Hikayat Masyarakat Dayak yang Jadikan Beras Perantara ke Dunia Roh

Hikayat Masyarakat Dayak yang Jadikan Beras Perantara ke Dunia Roh
info gambar utama

Masyarakat adat Dayak sama seperti suku lainnya di Indonesia yang mengandalkan padi sebagai pangan utamanya. Tetapi bagi masyarakat Dayak, beras tak hanya diandalkan sebagai pengenyang perut.

Isam Neneng, membuntal tengkorak dan tulang belulang ayahnya dengan kain merah. Sementara seorang perempuan mengurapi wajah Isam dengan bedak putih, membuat tertawa para kerabat.

“Mereka berebut bedak, saling mengurapi wajah lainnya,” tulis Putu Fajar dan lain-lain dalam Balada Rasa dari Rimba Raya: Beras, Kisah Sang Penghubung.

Cerita dari Sekolah Adat Arus Kualan, Melestarikan Budaya Dayak dan Memberdayakan Generasi

Berto Bapa Ason, rohaniawan Kaharingan yang memimpin upacara itu memerciki tulang belulang dengan air bercampur minyak wangi. Anak cucunya kemudian memasukan uang kertas dan uang koin dari beragam mata uang seperti menyerahkan bekal.

Setelah memasukan tulang belulang ayahnya, Islam pun menutup atap sandung beton yang dibangun setinggi sekitar 2 meter itu. Dia lantas melangkahi sandung itu menyebrang ke sisi lain sandung.

“Beras ditaruh kepala dengan maksud supaya roh mereka yang hidup tidak tertinggal di dalam sandung. Beras juga ditaburkan dari sandung lama. Melalui beras itu, kita memberi tahu arwah dan roh tentang maksud kita. Menurut kepercayaan orang Kaharingan, beras adalah alat untuk menyampaikan apapun tujuan kita,” tuturnya.

Legenda padi

Dimuat dari Kompas, padi diyakini diturunkan dari dunia atas kepada manusia. Padi ini yang kemudian bertumbuh di dunia tengah, selalu menjadi media untuk menautkan dunia fana dengan dunia atas yang kekal.

Sebuah legenda yang mengisahkan soal turunya padi terukir di atas betang (rumah tradisional) Toyoi di Tumbang Malahoi, di tepian Sungai Baringei, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Serba-Serbi Suku Dayak di Kalimantan: Sejarah, Budaya, dan Tradisinya

Ukiran itu menggambarkan seorang lelaki menembakkan peluru dum-dum ke arah seekor burung tambadirang. Ukiran di sisi bawah genteng kayu betang yang dibangun Toyoi lebih dari seabad silam ini memperlihatkan ukiran padi sama dengan tubuh lelaki itu.

“Bulir padi dalam ukiran itu berukuran besar karena, menurut cerita nenek moyang, padi dari dunia atas ukurannya besar. Jika dijemur, kulit gabahnya mengelupas sendiri dan berbunyi tik…tik…tik.. sehingga manusia tak perlu bekerja keras untuk mendapatkan berasanya. Suatu hari, seorang buta berjalan dan mendengar bunyi tik…tik…tik…Si buta mengira suara gabah mengelupas itu suara ayam mematuki gabah. Orang buta itu memukul-mukuli padi dengan tongkatnya. Padi marah dan menyumpah bahwa manusia harus bekerja sangat keras untuk mendapatkan berasanya,” tutur Animar Nanyan Toyoi, cicit dari Toyoi, pendiri tumbang.

Padi mengecil

Animar menjelaskan sesuai legenda padi mengecil dan membuat manusia bekerja keras untuk mendapatkannya. Kerja keras dijalankan dengan segenap penghormatan kepada padi, sebagaimana dijalani para peladang Desa Tumbang Manggu.

Setiap harinya para laki-laki akan berjalan mendaki bukit landai itu. Pada setiap langkahnya, mereka menombak atau menungal tanah yang hitam berarang itu. Di sisi lain puluhan perempuan yang membawa kantong plastik atau tas kecil mengekor di belakang mereka.

Masyarakat Dayak yang Setia Menjaga Rotan Layaknya Belahan Hati

“Menyawar atau menabur berbulir-bulir gabah benih di tiap lubang tugalan. Celoteh dan tawa terdengar di antara mereka yang bergotong royong di ladang Zaenuddin itu,” jelasnya.

Persis di tengah ladang, ditaruh humpun bini atau poros ladang yang terdiri atas sejumlah tumbuhan, seperti sawang yang berdaun kemerahan, dawen sambelum atau cocor bebek, juga pohon kejunjung, biji pinang, dan telur ayam penghindar marabahaya.

“Bambu itu juga berisi pasir dan air sungai agar panenan mengalir seperti air sungai panenan mengalir seperti air sungai yang tidak ada habisnya. Air dalam buku bambu itu untuk minum dan mandi padi. Seperti manusia, padi juga minum dan mandi,” ujar Mariani.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini