Perihal Deepfake, Data Pengguna Internet di Indonesia Terlalu Rentan?

Perihal Deepfake, Data Pengguna Internet di Indonesia Terlalu Rentan?
info gambar utama

“Satu-satunya keamanan nyata yang akan dimiliki seseorang di dunia ini adalah simpanan pengetahuan, pengalaman, dan keahlian”, Henry Ford.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hootsuite (2020), ditemukan bahwa pada 2020, lebih dari setengah populasi, yaitu 64% dari populasi Indonesia, terhubung ke internet. Persentase tersebut terbilang cukup tinggi untuk Indonesia, yang mana sekitar 110 juta data pengguna di Indonesia tersebar luas di internet dan berpotensi terancam terutama oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Tentu hal tersebut membuat kita cukup was-was. Ditambah dengan makin berkembangnya berbagai macam teknologi AI serta algoritma-algoritma canggih yang marak digunakan seperti halnya algoritma deepfake. Teknologi yang sangat kontroversial, powerful, dan cara kerjanya yang unik dalam menciptakan dan memanipulasi video atau audio mendekati keaslian. Itulah gambaran sederhana untuk deepfake ini.

Mengulik Teknologi di Balik Deepfake

Kawan GNFI tentu bertanya-tanya apa itu deepfake dan bagaimana cara kerjanya. Jadi, deepfake ini dirancang menggunakan konsep dasar deep learning (mesin pembelajaran). Hal itu tidak jauh dengan struktur AI yang juga menggunakan konsep deep learning yang berfokus ke NLP (Neural Language Processing). Bedanya, untuk deepfake ini lebih spesifik ke video, audio, dan foto yang mana bisa menciptakan dan atau memanipulasi melalui algoritma pemrosesannya yang bernama GANs (Generative Adversarial Networks).

GANs ini bisa dijabarkan sebagai algoritma yang melibatkan 2 pemrosesan. Satu berusaha menciptakan visual/audio palsu yang semakin mendekati keaslian, sedangkan satunya bekerja sebagai pendeteksi tingkat keasliannya. Menariknya, program ini akan terus berjalan sesuai permintaan dari pengguna, kedua pemrosesan saling bersaing sampai mendekati tingkat keaslian yang sesuai. Sangat mengagumkan bukan? ataukah Kawan GNFI merasa bahwa teknologi ini malah mengancam?

Perhatikan Keamanan Data Pribadi

Pemrosesan yang unik dalam teknologi deepfake ini seringkali digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, memanfaatkan untuk keperluan pada privasi berbagai kalangan orang. Hal ini patut menjadi perhatian yang serius.

Pasalnya, dengan perkembangan pesat dan semakin kompleks juga berbagai teknologi komputer, menjadi peluang bagi para oknum jahat yang ahli komputer untuk memanfaatkan data illegal (KTP, KK, data rekening, dan lainnya). Semua itu menjadi ancaman bagi orang yang notabene di Indonesia saja masih banyak yang kurang melek dengan keamanan data pribadi mereka saat mengakses internet.

Dirjen Aplikasi dan Informatika (Aptika) Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan (15 Juli 2019), dalam acara diskusi Wantiknas (Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional), yang intinya mengatakan bahwa pertumbuhan pengguna internet di Indonesia belum dibarengi dengan tumbuhnya kesadaran dalam melindungi data pribadi mereka.

Berdasarkan perkataan beliau, hal ini terlihat betapa rentannya banyak data yang mungkin saja tersebar secara gamblang di internet akibat kelalaian dalam menggunakan internet. Menggunakan internet itu memang bagus dan tidak ketinggalan zaman. Namun, juga perlu diiringi dengan perhatian, kesadaran, serta perbanyak literasi seputar teknologi yang akan meminimalisir berbagai hal yang tidak diinginkan.

Konten Palsu dan Negatif makin Merajalela

Penyampaian fakta yang dipelintir, narasi informasi yang diberi opini pribadi, fakta gambar yang dirubah maksudnya, suara dalam video yang diganti, cuplikan-cuplikan atau potongan-potongan gambar dan video yang dihubung-hubungkan demi terciptanya opini (Annisa Rahmadhany, dkk., 2021:41).

Menurut pernyataan tersebut, memang sudah sangat rentan informasi di berbagai media sosial dengan cara yang beragam seperti audio atau video yang dimanipulasi dengan hampir sesuai kenyataan. Kemampuan deepfake dalam menciptakan video atau foto yang realistis sesuai keaslian, menjadikannya memang sulit untuk dideteksi oleh internet, dan mau tidak mau kitalah yang harus cerdas dalam menganalisisnya.

Dari semua pembahasan di atas, jadi deepfake ini menjadi inovasi yang terbilang cukup banyak mengarah ke hal negatif karena memang teknologi dibaliknya bekerja dengan memanipulasi video atau audio palsu yang kerap digunakan untuk keperluan seperti pemalsuan data illegal, konten pembuat masalah, dan dampak lainnnya yang memang perlu diperhatikan oleh kita semua.

Diharapkan masyarakat mampu dan seiring dengan berkembangnya teknologi, juga meningkatkan kesadaran kita dalam menjaga keamanan privasi demi kelangsungan hidup yang lebih baik. Karena, sejatinya kita yang menciptakan komputer, deepfake, dan teknologi lainnya, dan kita pulalah yang perlu menghadapinya.

Referensi:

Hootsuite. (2020). Digital 2020: Social media use spans almost half global population. (https://www.hootsuite.com/newsroom/press-releases/digital-2020-social-media-use-spans-almost-half-global-population)

Kominfo. (2019). 5 Alasan Mengapa Data Pribadi Perlu Dilindungi. (https://www.kominfo.go.id/content/detail/19991/5-alasan-mengapa-data-pribadi-perlu-dilindungi/0/sorotan_media)

Rahmadhany, A., Safitri, A. A., & Irwansyah. (2021). Fenomena Penyebaran Hoax dan Hate Speech pada Media Sosial. Jurnal Teknologi dan Informasi Bisnis, 3(1), 41. (https://www.goodnewsfromindonesia.id/2023/10/30/bahaya-deepfake-pornografi-ancaman-serius-kejahatan-ai-asia-pasifik)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FF
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini