Perayaan Gumbrekan Mahesa dan Karnaval Kerbau, Representasi Rasa Syukur Kepada Tuhan

Perayaan Gumbrekan Mahesa dan Karnaval Kerbau, Representasi Rasa Syukur Kepada Tuhan
info gambar utama

Berbicara mengenai keragaman budaya di Indonesia tentu tidak akan ada habisnya. Banyak sekali warisan secara turun temurun yang tetap ada hingga saat ini. Tak heran jika Indonesia adalah negara yang kaya, beragam adat istiadat, ras, suku, bahasa, juga tradisi yang memiliki ciri khas serta makna di setiap masing masing daerah.

Seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Mereka hidup menjalankan tatanan nilai dan juga norma. Selain itu, adanya upacara ritual sebagai aktivitas merepresentasikan adat istiadat mereka dalam menjaga keharmonisan, melestarikan budaya warisan serta nilai yang syarat akan makna.

Di Desa Banyubiru, Kabupaten Ngawi, terdapat tradisi yang perayaannya selalu ada di setiap tahun, yakni Gumbrekan Mahesa. Jika diartikan Gumbrekan Mahesa ini adalah ulang tahun kerbau, tentu dengan keberadaan kerbau ini membantu para petani masyarakat di sana dalam membajak sawah. Bagi masyarakat tersebut adanya kearifan lokal ini bermakna sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat berupa panen yang diberikan oleh Tuhan.

Masyarakat biasanya memulai ritual tersebut jika sudah memasuki hasil panen di sawah dengan melakukan arak arakan kerbau ke tengah lapang, jalannya pun tidak beraturan sehingga menjadi lautan kerbau. Tak lupa, ritual nasi tumpeng pun turut serta dalam Gumbrekan Mahesa ini.

Nasi tumpeng dibuat raksasa dan dimasak langsung oleh masyarakat setempat dengan bergotong royong tentunya ini menciptakan kehangatan, keakraban, dan harmonis di antara mereka. Setelah selesai nasi tumpeng dibawa ke tempat ritual Gumbrekan Mahesa, kemudian membaca doa dan menyantap makanan bersama sama.

Adapun beberapa atribut yang dipakai dalam tradisi Gumbrekan Mahesa ini seperti klothak, pecut, caping daun jati, alu, dan lesung. Fungsinya sebagai pesan yang mempunyai makna akan suatu peristiwa yang terjadi serta mencerminkan suatu seni.

1. Klotak

Terbuat dari kayu sekaligus sebagai penanda bahwa kerbau digembala serta memudahkan pengembala dalam mengetahui keberadaan kerbaunya. Terbuat dari kayu karena klothak ini dirasa ekonomis, bahannya mudah didapatkan di hutan.

Banyak sekali pepohonan sehingga masyarakat bisa memanfaatkan kayu dari pepohonan tersebut. Adanya klotak pun menjadi pertukaran suatu pesan informasi antara pengembala dengan kerbau secara nonverbal. Dalam proses pembuatan klothak, tentu kayu yang digunakan akan menimbulkan suara serta irama yang berbeda hal tersebut karena jenis kayu yang beragam pula.

2. Pecut

Menjadi sebuah entitas dalam budaya Jawa, pecut digunakan pengembala untuk mengatur hewan mereka agar berjalan sesuai dengan arahan. Cara pengunaannya adalah kita memegang erat batang pecut lalu gerakan ke arah depan. Siku menekuk secara alami, kemudian hentakan lengan dari arah bawah bawa ke depan dengan kuat. Memiliki bentuk yang panjang karena adanya tali serta pegangannya terbuat dari bambu.

3. Caping Daun Jati

Caping biasanya digunakan untuk bekerja di sawah. Adapun makna dan masyarakat di sana percaya bahwa caping daun jati bisa melindungi dari petir. Selain itu, bentuknya yang mengerucut sebagai simbol ketika waktunya manusia akan menghadap kepada Tuhan.

4. Alu dan Lesung

Sebelum teknologi berkembang, masyarakat hidup selaras dengan alam apapun yang mereka gunakan masih terkesan sederhana dan tradisional. Seperti halnya alu dan lesung sudah digunakan sejak zaman dahulu menjadi satu kesatuan. Ini sama-sama terbuat dari kayu dan digunakan untuk menumbuk padi, sebelum adanya alat penggiling padi seperti di era sekarang.

Biasanya penumbukan padi dengan alu dan lesung dilakukan oleh lima orang sehingga tercipta alunan irama. Jika sudah selesai, selanjutnya padi akan dipisahkan dari kulitnya. Proses ini disebut dengan menampi.

Sumber Referensi:

  • Annisa Rodhiyah, A. S. (2022). Gumbrekan Mahesa dan Karnaval Kerbau sebagai Wisata Budaya Perspektif Masyarakat Desa Banyubiru, Widodaren, Ngawi. Jurnal Dinamika Sosial Budaya.
  • Annisa Rodhiyah, A. S. (2022). Gumbrekan Mahesa dan Karnaval Kerbau sebagai Wisata Budaya Perspektif Masyarakat Desa Banyubiru, Widodaren, Ngawi. Jurnal Dinamika Sosial Budaya.
  • Rashinta Damayanti, I. R. (2021). Simbol dan Fungsi Atribut Kerbau Pada Perayaan Gumbrekan Mahesa. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

R
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini