh, yang menciptakan sekitar 10.000 lapangan kerja.

Sementara itu, Malaysia mengumumkan bahwa Zhejiang Geely Holding Group dari China akan menginvestasikan $10 miliar di negara bagian Perak untuk membangun basis produksi mobil di negara tersebut. Sementara itu, perusahaan yang sama juga mempertimbangkan pembangunan pabrik kendaraan listrik di Thailand.

Perusahaan-perusahaan AS dan China aktif melakukan akuisisi bisnis di Asia Tenggara. Contohnya, Kimberly-Clark dari AS berencana mengakuisisi Softex Indonesia dengan nilai $1,2 miliar. Alibaba Group Holding dari China juga telah menginvestasikan dana besar di Lazada, perusahaan e-commerce dari Singapura.

Investasi langsung asing di 11 negara Asia Tenggara meningkat 40% antara 2017 dan 2022, melampaui peningkatan investasi di China, Amerika Latin, dan Afrika. AS menjadi investor terkemuka di wilayah tersebut dengan pengeluaran $74,3 miliar untuk proyek-proyek seperti konstruksi pabrik, diikuti oleh China dengan investasi $68,5 miliar pada periode yang sama.

Perusahaan-perusahaan AS dan China berfokus pada investasi terkait semikonduktor dan kendaraan listrik di beberapa negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Mereka ingin memindahkan basis manufaktur untuk membangun kembali rantai pasokan, dengan AS mendorong konsep "friendshoring" dan China memindahkan fasilitas produksi ke negara-negara ketiga untuk memudahkan ekspor ke AS dan Eropa.

Dirangkum dari Nikkei Asian Review

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini