Manajemen Risiko Pemberlakuan Larangan Ekspor Mineral Mentah oleh Pemerintah Indonesia

Manajemen Risiko Pemberlakuan Larangan Ekspor Mineral Mentah oleh Pemerintah Indonesia
info gambar utama

Manajemen risiko adalah sebuah pendekatan terstruktur atau metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berhubungan dengan ancaman dan suatu rangkaian aktivitas manusia yang meliputi: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan atau pengelolaan sumberdaya. Yang memiliki tujuan untuk menjamin bahwa suatu perusahaan atau organisasi dapat memahami, mengukur, serta memonitor berbagai macam risiko dari kebijakan - kebijakan yang ada.

Pada 10 Juni 2023, pemerintah resmi memberlakukan larangan ekspor bijih bauksit. Kebijakan tersebut mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Ketentuan ini mengatur ekspor produk mineral logam mentah hanya dapat dilakukan paling lama tiga tahun setelah aturan berlaku.

Melalui larangan eskpor tersebut, pemerintah berniat mendorong pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri sendiri atau bisa disebut hilirisasi. Berkaca dari larangan ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020, pemerintah memperhitungkan mampu meningkatkan nilai ekspor nikel hingga 19 kali lipat

Apa Itu Hilirisasi?

Hilirisasi adalah sebuah proses peningkatan nilai tambah suatu komoditas dengan mengubahnya menjadi barang jadi atau setengah jadi, yang bakal membutuhkan bahan baku seutuhnya dari dalam negeri. Dan, berarti hilirisasi ini berpotensi untuk membuka lapangan kerja, menambahkan nilai ekspor, dan bahkan menarik investasi dari perusahaan-perusahaan smelter.

Hilirisasi yang pertama dilakukan pada nikel yang akhirnya membawa Indonesia mendapatkan keuntungan lebih besar, bahkan mencapai Rp 510 triliun dari sebelum hilirisasi ini berjalan, Indonesia hanya bisa mendapatkan nilai ekspor sebesar Rp 17 triliun. Presiden Indonesia sempat mengungkapkan dampak hilirisasi nikel yang sudah dijalankan Indonesia adalah menyerap lapangan kerja jauh berkali lipat dibandingkan ketika hanya menjual mineral mentah.

Pemerintah saat ini sedang menjalankan program hilirisasi mineral mentah. Namun di sisi lain, program tersebut sangat berisiko menimbulkan retaliasi (balasan) dari negara dagang yang selama ini menjadi importir komoditas tersebut. Pada program ini perlu kebijaksanaan secara matang dengan menimbang untung dan rugi dalam setiap pengambilan kebijakan.

Perlu diketahui saat ini, lebih dari 90 persen bahan baku dan barang modal untuk produksi di Indonesia berasal dari impor. Jika negara mitra dagang Indonesia menerapkan kebijakan proteksionisme pada beberapa komoditas utama impor Indonesia, kinerja industri domestik akan tekena dampaknya.

Menurut Jahen, kebijakan proteksionisme yang dilakukan Indonesia bukan satu-satunya jalan untuk mendorong hilirisasi dan tidak semua komoditas harus dihilirisasikan.

Hilirisasi yang dirancang Indonesia saat ini merupakan hilirisasi yang dibarengi dengan pelarangan ekspor komoditas terkait. Di mana, Hilirisasi itu sendiri membutuhkan modal yang sangat besar, terutama dalam pembangunan smelter. Memaksa perusahaan-perusahaan yang ada untuk membangun smelter, yang bakal membebani mereka dengan keuangan yang besar.

Besarnya biaya yang perlu dikeluarkan untuk pembangunan smelter akan mendorong adanya monopoli, karena hanya perusahaan besar dan kuat secara finansial yang mampu membangun smelter.

Sementara itu, Kebijakan larangan ekspor ini mendapat protes keras dari Uni Eropa dengan mengugat Indonesia melalui World Trade Organization (WTO) pada awal tahun 2021 dan indonesia sudah dinyatakan kalah pada oktober 2022. Tidak hanya itu, Dana Moneter Internasional (IMF) juga mengkritik kebijakan hilirisasi yang sedang diperjuangkan mati – matian oleh Indonesia.

Maka dari itu, sebaiknya pemerintah indonesia harus menyiapkan kebijakan hilirisasi dan investasi sektor hilir di setiap sektor mineral mentah secara matang terlebih dahulu sembari memperkuat posisi Indonesia di rantai pasok global. Salah satunya dengan memberikan insentif fiskal maupun subsidi bagi perusahaan yang mau melakukan hilirisasi.

Apabila insentifnya menarik, perusahaan yang ada saat ini akan terdorong untuk membangun smelter, dan investor baru akan datang untuk mendukung hilirisasi.

Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho, menyebut jika relaksasi larangan ekspor mineral mentah dilakukan kembali, menjadi sebuah langkah mundur dalam upaya mendorong peningkatan nilai tambah dalam kerangka percepatan transisi energi dan pembangunan berkelanjutan. Langkah tersebut pun bertentangan dengan pernyataan Presiden Jokowi pada Rabu (21/12/2022) yang menyebutkan mulai Juni 2023, pemerintah akan memberlakukan pelarangan ekspor bijih bauksit.

Referensi:

  • https://www.hukumonline.com/berita/a/melihat-untung-rugi-kebijakan-larangan-ekspor-mineral-mentah-lt63f6d5d0cf85e/
  • https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2023/06/16/larangan-ekspor-bauksit-berpotensi-timbulakan-proteksionisme-negara-mitra-dagang-indonesia
  • https://www.kominfo.go.id/content/detail/39029/pemerintah-akan-stop-ekspor-bahan-mentah-tambang-secara-bertahap/0/berita

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SN
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini