Telah Dibuka, Museum Virtual Cina Benteng Tangerang yang Berawal dari Skripsi!

Telah Dibuka, Museum Virtual Cina Benteng Tangerang yang Berawal dari Skripsi!
info gambar utama

Tahukah Kawan GNFI tentang Cina Benteng? Istilah tersebut digunakan untuk menyebut komunitas Tionghoa di Kota Tangerang dengan asal-usul dari pekerja perkebunan tebu milik Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang dahulu terhampar luas di barat kota Batavia. Kata 'benteng' berasal dari keberadaan Benteng Makassar milik VOC yang dahulu didirikan di wilayah tersebut untuk menandingi kekuasaan Kesultanan Banten.

Cina Benteng memiliki keunikan yang membuat karakteristiknya berbeda dengan komunitas Tionghoa lain di Indonesia, yaitu kedekatan pada budaya agraris. Dahulu pertanian dan perkebunan dengan komoditi seperti beras dan tebu menjadi sektor ekonomi utama dari komunitas Cina Benteng.

Mengenal Cina Benteng, Masyarakat Peranakan Tionghoa yang Tinggal di Tangerang

Kehadiran Sungai Cisadane yang menopang kesuburan tanah dan krusial bagi prasarana transportasi turut menjadi bagian penting dari Cina Benteng yang melihat keberadaan sungai sebagai 'urat naga' dimana hewan mitologi tersebut dalam tradisi Tionghoa diasosiasikan sebagai lambang kemakmuran. Tiga klenteng dari abad ke-17 yang membentuk garis imajiner pun berdiri di sepanjang aliran sungai yang bermuara ke Laut Jawa tersebut.

Arsitektur khas Tionghoa dalam museum virtual. | Foto: Tangkapan Layar dari Tionghua Benteng Virtual Museum
info gambar

Sayangnya, jejak sejarah Cina Benteng sedikit banyak tergerus oleh pembangunan pesat Tangerang sebagai kota satelit Jakarta dan lokasi dari Bandara Internasional Soekarno Hatta. Pada tahun 2008, rumah bergaya Indis milik kapitan atau pemimpin komunitas Cina di Tangerang bernama Oey Djie San yang diperkirakan berdiri sejak 1930 dibongkar untuk pembangunan restoran cepat saji yang kini berdiri di Jalan Imam Bonjol.

Upaya pun bermunculan untuk menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap warisan budaya Cina Benteng, salah satunya dengan memanfaatkan perkembangan teknologi melalui Tionghua Benteng Virtual Museum yang diluncurkan pada awal tahun ini.

Dengan berbekal telepon genggam atau komputer dan data internet, museum virtual yang dapat diakses secara gratis melalui tamarininteractive.com/tionghoabenteng/ ini memberikan visualisasi 360 derajat akan kehidupan Cina Benteng di masa lalu dari rupa rumah, jalanan, dan pasar. Suasana tersebut selain dibentuk oleh visual aristektur dan ornamen yang detail dan cantik juga diperkuat dengan musik bernuansa Tionghoa yang mendayu-dayu.

Penyajian yang edukatif dengan memberi keterangan pada setiap objek. | Foto: Tangkapan Layar dari Tionghua Benteng Virtual Museum
info gambar

Sebagaimana museum, ditampilkan berbagai produk kebudayaan Cina Benteng yang dilengkapi dengan informasi singkat dalam bahasa Indonesia dan Mandarin. Dari peralatan rumah tangga, dekorasi bangunan seperti shíshizi atau patung singa yang kerap hadir di pintu bangunan, hingga perlengkapan kesenian seperti barongsai dan alat musik gesek tehyan yang dimainkan dalam orkes gambang kromong.

Tradisi yang identik dengan Cina Beteng turut menjadi sorotan dalam museum seperti upacara pernikahan dan Peh Cun. Dalam pernikahan Cina Benteng misalnya pengantin melakukan prosesi makan dari 12 mangkuk serta terdapat upacara sakral bernama Cio Tao yang hanya boleh dilakukan sekali seumur hidup. Perahu naga yang digunakan dalam tradisi tahunan Peh Cun juga hadir mengisi koleksi museum.

Peh Cun adalah tradisi lomba perahu naga diadakan setiap tahun di Sungai Cisadane dan kini dirayakan tidak hanya oleh komunitas Cina Benteng. Uniknya Peh Cun tetap dilakukan ketika kondisi keamanan sedang tidak stabil seperti di tengah perang kemerdekaan pada tahun 1948!

Museum kemudian menampilkan galeri foto yang berisi dokumentasi sejarah perkembangan Cina Benteng dari masa VOC, perjuangan kemerdekaan, Orde Lama, hingga sekarang. Tersedia pula film dokumenter pendek Cina Benteng dari Waktu ke Waktu yang dapat diakses dalam museum.


Projek ini diinisasi oleh Zhong Jin Long untuk tugas akhirnya dalam studi Desain Komunikasi Visual di Universitas Esa Unggul dengan kolaborasi bersama perusahaan startup Tamarin Interactive yang bergerak dalam desain dunia virtual sebagai penyedia platform. Bertempat tinggal di Tangerang, ia menyadari minimnya wawasan masyarakat terhadap budaya Cina Benteng yang membentuk identitas kota mereka. Maka dibuatlah terobosan berupa museum virtual yang punya keunggulan dalam akses jangkauan terutama untuk generasi muda yang akrab dengan perkembangan teknologi.

Peninggalan fisik Cina Benteng masih dapat dilihat dari kawasan Pasar Lama Tangerang di mana banyak terdapat penjual makanan khas peranakan, rumah-rumah tua berarsiktektur Tionghoa, Klenteng Boen Tek Bio yang berdiri sejak 1684, serta Museum Benteng Heritage yang memanfaatkan rumah bersejarah cantik berlantai dua. Namun kini mereka yang belum berkesempatan untuk berkunjung langsung ke tempat-tempat tersebut tetap dapat menelusuri warisan Cina Benteng kapan pun dan dimana pun melalui museum virtual.

Tunggu apa lagi, Kawan GNFI? Yuk, berkunjung ke museum virtual satu ini!

#WritingCamp

Referensi:

Galikano, S. (2008, December 6). Rumah Karawaci, Sebelum Tinggal puing. Silvia Galikano. https://silviagalikano.com/2008/12/06/rumah-karawaci-sebelum-tinggal-puing/

Thamrin, M.Y. (2014, Februari). Sang Naga di Barat Jakarta. National Geographic Indonesia, 8(2), 22-43.

Manggalani, R.U. (2013, Februari). Muasal Cina Benteng Tangerang, Rona Pecinan Aneka Kota. National Geographic Traveler Indonesia, 5(2), 69.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FW
GI
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini