Mengenal Cina Benteng, Masyarakat Peranakan Tionghoa yang Tinggal di Tangerang

Mengenal Cina Benteng, Masyarakat Peranakan Tionghoa yang Tinggal di Tangerang
info gambar utama

Orang Tionghoa Benteng atau yang lebih dikenal dengan Cina Benteng (Ciben) adalah sebutan bagi masyarakat keturunan Tionghoa yang tinggal di daerah Tangerang, Provinsi Banteng. Kata “Benteng” mengacu pada nama lama Kota Tangerang yang dulunya terdapat benteng Belanda, tepatnya di pinggir Sungai Cisadane.

Cina Benteng sudah berakulturasi dengan kebudayaan lokal. Mereka tidak bisa lagi berbahasa Cina, sehari-hari mereka menggunakan bahasa Sunda dan Betawi. Keberadaan Cina Benteng membuktikan harmonisasi kebudayaan Cina dengan kebudayaan lokal Indonesia.

Apa itu Cina Benteng?

Cina Benteng merupakan komunitas Tionghoa yang memiliki keunikan tersendiri. Tidak seperti Tionghoa peranakan pada umumnya, etnis Cina Benteng lebih berkulit gelap dan matanya tidak sipit. Nenek moyangnya adalah Cina Hokkian yang datang ke Tangerang dan tinggal turun-temurun di kawasan Pasar Lama.

Kawasan Pasar Lama atau yang saat ini menjadi Jalan Ki Samaun, adalah pemukiman pertama masyarakat Cina Benteng. Kawasan ini merupakan cikal bakal Kota Tangerang. Meski begitu, komunitas Cina Benteng yang relatif masih asli hanya terdapat di Kampung Sewan.

Sebagian besar masyarakat Cina Benteng hidup sederhana sebagai petani, peternak, nelayan, bahkan tukang becak. Pelestari budaya Cina Benteng Oey Tjin Eng mengungkapkan bahwa Cina Benteng memang selalu diidentifikasi dengan stereotip orang Tionghoa berkulit gelap, jago bela diri dan hidup sederhana.

Baca juga Ketika Masyarakat Betawi “Ngamen” untuk Orang Tionghoa saat Perayaan Imlek

Sejarah Cina Benteng di Tangerang

Kedatangan orang Cina ke daerah Tangerang dapat ditelusuri melalui kitab sejarah Sunda yang berjudul Tina Layang Parahyang (Catatan dari Parahyangan). Diceritakan bahwa rombongan kapal yang dipimpin Tjen Tjie lung atau Halung mendarat karena kerusakan, sekitar tahun 1407 di muara Sungai Cisadane.

Rombongan Halung sedikitnya membawa tujuh kepala keluarga atau sekitar 100 orang. Mereka kemudian menghadap Sanghyang Anggalarang untuk meminta pertolongan, dan diberi sebidang tanah di pantai utara Jawa sebelah timur Sungai Cisadane yang sekarang disebut Kampung Teluk Naga.

Kemunculan istilah “Cina Benteng” sendiri tidak lepas dari berdirinya benteng Makasar yang membentang dari Pakulonan sampai ke Tangerang yang terletak di tepi Sungai Cisadane. Benteng ini dibangun sebagai garis pertahanan dari serangan orang-orang Banten ke Tangerang yang hendak ke Batavia.

Sejak tahun 1700-an, banyak orang Tionghoa yang kurang mampu tinggal di luar Benteng Makasar dan terkonsentrasi di sebelah utara, yaitu Sewan dan Kampung Melayu. Sebutan Cina Benteng diberikan oleh masyarakat luar Tangerang, terutama di masa VOC.

Baca juga Na Tuk Kong, Inkulturasi Praktik Spiritual Tionghoa dan Melayu

Bahasa yang Digunakan Cina Benteng

Mayoritas kelompok Cina Benteng sudah tidak bisa berbahasa Cina. Mereka menggunakan ‘bahasa ibu’ dengan nuansa lokal Tangerang yang kental. Kalau ibunya bersuku Sunda, maka dialek yang digunakan adalah dialek Sunda. Kalau ibunya bersuku betawi, maka bahasa yang digunakan juga bahasa Betawi.

Marga Cina Benteng

Sama seperti peranakan Tionghoa di daerah lain, Cina Benteng juga cenderung memakai garis kekerabatan ayah atau patrilineal sebagai garis keturunan. Misalnya, sang ayah bermarga Li, sementara sang ibu bermarga Tan, maka anaknya akan menggunakan she (marga) ayahnya, yakni Li.

Cina Benteng menganggap semua keturunan dari adik atau kakak dari sang ayah sebagai ‘keluarga dalam’ (satu kakek dan satu marga. Sementara keluarga yang berasal dari garis kekerabatan sang ibu akan dianggap sebagai ‘keluarga luar’ (tidak sedarah dan tidak semarga).

Kebudayaan Cina Benteng

Kebudayaan Cina Benteng merupakan hasil akulturasi budaya Tionghoa dan lokal. Salah satu kesenian yang cukup terkenal adalah Gambang kromong dan tari Cokek. Gambang kromong adalah musik pengiring pertunjukan lenong yang sangat kental dengan nuansa musik Tionghoa.

Cina Benteng juga melakukan upacara di hari-hari besar agama, di antaranya Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh, Sembahyang Kue Onde, Sembahyang Sin Beng, upacara Ceng Beng dan upacara Toan Ngo atau Peh Cun. Ada pula tradisi-tradisi seperti tradisi menyiapkan hio-lo atau tempat sembahyang jika ada keluarga yang meninggal.

Baca juga Telur Asin Brebes dan Kaitannya dengan Tradisi Tionghoa

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firdarainy Nuril Izzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firdarainy Nuril Izzah.

Terima kasih telah membaca sampai di sini