RI Berpotensi Restorasi 6 Juta Ha Lahan Gambut, Terbanyak di Riau

RI Berpotensi Restorasi 6 Juta Ha Lahan Gambut, Terbanyak di Riau
info gambar utama

Indonesia berpotensi merestorasi 6 juta hektare (Ha) lahan gambut yang terdegradasi. Kans ini diungkapkan Periset Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN, Nurul Silva Lestari dalam hasil penelitiannya pada 2023.

Enam juta Ha lahan itu berada di area konsesi perkebunan dan kehutanan. Dalam laporannya, Nurul mengungkap sejumlah daerah prioritas yang lahan gambutnya harus segera direstorasi, di antaranya: Provinsi Riau (2,4 juta ha), Kalimantan Tengah (1 juta ha), dan Sumatra Selatan (0,9 juta ha). Sisanya tersebar di Pulau Kalimantan, Sumatra, dan Papua.

“Hasil penelitian ini diharapkan menjadi rekomendasi bagi para pengambil kebijakan untuk memperkuat regulasi restorasi gambut lebih efektif, “ ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (2/2/2024).

Restorasi Lahan Gambut Untuk Pelestarian Hutan

Indonesia termasuk negara pemilik ekosistem lahan basah yang lengkap, seperti gambut, mangrove, riparian, rawa, dan sawah. BRIN mencatat, negara ini memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia dengan luas 13,4 juta Ha. Namun, sebagian besar telah terdegradasi, padahal lahan basah berperan penting sebagai ginjal bumi, khususnya dalam memurnikan air, melindungi pantai, dan menyimpan karbon. Inilah yang dapat menyejahterakan manusia.

Tahun lalu, Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), dan The Nature Conservancy, melakukan analisis biofisik untuk mendapatkan potensi luas area restorasi gambut di seluruh Indonesia. Hasil penelitian dipublikasikan dalam Jurnal Restoration Ecology berjudul Opportunities and risk management of peat restoration in Indonesia: Lessons learned from peat restoration actors pada 9 November 2023.

Dalam laporan itu, Nurul dan tim juga menuliskan bahwa lahan bekas terbakar juga termasuk prioritas restorasi. Menurutnya, restorasi perlu dilakukan untuk mencegah kebakaran berulang dan memperlambat degradasi gambut.

“Pada lahan gambut yang rusak dan berada di area konsesi, tentu tidak memungkinkan dilakukan penanaman kembali (revegetasi) lantaran lahannya sudah berubah menjadi perkebunan atau hutan tanaman. Praktik yang mungkin dilakukan adalah manajemen muka air gambut melalui pembuatan sekat kanal,“ jelasnya.

Pentingnya Ekosistem Gambut dan Upaya Pemulihan yang Dilakukan di Indonesia

Kemudian, proses restorasi juga perlu mempertimbangkan Kesatuan Hidrologis Gambut, yakni ekosistem gambut yang umumnya terletak di antara dua sungai, di antara sungai dengan laut, atau rawa-rawa.

“Kami menyediakan pilihan area restorasi berdasarkan 3 variabel utama, yaitu luas jaringan kanal, area bekas kebakaran, dan lahan yang berstatus kritis,” kata Manajer Senior Karbon Kehutanan dan Perubahan Iklim YKAN, Nisa Novita.

Restorasi lahan basah menjadi kewenangan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Lembaga ini mendapatkan mandat dari pemerintah untuk merestorasi lahan gambut seluas 1,2 juta hektare. Model-model restorasi lahan gambut yang dilakukan di Indonesia selama ini antara lain: pembasahan ulang (rewetting), penanaman kembali (revegetasi), dan revitalisasi penghidupan masyarakat yang mendukung restorasi.

Kesuksesan restorasi gambut akan mempercepat pencapaian target komitmen iklim Indonesia yang termuat dalam Nationally Determined Contribution-NDC khususnya bagi sektor hutan dan penggunaan lahan lainnya. Berdasarkan penelitan YKAN, restorasi gambut berpotensi mengurangi emisi Gas Rumah Kaca hingga 172 juta ton CO2/tahun.

Seberapa Penting Restorasi Gambut untuk Indonesia?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini