Gelombang Kedatangan Pengungsi Rohingya di Aceh

Gelombang Kedatangan Pengungsi Rohingya di Aceh
info gambar utama

Gelombang besar kedatangan para pengungsi Rohingya di Aceh didesak oleh kurangnya keamanan di kamp pengungsian Cox's Bazar, Bangladesh.

Sebagian besar pengungsi Rohingya yang mendarat di Aceh berasal dari tempat penampungan dan bertujuan untuk menyelamatkan diri di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa poin penting yang terkait dengan gelombang pengungsi Rohingya di Aceh.

Alasan Kedatangan

Menurut Badan PBB yang menangani pengungsi (UNHCR), gelombang pengungsi Rohingya di Aceh didesak oleh kurangnya keamanan di kamp pengungsian Cox's Bazar, Bangladesh. Diketahui banyak terjadi penculikan, pemerasan, pembunuhan, penembakan dan serangan dari geng kriminal dan afiliasi kelompok bersenjata yang mengakibatkan sedikitnya di tahun ini ada 60 orang Rohingya yang terbunuh di kamp Cox’s Bazar.

Selain situasi keamanan yang kurang, pengungsi Rohingya mengalami kekurangan sumber makanan dan keterbatasan dalam mengakses pekerjaan dan pendidikan. Sebagian besar pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh berasal dari tempat penampungan itu dan bertujuan untuk menyelamatkan diri di Indonesia. Meskipun begitu, kedatangan mereka tidak disambut baik oleh warga Aceh.

Jumlah Pengungsi

Data yang diperoleh dari UNHCR pada tanggal 10 Desember 2023, dari pertengahan November 2023 jumlah pengungsi Rohingya tercatat sebanyak 1.543 orang. Adapun sebanyak 9 kapal mendarat di Aceh dan ditempatkan di sejumlah penampungan sementara di daerah Aceh. Berdasarkan data Satgas Provinsi Aceh saat ini total ada sekitar 1.683 pengungsi Rohingya yang datang dalam kurun waktu sebulan lebih.

Pengungsi Rohingya saat ini tersebar di beberapa lokasi penampungan di Aceh. Beberapa diantaranya adalah di Pidie sebanyak 755 orang lokasinya di Komplek Yayasan Mina Raya dan di Desa Kulam, Sabang sebanyak 139 orang lokasinya di Dermaga CT 1 Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), Banda Aceh sebanyak 135 orang lokasinya di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA) dan di gedung bekas kantor imigrasi Lhokseumawe sebanyak 514 orang.

Penanganan Pengungsi

Pemerintah Aceh akan menampung setiap pengungsi Rohingya, namun akan memiliki keterbatasan dalam hal regulasi dan kewenangan terkait pengungsi lintas negara dan memiliki keterbatasan dana dalam menangani pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke Aceh. Terkait kasus perdagangan manusia yang melibatkan pengungsi Rohingya, Pemerintah Aceh mengingatkan UNHCR untuk melakukan penyelidikan.

Pihak UNHCR memberikan apresiasi kepada Pemerintah Aceh atas penaganan pengungsi Rohingya, pihak UNHCR akan terus berusaha memaksimalkan kebutuhan dasar pengungsi Rohingya. Selain itu, UNHCR akan terus bekerjasama dengan pihak otoritas, masyarakat lokal dan mita kerja dalam mencari tempat penampungan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan para pengungsi Rohingya.

Dampak Kepada Masyarakat Lokal

Gelombang kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh telah menimbulkan dampak yang kompleks terhadap masyarakat lokal. Dampak yang terjadi adalah kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan keamanan dan potensi terjadinya kecemburuan sosial.

Beberapa tindakan yang dilakukan oleh sebagian pengungsi Rohingya, seperti membuang bantuan, melanggar norma dan adat masyarakat setempat, serta kasus pelecehan seksual, telah menimbulkan ketidaknyamanan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat Aceh.

Dalam konteks ini, terdapat dilema antara kemanusiaan dan potensi konflik sosial, adanya tindakan-tindakan yang meresahkan dari sebagian pengungsi telah menimbulkan kekhawatiran akan dampak sosial dan keamanan di masyarakat setempat.

Selain itu, terdapat juga kekhawatiran terkait dengan potensi beban logistik, akomodasi, dan dampak sosial akibat kedatangan para pengungsi. Hal ini menimbulkan perasaan kewalahan di kalangan masyarakat Aceh dalam menghadapi gelombang kedatangan pengungsi Rohingya, apalagi jika mereka lebih banyak mendapatkan bantuan daripada warga lokal.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dampak kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh terhadap masyarakat lokal mencakup perubahan sikap dari antusiasme menjadi kekhawatiran akan potensi konflik sosial, ketidaknyamanan akibat tindakan-tindakan yang meresahkan, serta beban logistik dan akomodasi.

Hal ini menunjukkan kompleksitas dalam penanganan dan integrasi para pengungsi Rohingya di Aceh, yang memerlukan pendekatan yang bijaksana dan kolaboratif dari berbagai pihak terkait.

Mengapa dampak tersebut mungkin saja bisa terjadi? Karena Aceh menduduki posisi pertana sebagai provinsi dengan presentase penduduk miskin di Sumatra dan menduduki posisi keenam secara nasional. Presentase penduduk miskin di Aceh mengalami penurunan dari 14,75 % pada September 2022 menjadi 14,45 % pada Maret 2023.

Di daerah perdesaan, presentase penduduk miskin mengalami penurunan dari 17,06 % menjadi 16,92 % (-0,14 poin). Sedamlam di perkotaan, presentase penduduk miskin mengalami penurunan dari 10,35 % menjadi 9,79 % (-0,56 poin). Disini dapat diartikan bahwa Aceh memiliki anggaran terbatas dan fokus utamanya untuk mensejahterakan penduduknya.

Langkah-langkah Kebijakan Pemerintah Aceh

Pemerintah Aceh telah mengambil beberapa kebijakan terkait pengungsi Rohingya yang tiba di wilayah Aceh. Berikut ini beberapa kebijakan tersebut.

Pertama, menolak kedatangan pengungsi Rohingya apalagi untuk berinteraksi dengan masyarakat lokal. Pemerintah Aceh menolak kedatangan pengungsi Rohingya yang mengungsi ke wilayah, menemui banyak masyarakat lokal yang khawatir dan menolak terhadap kedatangan mereka. Masyarakat Aceh membongkar tenda tempat penampungan pengungsi Rohingya dan menolak keras keberadaan mereka.

Kedua, mengatur penampungan di Aceh. Pemerintah Aceh menyelidiki sikap pemerintah untuk memutus mata rantai penampungan pengungsi Rohingya di Aceh, Medan, dan Pekanbaru. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Aceh mengambil tanggung jawab untuk menangani kedatangan pengungsi Rohingya yang tiba di wilayah.

Ketiga, koordinasi dengan pemerintah Indonesia. Pemerintah Aceh bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk menangani kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Aceh bersedia untuk bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dalam menangani kedatangan pengungsi Rohingya.

Keempat, difasilitasi Komisi I DPRA. Komisi I DPRA, Lintas Sektoral sepakat bentuk Satgas Penanganan Pengungsi Rohingya di Aceh, menunjukkan bahwa pemerintah Aceh dan pihak terkait mengambil Langkah-langkah untuk menangani kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh.

Kelima, persedian dan pendampingan. Pemerintah Aceh menyediakan bantuan berupa air mineral dan nasi bungkus untuk pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh. Selain itu, pemerintah Aceh menyelidiki sikap pemerintah untuk memutus mata rantai penampungan pengungsi Rohingya di Aceh, Medan, dan Pekanbaru.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini