Tradisi Egek, Kearifan Lokal Suku Moi Papua Berikan Alam Waktu Beristirahat

Tradisi Egek, Kearifan Lokal Suku Moi Papua Berikan Alam Waktu Beristirahat
info gambar utama

Masyarakat Suku Moi, Papua Barat Daya mempunyai tradisi untuk menjaga alam dalam Festival Egek. Festival ini digelar Di Desa Wisata Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.

Ketua Panitia Festival Egek Torianus mengatakan tema yang diusung pada festival ini adalah Ko Jaga Alam Wariskan Egek Budaya Suku Moi. Dirinya mengatakan dipilihnya tema tersebut berlandaskan pada dua pandangan dasar besar masyarakat Adat Suku Moi.

Viral Lapangan Sepak Bola Tembagapura, Diklaim Terindah di Dunia

“Jadi kita hidup secara bertanggung jawab kepada lingkungan, kalimat ini juga sebagai dukungan masyarakat adat Suku Moi terhadap Hari Lingkungan Hidup Sedunia,” ujar yang dimuat Tribun.

Tradisi egek

Festival yang pertama kali diadakan ini memang mewariskan semangat Egek. Tradisi ini merupakan salah satu cara Suku Moi untuk mengatur pola hidup, seperti mengambil sumber daya alam secukupnya.

“Kami perlu mengangkat festival egek ini agar budayanya tidak hilang, dan masyarakat luas juga harus tahu bahwa inilah salah satu budaya Suku Moi yang masih terjaga nilai budayanya,” kata Kepala Kampung Malaumkarta, Jefri Mobalen.

Eskalasi Kekerasan di Papua, Tantangan dan Upaya Perlindungan Hak Asasi Manusia

Dia menjelaskan egek sebenarnya berupa suatu larangan atau sasi agar masyarakat Suku MOi mengambil sumber daya alam sesuai kebutuhan, baik itu hasil alam dari laut maupun dari hutan.

Jefri mengatakan egek bagi Suku Moi juga berarti dengan memberikan jeda pada hutan dan laut dengan pengaturan pola, alat tangkap ramah lingkungan zona penangkapan, dan zona lindung secara tradisional.

“Masyarakat semua mata pencahariannya nelayan, dari hasil laut lah kami bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anak. Jadi torang (kami) sangat bergantung sekali dengan laut. Tong harus jaga alam, agar alam tidak murka,” katanya.

Amanat leluhur

Warga asli Malaumkarta, Mama Abigail menjelaskan saat egek ditutup berarti masyarakat Moi tidak diperbolehkan lagi mengambil hasil laut dalam jumlah banyak. Bila melanggar ada sanksi adat yang dikenakan.

Dia mengungkapkan egek adalah warisan dan amanat leluhur untuk menjaga alam. Bila mereka tidak menjaga, alam akan marah dan mendatangkan bencana bagi masyarakat Moi. Apalagi alam adalah supermarket bagi Suku Moi.

Menang Lelang Rp3,3 Triliun, HK Bangun Jalan Trans-Papua Ruas Jayapura-Wamena

Mama Abigail berharap alam di Tanah Papua, mulai dari hutan, mata air, hingga laut bisa terus terjaga kelestariannya. Harapannya budaya seperti egek juga tidak dilakukan hanya di Malaumkarta, tetapi juga di Indonesia.

“Tong hidup dari situ (alam). Karena kalau alam rusak, maka akan mengganggu tong pu kehidupan secara langsung.” tutupnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini