Suku Dayak Tunjung merupakan sub-suku Dayak di Kalimantan Timur yang memiliki kebiasaan unik dalam memperingati kematian sanak saudaranya.
Mereka akan menggelar tiga upacara adat kematian, yaitu Upacara Toho, Upacara Kenyau, dan Upacara Kwangkai. Ketiga upacara ini tidak harus dilaksanakan semua karena bergantung kepada kemaluan masing-masing keluarga.
Dalam Upacara Toho atau Tohoq, masyarakat Dayak Tunjung melakukan serangkaian kegiatan unik yang dianggap sakral. Mulai dari memukul gong, menangis bersama, hingga membuat peti mati.
Memukul Gong
Masyarakat Suku Dayak Tunjung akan memukul tambur sebagai tanda bahwa ada seseorang atau kerabatnya yang meninggal.
Kebiasaan itu disebut neruak, yang kemudian disusul dengan orang memukul gong secara bersahut-sahutan setelah mengetahui kerabat mereka telah tiada.
Baca juga Minta Restu Leluhur, Pembangunan IKN Gelar Ritual Adat Dayak-Paser
Ratapan Tangis Keluarga
Tak lama setelah pemukulan gong, tangis keluarga yang ditinggalkan mulai terdengar. Ratapan tangis ini biasanya berisikan kata-kata sedih yang ditujukan untuk orang yang baru meninggal tersebut.
Menangisi orang yang meninggal ini disebut ngruik. Setelah banyak orang berdatangan, sebagian dari mereka akan mengambil air sungai dan berhenti memukul gong.
Menandai Jenazah dengan Darah Ayam
Masyarakat kembali membunyikan gong saat memandikan jenazah. Dengan kata lain, pemandian jenazah akan diiringi dengan bunyi gong yang saling bersahutan.
Usai dimandikan, jenazah diberi patik, yakni tanda titik menggunakan darah ayam di beberapa bagian tubuhnya. Mulai dari muka, ke bagian badan, kedua lengan, hingga kakinya.
Masyarakat Dayak Tunjung percaya penandaan itu berfungsi agar arwah atau roh-roh lainnya mengenal bahwa orang tersebut telah meninggal dunia.
Membuat Lungun atau Peti Mati
Sebelum dikuburkan, masyarakat Dayak Tunjung gotong-royong membuat lungun atau peti mati. Lungun terbuat dari pohon buah-buatan yang berukuran besar.
Sekitar satu hari pengerjaan di sekitar tempat penebangan pohonnya, Lungun yang telah selesai akan dibawa pulang ke kampung untuk disempurnakan ukuran dan diberi ornamen.
Baca juga Hikayat Masyarakat Dayak yang Jadikan Beras Perantara ke Dunia Roh
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News