Nyinom: Budaya Jawa yang Semakin Tergerus oleh Perkembangan Zaman

Nyinom: Budaya Jawa yang Semakin Tergerus oleh Perkembangan Zaman
info gambar utama

Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keragaman suku, agama, ras, dan budaya. Indonesia terdiri dari 33 provinsi dengan budaya tradisional yang sangat beragam. Keragaman ini tersebar dari sabang sampai merauke. Budaya merupakan salah satu bagian dari Indonesia yang berperan penting sebagai identitas nasional Indonesia dan dinilai sangat berharga.

Kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta “buddayah” yang diartikan sebagai sebuah akal budi atau pemikiran. Budaya dapat diartikan secara umum sebagai suatu hal yang bermuara dari pemikiran manusia yang kemudian dikembangkan dan diturunkan kepada generasi berikutnya.

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kebudayaan tradisional yang beragam karena banyaknya etnis yang dimiliki oleh Indonesia. Keberagaman budaya di Indonesia terlihat pada adat istiadat, kebiasaan, norma, dan nilai yang dianut masyarakatnya. Budaya Indonesia yang notabene merupakan bentuk identitas nasional tentu perlu untuk dijunjung tinggi dan dilestarikan.

Akhir-akhir ini banyak negara lain yang mengakui kebudayaan Indonesia sebagai budaya asli mereka tanpa izin. Oleh karena itu, sudah menjadi tanggung jawab kita semua sebagai warga Indonesia, khususnya generasi muda, untuk menjaga dan melestarikan budaya Indonesia, karena selalu ada potensi untuk negara lain mengklaim budaya ini, sangat disayangkan apabila budaya Indonesia hilang atau diambil oleh negara lain.

Menurut sensus Badan Pusat Statistik tahun 2010, lebih dari 300 etnis atau suku bangsa dimiliki Indonesia, lebih tepatnya terdapat sebanyak 1.340 suku yang tersebar dari sabang sampai merauke. Suku terbesar di Indonesia yaitu ditempati oleh suku Jawa, yang masih berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2010 yaitu dengan jumlah populasi mencapai lebih dari 95 juta jiwa atau 41% dari seluruh total populasi di Indonesia.

Salah satu budaya yang terdapat di Suku Jawa, khususnya Yogyakarta adalah Nyinom. Nyinom merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh kaum muda untuk membantu tetangga atau saudara yang sedang memiliki hajat, baik itu acara pernikahan, kematian, kenduri, dan lain-lain dengan tugas utama yaitu untuk menghidangkan makanan dan minuman kepada para tamu undangan.

Orang yang melakukan kegiatan nyinom ini disebut sinoman. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sinoman merupakan sekelompok anak muda yang membantu untuk melayani tamu sebagai bentuk bantuan bagi keluarga yang sedang memiliki hajat.

Nyinom ini dianggap sebagai salah satu perwujudan gotong royong masyarakat desa, sebab biasanya warga yang memiliki hajat pasti merasa sangat repot, oleh karena itu warga lain hadir untuk turut membantu, dan inilah salah satu kearifan lokal budaya Jawa.

Seorang sinoman biasanya merupakan anggota dari karang taruna yang ada di desa atau kampung setempat. Sinoman perempuan dan laki-laki memiliki tugas masing-masing yang tentunya berbeda. Sinoman laki-laki bertugas untuk membawakan makanan dan minuman dari dapur menuju tempat duduk para tamu dengan menggunakan nampan atau baki kayu.

Sedangkan tugas sinoman perempuan adalah mengambil makanan dan minuman tersebut dari nampan lalu menyerahkannya kepada para tamu undangan. Sebagian besar atau bahkan hampir semua acara hajatan yang diselenggarakan di desa, para tamu yang hadir tidak mengambil makanannya sendiri, melainkan akan diantar oleh para sinoman ini ke tempat duduk mereka. Oleh karena itulah, sinoman ini sangat familier di masyarakat desa.

Tugas dan tanggung jawab para sinoman ini tidak hanya mengantarkan makanan dan minuman saja, tetapi juga membantu tuan rumah untuk mempersiapkan acara dari awal hingga akhir. Mereka biasanya datang beberapa jam sebelum acara dimulai dengan menggunakan seragam batik karang taruna, kemudian berkumpul dan bersiap-siap sebelum acara dimulai.

Di akhir acara, mereka juga turut membantu membereskan seluruh piring dan gelas kotor yang digunakan untuk makan para tamu yang hadir.

Kegiatan ini tentu saja merupakan sebuah budaya yang positif, para pemuda turut aktif dalam hal tolong menolong, menjaga kerukunan bertetangga, juga tentunya dapat memupuk kesadaran untuk bersosialisasi atau dalam istilah Jawa nya adalah “srawung”.

Mengingat di zaman sekarang, perkembangan teknologi membuat para pemuda menjadi individualis dan apatis terhadap lingkungan sekitar karena terlalu sibuk dengan dunianya sendiri di media sosial. Kegiatan nyinom ini juga sudah sepatutnya untuk dijaga dan dilestarikan agar tidak luntur seiring dengan waktu.

Saat ini, sangat disayangkan, partisipasi para pemuda untuk ikut andil dalam tradisi nyinom ini mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan karena rendahnya kesadaran para pemuda untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, tingginya tingkat individualisme, serta faktor kesibukan masing-masing, ditambah dengan semakin banyaknya jasa katering yang ditawarkan di media sosial.

Menurut teori dari William F Ogburn tentang perubahan sosial, hal ini dijelaskan bahwa dalam perubahan tersebut terdapat 2 unsur yang mempengaruhinya, yaitu unsur material dan immaterial. Perkembangan teknologi yang menyebabkan munculnya penawaran jasa katering dan kemajuan media sosial yang menjadikan penyebab adanya perubahan pola pikir pemuda untuk tidak mau lagi berpartisipasi dalam kegiatan nyinom.

Tentu saja, itu menjadi sebuah ancaman yang besar bagi kebudayaan Indonesia. Sebab, budaya ini dapat terkubur apabila tidak dijaga, mengingat siapa lagi yang akan melestarikan budaya ini jika bukan para pemuda.

Tradisi nyinom ini sudah sepantasnya dijaga dan dilestarikan sebagai warisan budaya Jawa sebagai bentuk rasa saling tolong menolong terhadap sesama warga. Harapannya, kita sebagai generasi muda jangan mudah terbawa oleh arus negatif kemajuan teknologi, kita harus pandai dalam menyikapinya agar budaya luhur nenek moyang tidak luntur dan hilang begitu saja.

Referensi:

  • Indonesia.go.id. (2017). Suku Bangsa. https://indonesia.go.id/profil/suku-bangsa/kebudayaan/suku-bangsa
  • Mulyana, D. & Rakhmat, J. 2006. Komunikasi Antar Budaya: Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Remaja Rosdakarya, Bandung.
  • Pakri, M.R., Abdullah, N.F.L., & Lah, S.C. (2015). Strengthening Local Knowledge Towards Globalization. Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang.
  • Santyaningtyas, A. & Noor, M.z. (2016). Preserving of traditional culture expression in Indonesia. Asian Soc Sci, 12 (7), pp. 59-65.
  • Saputri, A.A.D. (2022). Perubahan Partisipasi Pemuda Dalam Tradisi Sinoman di Dusun Karang Lor Desa Karanglor Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. Universitas Negeri Sebelas Maret.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FQ
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini