Roti Buaya, Memori Peradaban Masyarakat Sungai dalam Kebudayaan Betawi

Roti Buaya, Memori Peradaban Masyarakat Sungai dalam Kebudayaan Betawi
info gambar utama

Roti buaya, siapa yang tak kenal kudapan manis ini? Kue berukuran jumbo khas ini masyarakat Betawi ini merupakan sajian wajib pada acara-acara khusus, salah satunya di upacara pernikahan.

Sejarawan dari Universitas Indonesia JJ Rizal mengungkapkan bahwa roti buaya tidak hanya menyimbolkan kesetiaan dalam pernikahan, tetapi juga menjadi memori tentang sungai atau air dalam kebudayaan masyarakat Jakarta.

“Kita (orang Betawi) masyarakat sungai, masyarakat yang dekat dengan air.. Orang hanya ingat buaya kan binatang setia, seumur hidup hanya kawin dengan satu pasangan, merawat anaknya dengan baik,” kata Rizal.

Orang Betawi dan Air

Setidaknya 13 sungai diketahui mengaliri wilayah Jakarta. Mulai dari Sungai Ciliwung, Angke, Pesanggrahan dan nama-nama tempat di ibu kota secara tidak langsung mengingatkan masyarakat akan sejarah kehidupannya.

Dalam seminar daring bertema “Resilient City: Berteman dengan Air”, Selasa (27/2), Rizal menjelaskan bahwa asal-usul dan fondasi historis tempat hidup masyarakat Jakarta identik dengan air. Tak heran jika banyak daerah dengan unsur nama: rawa, kali, muara, tanjung, dan pulo.

Menurut Rizal, terdapat ikatan antara orang Betawi dengan unsur air yang disimbolkan buaya. Masyarakat mengambil wujud hewan reptil ini melalui sesuatu yang paling dekat dalam keseharian, yakni makanan seperti roti buaya.

Baca juga BRIN Sebut Budaya Betawi Bisa Mendunia Bak K-Pop, Bagaimana Caranya?

Tradisi Menyimpan Roti Buaya

Roti buaya yang dibawa pengantin pria ke rumah mempelai pada masa lalu tidak untuk dimakan bersama keluarga. Seserahan ini sebetulnya untuk dipajang atau dipamerkan di rumah tamu maupun di atas lemari.

Kebiasaan tersebut dipercaya memperkuat ingatan orang Betawi terhadap ekologi air atau sungai. Sebab lama-kelamaan, tekstur roti yang disimpan akan semakin keras sehingga semakin panjang pula memori di balik makna roti buaya.

Bagaimanapun, sejarah kemunculan roti buaya juga tak lepas dari kedatangan bangsa Eropa ke Batavia. Masyarakat saat itu diceritakan tak mau kalah lantas meniru kebiasaan orang Eropa yang mengungkapkan tanda cinta dengan bunga–tapi menggantinya dengan roti buaya.

Kini roti buaya disajikan dengan adonan roti yang segar dan lembut sehingga dapat dikonsumsi. Masyarakat juga membuat berbagai macam variasi roti buaya dengan berbagai isian coklat, vanila, hingga stroberi.

Legenda Buaya Buntung

Ada kepercayaan yang menganggap buaya tidak berbahaya melainkan penjaga kawasan dan bagian dari keluarga besar masyarakat Jakarta dari sisi sejarah budaya. Misalnya di Condet, masyarakat meyakini ada buaya buntung yang menghuni dan merawat sungai-sungai.

Masyarakat percaya buaya adalah simbol dari reinkarnasi leluhur yang hidup kembali untuk menjaga kawasan. Kalau ondel-ondel menjaga kawasan darat, maka siluman buaya lah yang menjaga kawasan air.

Makna buaya dalam kebudayaan Betawi perlu dimaknai dengan kembali menjadikan sungai sebagai saudara–atau tidak menjadikannya sebagai tempat sampah. Terlebih jika mengingat pentingnya sungai sebagai sumber kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Baca juga Pesona Budaya Betawi dalam Prosesi Pernikahan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firdarainy Nuril Izzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firdarainy Nuril Izzah.

Terima kasih telah membaca sampai di sini